38-Selamat Tinggal Hauri

201K 24.9K 1K
                                    

Buat kalian yang belum punya novel Back To School atau I'm not Antagonist bisa pesan di toko online karena lagi ada promo nih.  Kamu bisa borong buku terbitan Akad harga mulai dari Rp.69 RIBUAN aja!

Tersedia di:

@novely.young
@bumifiksi.jakarta
@melstorebook
@zahrabooks
@tokotmindo

🚫#STOP BELI NOVEL BAJAKAN YA# 🚫

Siya mengambil kentang milik Hauri setelah kentangnya sudah habis. Mau beli lagi malas ngantri. Lagi dari pada kentang Hauri nganggur karena Hauri sibuk main ponsel. Sebagai teman yang baik, Siya siap membantu habiskan.

Hauri tersenyum memandangi ponselnya. Sekarang di kontak teleponnya bukan hanya ada nomor Alskara saja. Melainkan ada nomor keluarganya, teman-teman kelasnya yang baru ia minta tadi dan nomor Siya. Hauri juga menyimpan nomor Nevan, Liam dan Gibson karena ketiga cowok itu yang meminta nomornya duluan. Ada juga nomor Aina. Rasanya sangat menyenangkan memiliki teman di WA. Hauri juga ternyata memiliki akun Instagram yang kebetulan pasword-nya di simpan di memo.

"Gua senang deh punya nomor orang lain di kontak telepon gua." Hauri masih terus tersenyum memandangi ponselnya.

"Kalo tau Alskara ngomong jahat ke lo. Nggak bakal gua tarik lo waktu itu." Siya baru tahu cerita detailnya tentang penyebab perkelahian antara Hauri dan Alskara beberapa saat lalu. Sebelumnya Hauri memang memilih memendamnya sendiri.

"Udah berlalu." balas Hauri acuh.

"Senang gua lihat mukanya penuh cakaran kayak gitu." Siya tertawa jahat.

"Rada kasian sih. Soalnya nggak bisa ngomong seharian. Ujung mulutnya luka." Hauri menghela napas. Nuraninya masih memihak kepada Alskara.

"Itu namanya karma." Siya menunjuk Hauri dengan kentang di selipan jarinya.

"Dia udah minta maaf."

"Hah? Seriusan?" Siya ternganga dengan mata melebar. Sangat tidak percaya.

"Iya. Minta maaf lewat kertas karena mulutnya nggak bisa ngomong." Hauri mengambil kentang dan mengunyahnya. "Tapi nggak baper sih. Gua tau gimana dia. Kayak lampu lalu lintas. Bisa merah, kuning, hijau. Sikapnya berubah-ubah."

"Kalo dia berani ngomong jahat lagi, lo ambil sapu. Timpuk. Gua belain."

Hauri tiba-tiba murung. Wajahnya tidak seceria tadi. "Gua sempat nyalahin Aina. Gua bahkan bilang ke Aina kalo dia pembawa sial dan minta dia ngejauh dari gua."

"Terus?"

"Dia minta maaf. Gua bilang, gua nggak benci. Cuma ngeluarin unek-unek aja. Dia langsung senyum. Dia bilang, dia senang gua ngajak bicara dia."

"Aina banget." Siya tertawa kecil.

"Jadi merasa bersalah deh gua. Emang ya, kalo pemeran heroin itu punya hati bak malaikat. Nggak tega gua buat musuhin dia."

Siya menopang dagu. "Rencana lo apa? Alskara mungkin sedikit sadar atas kesalahannya setelah insiden ini."

"Gua mau biasa aja sama Alskara. Gua mau tetap menjadi Hauri yang baru dan menjalani kehidupan yang sekarang sebaik mungkin."

"Gua dukung!" Siya mengacungkan jempol.


-antagonis-


Hauri duduk di pinggir kasur. Dia sedang mengamati photo dirinya dan Alskara saat baru pertama kali masuk SMP. Hubungan mereka pernah baik-baik saja sebelumnya. Sampai akhirnya Alskara berubah dan jatuh cinta kepada orang lain. Persahabatan yang dibangun sejak lama rusak karena perasaan cinta dan datangnya orang baru.

Hauri kadang bertanya-tanya. Seandainya Alskara tidak bertemu Aina, apakah hubungannya dengan Alskara akan baik-baik saja? Atau Alskara akan tetap berubah dan meninggalkannya? Hauri penasaran.

Setelah puas mengamati photo, Hauri menaruh photo itu di kotak sampingnya. Semua barang-barang yang berhubungan dengan Alskara sudah ia masukan ke dalam kotak. Hadiah dari Alskara, photo yang ada Alskara dan bahkan juga diary kesayangannya dulu. Hauri menutup rapat kotak itu dan akan menaruhnya di gudang.

Seperti yang pernah Alskara katakan kepada Hauri yang dulu. Mereka bukan lagi anak kecil. Banyak hal yang berubah. Termasuk keadaan mereka. Semuanya tidak akan sama lagi. Begitupun perasaan mereka. Hauri bukan Hauri yang dulu suka memaksakan kehendak tanpa memikirkan perasaan Alskara. Hauri yang sekarang akan menerima kenyataan.

"Bahkan sekalipun di dalam diri gua masih ada sisa perasaan Hauri yang dulu untuk Alskara. Gua nggak mau biarin perasaan ini membuat gua menjadi jahat lagi." Hauri menyentuh dadanya dengan bibir tersenyum.

Hauri beranjak dari kasur, berdiri di depan kaca. Entah kenapa dia seolah melihat Hauri berambut panjang berdiri di depannya. "Selamat tinggal Hauri yang dulu." perlahan bayangan Hauri berambut panjang menghilang sambil memasang senyuman sedih.

Ini adalah keputusan akhir yang dibuat Hauri. Dia sudah lelah menangis karena Alskara, dia sudah lelah disalahkan atas apa yang tidak dia ketahui, dia juga lelah menjadi serba salah. Sekarang dia ingin bersikap bodo amat. Dia ingin hidup dengan kehendaknya sendiri. Menjauhkan dirinya dari hal-hal yang menyakitkan, seperti menjauh dari Alskara. Hauri juga ingin bersikap biasa saja dengan Aina. Jika bisa, menjaga jarak lebih bagus agar tidak kena salah paham terus.

Sekali lagi, selamat tinggal Hauri yang dulu.

-ANTAGONIS-

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang