15-Bola Melayang

193K 26.7K 4.7K
                                    

Sekali-kali menghabiskan waktu istirahat dengan bermain basket di lapangan terasa menyenangkan. Anggap saja olahraga pagi. Itu yang sedang dilakukan Hauri dan beberapa teman cewek kelasnya. Hauri memang terkenal jahat sebelumnya, tapi dia tidak pernah mengganggu teman kelasnya seperti dia mengganggu Aina.

Sejak memutuskan mulai membangun citra baru dirinya di lingkungan sekolah. Hauri yang dulunya tidak mau bersosialisasi berubah menjadi Hauri yang ramah dan mudah diajak bicara. Perlahan teman kelasnya yang semula merasa canggung dengan Hauri mulai terbuka dan menerimanya.

Begini lah masa SMA yang Hauri impikan. Bisa bermain bersama teman kelas penuh canda tawa tanpa masalah. Hidup yang damai dan dipenuhi oleh pertemanan sejati.  Hauri tidak pernah ingin merebut peran Aina sebagai heroin atau memenangkan cinta Alskara. Hauri tidak butuh mereka berdua dalam hidupnya. Hauri hanya ingin menjadi pemeran tambahan yang hidup normal.

Bugh!

Sayangnya impiannya untuk terwujud masih jauh. Banyak rintangan dan hal tak terduga yang datang menghampiri. Salah satu contohnya adalah saat bola basket yang Hauri lempar meleset jauh ke pinggir lapangan dan mengenai kepala Aina dengan cukup keras sampai gadis itu tergeletak duduk di pinggir lapangan.

Hauri dan teman-temannya sama terkejutnya. Sebelum terjadi sesuatu yang buruk. Hauri dan Siya langsung berlari menghampiri Aina untuk memastikan keadaan gadis itu.

"Aina, lo gapapa? Gua nggak sengaja." Hauri mengulurkan tangannya ke depan wajah Aina.

Aina masih memegangi kepalanya yang sangat sakit mengingat betapa kerasnya bola basket. "Aku..."

"Aina!!" Alskara yang hendak balik ke kelas tidak sengaja melihat kekasihnya duduk di pinggir lapangan. Dia pun langsung berlari menghampiri Aina.

Alskara sudah berjongkok di depan Aina. "Aina, kamu gapapa?" tanya Alskara panik.

"Aku gapapa, Al." jawab Aina lemah, masih merasa kesakitan.

"Gua....gua nggak sengaja buat Aina kena bola basket." Hauri memberanikan diri untuk mengaku. Lagi pula dia tidak bohong dan banyak saksi matanya.

Alskara menatap tajam. Langsung berdiri menghadap Hauri. "Nggak sengaja? Bahkan sekalipun lo hilang ingatan, sifat jahat lo tetap nggak hilang. Segininya lo jahat sama Aina?"

"Gua udah bilang nggak sengaja, kan? Gua juga minta maaf karena udah mengenai Aina."

"Lo yang lempar bola basketnya."

"Iya emang gua tapi gua nggak sengaja."

"Bahkan sekalipun lo berusaha berubah. Di mata gua lo tetap jahat dan gua tetap ngebenci lo. Sampai kapan pun."

"Alskara!" teriak Siya. Cukup geram melihat Hauri disalahkan oleh Alskara. "Kata-kata lo udah keterlaluan. Hauri nggak sengaja. Cewek lo juga nggak mati, kan? Masih hidup." Siya menatap sinis Aina.

Aina berdiri. Dia peluk lengan Alskara. "Aku gapapa, Al. Aku yakin Hauri emang nggak sengaja." Aina berusaha meyakinkan Alskara.

Alskara melirik Aina sesaat. Kemudian menatap Siya lagi. "Siya, lo sendiri tau gimana kejamnya teman lo itu? Lo juga muak, kan punya sahabat sejahat dia?"

"Alskara lo udah keterlaluan ya-"

"Siya." Hauri menahan tangan Siya saat sahabatnya itu hendak mendekati Alskara. "Udah." ujarnya murung.

"Nih cowok keterlaluan sama lo." Siya menunjuk Alskara.

"Mau dijelasin kayak gimana pun, mau ngomong sebanyak apapun. Di mata dia gua tetap antagonis. Jadi percuma." Hauri melirik Aina yang hanya terdiam menjadi penonton. "Aina maaf gua nggak sengaja."

"Iya." balas Aina merasa bersalah.

"Gua haus. Ayo kita ke kantin." Hauri menarik tangan Siya. Percuma dia tetap di sini. Tidak ada gunanya.

"Al, aku rasa kamu keterlaluan." ujar Aina, masih terus memperhatikan punggung Hauri yang semakin menjauh.

"Sekalinya jahat tetap jahat. Kamu jangan terlalu baik sama orang kayak gitu."

Aina menatap murung Alskara. "Al, tapi-"

"Kepala kamu sakit? Aku anter ke kelas." Alskara mengelus kepala Aina. Kemudian mengajak gadis itu ke kelas.

Siya menatap ibah Hauri. Sahabatnya itu terus melangkah sembari menggenggam tangannya. Dan tangan Hauri bergemetar. Siya sadar kalau Hauri sedang menahan tangisnya.

Alskara sangat keterlaluan. Tidak seharusnya Alskara menilai seseorang berdasarkan masa lalunya. Karena ada orang jahat di masa lalu yang sudah berubah menjadi lebih baik di masa sekarang.

"Hauri, lo gapapa?" tanya Siya.

"Gua gapapa. Gua ini antagonis jadi nggak punya rasa sedih. Lo tenang aja." Hauri berusaha tertawa.

Namun perkataan Hauri justru membuat Siya semakin yakin jika Hauri tidak baik-baik saja. Hauri terluka dan berusaha tegar. Dimarahi di depan banyak orang pasti sudah melukai harga dirinya.

Hanya karena bola melayang Hauri yang mendambakan kehidupan tenang harus kehilangan impiannya. Hanya karena bola melayang Hauri kembali dicap sebagai antagonis yang suka menyakiti sang heroin.

-ANTAGONIS-

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang