23-Diary : Pembohong

166K 21.2K 403
                                    

Buat kalian yang belum punya novel Back To School atau I'm not Antagonist bisa pesan di toko online karena lagi ada promo nih.  Kamu bisa borong buku terbitan Akad harga mulai dari Rp.69 RIBUAN aja!

Tersedia di:

@novely.young
@bumifiksi.jakarta
@melstorebook
@zahrabooks
@tokotmindo

🚫#STOP BELI NOVEL BAJAKAN YA# 🚫

Dear Diary...

Aku terus menggigiti kuku tangan ku. Kebiasaan ku ketika sedang ketakutan. Aku memang cukup takut untuk saat ini. Aku takut atas apa yang aku katakan kepada Alskara. Aku takut Alskara akan marah dengan kebohongan yang aku buat.

Hari ini Alskara berniat pergi ke taman bermain dengan Aina. Aku tahu soal itu dari Nevan yang keceplosan ngomong ke Siya. Tentu saja Siya akan menceritakan lagi kepada ku. Setelah mendengar rencana Alskara dan Aina, aku berniat menghancurkan rencana tersebut. Salah satu caranya dengan berbohong.

Aku baru saja menelepon Alskara. Mengatakan pada Alskara jika ada kaka kelas yang melabrak ku. Mengingat kejadian saat SMP membuat aku yakin Alskara akan memilih menghampiri aku yang masih ada di dalam kelas.

Aku tidak bisa menyembunyikan senyum kemenangan saat melihat Alskara masuk ke dalam kelas dengan napas tidak beraturan. Aku bisa menebak jika Alskara berlari hanya untuk menghampiri ku. Sekarang aku yakin, Alskara masih perduli dengan ku. Alskara masih menganggap aku penting. Hubungan ku dengan Alskara yang renggang hanya karena kehadiran Aina. Jadi satu-satunya cara agar hubungan ku dan Alskara kembali seperti semula adalah dengan menyingkirkan Aina.

"Al, kamu dateng?" tanya ku tidak bisa berhenti tersenyum.

Alskara berdiri di depan ku. Dia memperhatikan ku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Kemudian Alskara menghela napas kasar dan menatap ku tajam.

"Lo bohong. Lo nggak terluka sama sekali."

"Iya aku bohong. Aku bohong karena nggak suka kamu kencan sama Aina."

Alskara tidak merespon ku.

"Ternyata kamu masih perduli sama aku. Kamu milih untuk nemuin aku."

Alskara tertawa kecil sembari menyisir rambutnya. "Perduli? Satu-satunya alasan gua ke sini karena gua nggak mau kedua orang tua gua marah. Kalo bukan karena kedua orang tua gua. Sekalipun lo menghilang, gua nggak akan perduli. Justru gua bakal merayakannya."

Hati ku hancur mendengar ucapan Alskara. Ini bukan Alskara yang dulu ku kenal. Alskara yang ku kenal tidak akan mengatakan sesuatu sekejam ini pada ku. Semua gara-gara Aina. Aku akan balas dendam dengan gadis miskin itu.

"Aku tau kamu masih perduli sama aku, Al." aku menggenggam tangan Alskara. Aku berusaha menahan kepergian Alskara.

Namun Alskara menepis kasar tangan ku. "Jangan menghayal. Gua udah nggak perduli lagi sama lo."

"Terus kenapa kamu ke sini? Kenapa kamu keliatan cemas?" aku masih meyakinkan diri ku jika Alskara perduli pada ku.

"Lo tau kenapa gua tetap lakuin banyak hal buat lo sekali pun gua tau lo bohong? Bukan karena gua perduli atau berusaha percaya. Tapi karena kedua orang tua gua. Karena lo anak emas kedua orang tua gua."

Aku memegang tangan Alskara lagi. "Jangan pergi Al. Aku mau sama kamu." suara ku lirih menahan tangis. Bahkan aku tidak berani menegakkan kepala menatap Alskara.

"Suatu hari gua bakal ada di titik lelah dimana nggak akan percaya lagi sama lo. Bahkan sekalipun lo benar-benar butuh bantuan, gua nggak akan percaya lagi. Karena lo terlalu terlarut menjadi pembohong."

"Kalo aku nggak bohong. Kamu pasti pergi sama Aina. Kamu akan bahagia berduaan sama Aina dan ninggalin aku. Aku nggak mau."

"Lo benar-benar licik dan jahat. Menggunakan kebohongan buat ngerusak kebahagiaan gua."

"Bahkan sekalipun harus jadi pembohong. Aku nggak perduli. Asalkan aku bisa terus bersama kamu sekalipun menggunakan kebohongan, aku nggak perduli."

"Suka nindas orang, kasar dan pembohong. Sikap lo yang terlalu obsesi sama gua buat gua merinding. Apa lo masih waras?"

Aku terkejut Alskara mengatai aku gila. Penghinaan yang menurut ku sudah sangat kasar. Padahal dulu Alskara tidak pernah menghina ku. Berbeda dengan sekarang.

"Karena lo sehat-sehat aja. Gua pergi. Gua mau jalan sama Aina."

Alskara menjauhkan tangan ku darinya. Kemudian berjalan meninggalkan aku. Aku menahan tangis ku. Tidak. Aku tidak ingin menangis. Lagi-lagi rencana ku gagal.

"Alskara! Jangan pergi!!"

Alskara menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah ku. "Gua bakal tetap pergi. Gua capek ngadepin pembohong kayak lo."

Aku menarik napas begitu air mata ku terjatuh tepat saat kepergian Alskara. Seperti bukan diri ku saja menjadi pembohong untuk hal sepele. Namun aku tetap harus melakukanya. Sekalipun harus menjadi pembohong, asalkan bisa mencegah kepergian Alskara akan aku lakukan.

-ANTAGONiS-

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang