31-Dasi Abu-Abu

186K 23.6K 2K
                                    

Buat kalian yang belum punya novel Back To School atau I'm not Antagonist bisa pesan di toko online karena lagi ada promo nih.  Kamu bisa borong buku terbitan Akad harga mulai dari Rp.69 RIBUAN aja!

Tersedia di:

@novely.young
@bumifiksi.jakarta
@melstorebook
@zahrabooks
@tokotmindo

🚫#STOP BELI NOVEL BAJAKAN YA# 🚫

Hauri panik. Dia benar-benar panik karena tidak menemukan dasi abu-abu miliknya. Padahal ia yakin sudah menaruhnya di dalam tas. Dia berniat akan memakai dasi di sekolah saja lantaran terburu-buru. Namun sekarang dia tidak menemukan dasi miliknya sekalipun sudah mengeluarkan semua isi dalam tas. Apa ketinggalan di rumah? Hauri benar-benar stres memikirkan nasibnya yang akan kena hukum disuruh berdiri hormat ke tiang bendera. Kenapa dia harus terkena sial di hari senin?

Setelah lama mencari dasi yang tak kunjung ketemu, Hauri akhirnya menyerah dan memutuskan keluar kelas. Tentu saja bukan untuk baris di lapangan. Dia tidak akan menyerahkan diri dan dengan rela dihukum. Mana mungkin Hauri berpikir seperti itu? Apalagi hari ini matahari sangat terik.

UKS adalah tempat yang akan Hauri kunjungi saat ini. Tempat teraman untuknya melarikan diri dari kewajiban upacara di hari senin. Nanti juga Hauri akan meminta maaf kepada Siya karena sudah berbohong. Sebelumnya Hauri berjanji akan menyusul ke lapangan setelah mencari dasi. Berhubung dia tidak menemukan dasinya, jadi tidak apa-apa kan kalau melanggar janjinya?

"Mata gua perih banget lihat beginian di pagi hari."

"Lagi lo iblis dilihat. Udah tau iblis terbuat dari api jadi panas."

Hauri tersenyum kesal. Situasi tidak terduga datang menghampiri. Bisa-bisanya dia mengalami kesialan dua kali. Pertama kehilangan dasinya dan kedua bertemu dengan dua curut yang belum kapok berurusan dengannya. Lain kali akan Hauri jambak rambut mereka sampai botak.

"Kalian berdua jangan gitu. Hauri nggak ganggu kalian jadi kalian jangan ganggu Hauri." Hauri bersyukur ada Aina di antara mereka. Jika tidak ada Aina pasti sudah Hauri cincang mereka berdua.

"Na, jangan keseringan ngebela dia."

"Dia itu orang jahat, Na."

"Udah, udah ayo kita baris." Aina menepuk pundak kedua sahabatnya agar berhenti bicara. "Hauri kamu juga mau ke lapangan? Mau bareng?" ajak Aina ramah.

"Na, ogah banget bareng dia!"

"Tau lo, Na!"

Hauri berusaha tersenyum meski sebenarnya dia ingin menyemburkan api kepada dua curut di depannya. "Nggak usah lo duluan aja. Gua males bareng sama dua curut. Nanti jadi bau got."

"Apa lo bilang-"

"Udah, udah. Ayo kita duluan." Aina menahan tangan Fela yang hendak menghampiri Hauri. "Kita duluan, Ri."

"Iya." Hauri tersenyum melambaikan tangan.

Bukan Hauri namanya jika tidak balas dendam. Jiwa antagonis di dalam dirinya belum menghilang sepenuhnya. Jadi saat Fela melangkah, Hauri dengan sengaja menyelengkat Fela hingga menabrak Jiran dan akhirnya mereka berdua terjatuh.

"Kalian jatuh? Kalian nggak ada mata, ya?" Hauri pura-pura sok perhatian.

"Lo sengaja nyelengkat gua, kan?!" Fela tidak terima atas perbuatan Hauri.

"Nggak kok." Hauri berusaha terlihat sedih.

"Udah. Ayo bangun, Fel, Ran. Kita harus ke lapangan sebelum telat." Aina mengulurkan tangannya membantu Fela dan Jiran berdiri.

Setelah mereka sudah menuruni tangga baru Hauri tertawa lepas. Dia sangat puas membuat kedua orang itu jatuh. Balas dendam yang sangat menyenangkan.

Namun kebahagian Hauri harus terhenti saat sebuah tangan menarik tangannya hingga tubuhnya berputar menghadap belakang.

"A-....Alskara?" Hauri mengerutkan kening melihat Alskara di depannya. Apa yang Alskara lakukan di sini? Apa Alskara melihat perbuatannya dan ingin memarahinya?

"Kenapa lo nyelengkat Fela?" Hauri langsung mengepalkan tangannya saat dugaannya benar. Alskara pasti ingin memarahinya, itu yang Hauri pikirkan.

Hauri menghela napas, berusaha mengontrol emosinya. "Karena itu keinginan kaki gua." jawabnya acuh, memalingkan wajah.

"Keinginan kaki lo?"

"Iya!" jawab Hauri tidak santai.

"Kenapa lo di sini? Nggak ke lapangan?" Alskara mengganti topik.

"Gua nggak bawa dasi. Nggak mau dihukum. Jadi mau ke UKS aja." jawab Hauri seadanya tanpa minat.

Hauri tidak pernah menyangka jika seseorang akan datang memberinya sebuah pertolongan di waktu yang tepat. Terlebih lagi pertolongan tersebut datang dari seseorang yang sangat membencinya. Alskara. Tanpa terduga, Alskara menarik tangan Hauri agar mendekat ke arahnya. Alskara melepas dasinya dan memasangkannya di leher Hauri.

Tidak sedetik pun Hauri melepaskan pandangannya dari Alskara. Sekalipun lehernya pegal harus mendongak karena tubuh Alskara yang tinggi, tetap saja Hauri ingin terus memandang wajah cowok itu dalam diam. Dari jarak sedekat ini Hauri bisa melihat wajah tampan Alskara dengan rambut yang berantakan. Ada luka gores di hidungnya.

Namun saat bayangan Aina muncul di ingatan Hauri, ia langsung memutuskan menatap ke lain arah. Hauri harus mengendalikan dirinya. Dia tidak boleh jatuh cinta kepada Alskara lagi. Sekalipun ia jatuh cinta kepada Alskara, cintanya akan tetap berakhir bertepuk sebelah tangan. Alskara hanya mencintai Aina di dalam hidupnya.

"Udah selesai." ujar Alskara membuyarkan lamunan Hauri.

"Kalo gua pakai dasi lo, terus lo gimana?" tanya Hauri.

"Gua nggak upacara mau ke tongkrongan sama anak-anak."

Hauri memalingkan wajahnya. Ada perasaan sedih yang sulit dijelaskan. "Kenapa lo minjemin dasi ke gua?" Hauri harus memastikannya, karena dia tidak mau ada kesalahpahaman di hatinya.

"Cuma kebaikan sesama manusia. Jadi jangan besar kepala."

Jawaban Alskara bangat. Rasanya lucu sempat berpikir Alskara sudah membuka hati untuk memaafkan kesalahannya di masa lalu.

Hauri tersenyum kecil. "Gua nggak bakal besar kepala. Dan gua nggak akan berterimakasih sama lo!" Hauri langsung berjalan melewati Alskara dengan sengaja menyenggol bahu cowok itu.

Hauri menyentuh dasi milik Alskara. Padahal biasanya cowok itu bersikap jahat kepadanya. Sekarang cowok itu justru bersikap baik.

Membingungkan.

Perlakuan kecil Alskara berpengaruh besar terhadap dirinya. Hanya sekedar dipinjamkan dasi abu-abu. Namun bisa membuat Hauri merasakan banyak perasaan. Hampir saja membuat tekat pertahanan yang Hauri buat roboh.


-ANTAGONIS-

Alskara Banyu Mahaprana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alskara Banyu Mahaprana

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang