53-Hug

196K 26.1K 5.8K
                                    

Maaf ya kalo kalian nunggu lama buat update. Kalo kalian udah greget gak sabar mau baca bisa beli novel ya di shopee novel young, bumifiksi, melstorebook atau di gramedia.

Air mata Hauri menetes saat menyaksikan adegan menyedihkan dari film 13 Reason Why melalui laptopnya. Hauri mengambil tissue, menghapus pipinya yang basah. Kenapa sih harus berakhir semenyedihkan ini filmnya?

"Kenapa.....kenapa sih Justin harus mati? Huwaaa hiks....hikss...." Hauri histeris sendiri melihat potongan adegan di film tersebut.

Gesia membuka pintu kamar Hauri. Melangkah mendekati anaknya yang sedang menangis gara-gara film. Gesia menghela napas melihat kelakuan Hauri. Sedangkan Hauri hanya sekilas melihat Gesia untuk mengumbar senyum, lalu kembali menghadap layar laptop.

"Hauri kamu nggak menemani Alskara?" tanya Gesia.

"Nemenin kemana?" Hauri masih fokus melihat layar laptopnya.

"Berziarah."

"Alskara nggak minta aku buat nemenin tuh." jawab acuh Hauri. Dia sama sekali tidak tahu-menahu soal rencana Alskara yang mau berziarah.

"Biasanya kamu yang berinisiatif sendiri."

Hauri berdecak pelan, ia tatap Gesia sepenuhnya. "Mi, aku hilang ingatan. Aku nggak tau kebiasaan aku di masa lalu atau soal ziarahnya Alskara. Aku bahkan nggak tau kuburan siapa yang mau didatangin Alskara?"

"Iya juga sih." Gesia mengangguk setuju. "Setiap tanggal 18 Agustus kamu menemani Alskara berziarah ke makam kaka perempuannya yang sudah meninggal. Kalian bertiga akrab banget loh dulu itu. Ah tunggu!" Gesia baru ingat sesuatu, ia mendatangi lemari buku Hauri.

Hauri masih duduk di kasur. Mengamati gerak-gerik Gesia yang sibuk mencari sesuatu.

"Ini kaka perempuan Alskara." Gesia memberikan satu foto kepada Hauri.

Hauri mengamati foto tersebut. Ada dirinya, Alskara dan seorang gadis berseragam SMP. Foto ini diambil saat Hauri masih SD. Gadis berseragam SMP yang ada di foto nampak tak asing bagi Hauri. Gadis itu cantik dengan rambut panjang, senyumnya manis dan lembut. Memakai cardigan cokelat. Gadis itu mengingatkan Hauri pada seseorang.

Sekalipun Hauri hilang ingatan, tapi hatinya bilang kalau ia memang dekat dengan kaka perempuannya Alskara. Bahkan tiba-tiba saja Hauri merasa sedih dan juga rindu. "Siapa namanya, mi?" tanya Hauri, menahan kesedihannya.

"Aina Dwi Mahaprana." jawab Gesia.

Hauri termenung. Ia baru saja mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya. Tadi sempat Hauri berpikir kalau kakanya Alskara mirip seseorang. Sekarang Hauri tahu siapa seseorang itu. Kaka perempuannya Alskara mengingatkan Hauri pada Aina. Dan kebetulan juga nama mereka sama.

Takdir yang kebetulan kadang selucu ini, ya?

-antagonis-

Hauri sebenarnya ragu untuk datang. Namun entah kenapa hatinya bersikeras memaksanya untuk datang ke sini, tempat dimana Aina Dwi Mahaprana dimakamkan.

Sebelumnya Hauri mendengar cerita singkat tentang Aina. Kata Gesia, Aina dan Alskara beda empat tahun. Aina meninggal saat masih berusia tujuh belas tahun karena sakit jantung. Kata Gesia, dulu Hauri dan Aina sangat dekat. Sampai Hauri menganggap Aina seperti kakanya sendiri, begitupun Aina yang menganggap Hauri seperti adiknya.

Hauri berdiri tak jauh dari Alskara yang sedang berjongkok di depan makam Aina. Jujur, hati Hauri sedih melihat bagaimana kalutnya Alskara saat ini. Bahkan bola mata Alskara memerah menahan air mata.

Sekalipun Alskara jahat sampai sering membuat Hauri menangis, tetap saja Hauri akan lebih terluka melihat Alskara yang seperti ini. Ekspresi Alskara seperti orang yang tidak punya tujuan hidup.

Dan Hauri tidak tahu harus berbuat apa? Ia tidak memiliki keberanian untuk mendekati Alskara, tidak berani membuka suara. Yang bisa Hauri lakukan hanya berdiri di belakang Alskara.

"Lo ngapain di sini? Lo lupa ingatan, kan? Jadi pasti lo lupa tentang kak Aina." ujar Alskara dingin, sempat melirik Hauri sekilas.

"Gue emang nggak ingat apapun soal kak Aina. Mami yang cerita soal kak Aina." kata Hauri ragu, memainkan jari-jarinya.

"Kalo emang nggak ingat, nggak perlu maksain diri buat berziarah. Gue nggak ngarepin lo dateng." ketus Alskara, berdiri dari jongkoknya.

Hauri menahan emosinya. Kirain Alskara sudah berubah, ternyata sifat menyebalkannya masih ada. Kalau tidak ingat tempat, akan Hauri maki Alskara.

Alskara berbalik badan, menghadap Hauri. "Gue nggak butuh simpati dari lo." Alskara menundukkan kepala, berjalan ke arah Hauri.

Semula Hauri merasa kesal mendengar perkataan Alskara yang menyebalkan. Namun begitu Alskara melewatinya dengan raut wajah murung, Hauri tidak bisa hanya diam saja. Hauri menahan tangan Alskara. "Lo emang masih nyebelin. Selalu jago buat gue kesal." sindir Hauri.

Alskara menghadap Hauri, tersenyum sinis. "Iya gue emang nyebelin. Lo benci, kan sama gue? Terus kenapa lo-aduh!" Alskara mengadu kesakitan saat Hauri menendang tulang keringnya.

Hauri tersenyum puas. "Gue paling nggak bisa nahan emosi." kata Hauri bangga.

"Lo tuh benar-benar..... gila ya?" Alskara mengelus tulang keringnya.

"Biarin!"

Alskara mendongak dengan posisi membungkuk, menatap Hauri. "Lo-" Alskara tak lagi melanjutkan perkataannya. Perlahan bibir Alskara merapat. Bola matanya membesar, terkejut. Tiba-tiba saja Hauri memeluk lehernya. "Apa yang lo lakuin?" tanya Alskara lemah dengan tatapan kosong.

Hauri semakin erat memeluk leher Alskara. "Lo emang nyebelin! Lo emang ngeselin! Gue emang sempat mikir nggak seharusnya gue ke sini karena gue tau lo nggak butuh gue, karena lo pasti bakal marah-marah sama gue."

"Sekalipun gue nggak ingat soal kak Aina, tapi gue tau kalo gue sayang sama kak Aina dan dekat sama kak Aina." Hauri menggigit singkat bibir bawahnya. Lalu berkata lagi dengan suara yang lebih pelan dari sebelumnya. "Sekalipun gue tau lo nggak ngarepin kedatangan gue. Gue tetap ingin mendatangi lo."

Alskara termenung. Hati Alskara yang berdenyut nyeri perlahan membaik. Usaha Alskara untuk bersikap dingin berhasil digagalkan oleh Hauri.

"Sekalipun lo nyebelin, pemarah, kasar dan sering buat gue nangis. Gue nggak bisa bohongin perasaan gue. Gue nggak suka lihat lo kayak gini. Gue nggak bisa biarin lo berdiri sendirian di depan makam kak Aina. Gue tau lo pasti sedih dan terluka. Kalaupun lo nggak butuh gue, gue tetap ingin ada di dekat lo. Gue ingin meluk lo."

Perlahan perasaan Alskara melebur. Alskara membalas pelukan Hauri. Rasanya sangat hangat ada di dalam pelukan Hauri. Sangat menenangkan. Sampai-sampai tanpa memikirkan soal malu suara isakan Alskara terdengar jelas.

"Gue kangen kak Aina....gue....kangen ka Aina....benar-benar..." Alskara memaksa bicara sekalipun suaranya tak jelas karena kalah oleh tangisnya.

Hauri menepuk pundak Alskara, berusaha menenangkan Alskara yang menangis dalam pelukannya. "Gue tau."

Lagu dari Hauri untuk Alskara

-ANTAGONIS-
-


-

Jangan lupa vote dan komen untuk percepat up selanjutnyanya. Terimakasih.

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang