#22

4K 537 55
                                    

[ sugar rush - part 22 ]

Hari itu, Ale masih melakukan semua kegiatannya seperti biasa. Dia pergi ke kampus pagi-pagi, belajar di kelas sesuai jam mata kuliahnya dan ikut rapat himpunan setelah makan siang di kantin fakultasnya. Tidak ada yang aneh sama sekali dari hari itu, tapi Ale merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya sedari pagi. Apapun itu, Ale hanya berharap kalau semuanya hanya perasaan cemas berlebihannya saja. Mungkin dia gugup karena harus menghadap kaprodi untuk membahas beberapa program kerja organisasinya itu. Ale berharap hanya karena itu saja.

"Ale," Yang dipanggil menoleh, tersenyum sedikit pada kakak tingkatnya yang ada di sekret sebelum keluar menghampiri sahabatnya yang baru saja selesai mencari referensi di perpustakaan.

"Kok lama banget, Fhi? Udah ketemu bukunya?"

"Ale..." Safhi lebih memilih untuk mengabaikan ucapan yang lebih muda dan mengambil pergelangan tangannya. "Le..."

"Kenapa sih, Fhi? Dosen lo rese atau gimana? Kenapa lo jadi lemes gitu? Referensi lo salah?"

"Ale..."

Ale bingung, terlebih lagi saat melihat sahabatnya gemetar sampai seperti itu di depannya. "Safhi please, kasih tau gue. Sebenernya ada apa sih?"

"Le... gue minta lo jangan panik ya? Please jangan ngelakuin apapun dan lo nggak boleh jauh-jauh dari gue. Janji sama gue dulu, kita ngobrol di bangku depan." ucap Safhi yang langsung Ale balas dengan anggukan karena terlalu khawatir dengan sahabatnya itu. Ale tidak tahu kenapa, tapi dia punya firasat buruk tentang hal ini.

Mereka berdua pun duduk di bangku taman Fisip setelah beberapa menit Safhi mencoba merangkai kata agar pesan yang ingin dia sampaikan bisa dicerna oleh Ale. Dia tau, sahabat sejak kecilnya itu tidak akan bisa menerimanya dengan cepat. Mungkin Ale bisa hancur setelah mendengarnya.

"Le,"

Ale masih menunggu dengan sabar. Jemarinya tidak bisa diam dan telapak tangannya basah karena gugup.

"Nenek meninggal. Nenek Yia udah nggak ada."

Ale hanya bisa terdiam, kemudian tertawa. "Nggak lucu bercanda lo ya, Fhi. Seumur hidup gue nggak maafin lo kalo lo bercanda kaya gini."

"Gue nggak bohong, Le. Tante Rara nelfon gue barusan karena hp lo nggak aktif. Nenek Yia meninggal tadi pagi, jatuh di kamar mandi."

"Fhi, nggak lucu." Ale masih mencoba menyangkal, air matanya hampir keluar saat melihat wajah serius Safhi yang menunjukkan kalau ucapannya barusan bukan candaan.

"Le, abis ini ke rumah nenek ya? Bareng gue, Jysa sama Daniel. Kak Adrian dan yang lain bakal nyusul nanti, oke? Lo nggak sendiri, kita bareng-bareng. Di rumah nenek udah ada keluarga lo yang di Bandung." Safhi mencoba menjelaskan pada yang lebih muda walaupun rasanya percuma. Ale masih diam, pikirannya melayang kemana-mana dan dia ingin jatuh ke bawah karena terlalu lemas.

Nenek Lia benar-benar sudah dipanggil lebih dulu oleh Yang Maha Kuasa. Nenek yang Ale sayangi itu sudah meninggalkannya, pergi ke tempat yang lebih baik untuk waktu yang lama. Ale mungkin tidak akan percaya jika saja matanya tidak melihat sendiri bendera kuning yang terpasang di depan pagar rumah neneknya itu. Ada banyak orang di teras rumah, semua memakai pakaian serba hitam yang menunjukkan rasa berduka mereka.

Sugar Rush ; kookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang