#18

6.4K 704 94
                                    

[ sugar rush - part 18 ]

Sore itu Depok diguyur hujan deras. Kalau dibandingkan, mungkin gelapnya langit sama persis dengan kondisi pikiran Ale sekarang. Lelaki mungil itu terlihat memijit pelipisnya sambil membolak-balikkan buku bacaan yang sudah dia baca hampir selama empat puluh lima menit lamanya.

Ada banyak hal yang menganggu pikirannya sejak dua hari yang lalu. Dan sayangnya, seorang Ananda Ravalean bukanlah orang yang tepat untuk dihadapkan dengan banyak masalah. Lelaki itu cenderung melupakan dirinya sendiri, dia akan hilang arah dan kebingungan. Itulah yang terjadi padanya sejak pagi tadi.

"Kenapa masih disini?"

Ale bahkan tidak mendengar suara Adrian yang baru saja datang menghampirinya sambil membawa payung. Hoodie hitamnya sudah basah dibagian lengan, begitu juga dengan celana jeans yang dia pakai.

"Ale!"

Ale terlonjak saat mendengar seseorang meneriakan namanya dengan cukup keras. Mengalahkan suara air hujan yang menghantam tanah bertubi-tubi. Disitulah dia akhirnya menyadari kehadiran Adrian.

"Kak Adrian sejak kapan disitu?" tanya Ale heran. Dia mencoba mengabaikan tatapan kesal lelakinya itu dan memilih untuk lanjut membaca. Tapi sial, karena detik berikutnya, Adrian malah duduk dihadapan Ale tanpa melepas pandangannya pada yang lebih muda.

"Kakak tanya, Ale kenapa masih disini?"

"Ma-"

Ale menghentikan ucapannya saat Adrian melempar botol minum kearahnya dengan tatapan yang menurutnya menyeramkan. Mungkin Adrian sudah terlalu kesal dengan sifat keras kepala Ale yang memang tidak bisa dihilangkan dengan apapun. Seharusnya Ale sudah pulang sejak beberapa jam yang lalu, tapi dia tetap ingin belajar di gazebo yang ada di taman belakang sampai akhirnya hujan turun dengan deras dan dia tidak punya pilihan lain selain menetap disana sampai hujan berhenti.

"Ale selalu deh gak bisa dibilangin. Coba tadi siang kamu nurut apa kata kakak, kamu nggak bakal kejebak hujan kaya gini sampe sore kan?" Ale cemberut saat Adrian mengomelinya tanpa ampun. Dan Adrian benar-benar ingin mengecup bibir Ale yang sekarang terlihat seperti paruh bebek itu. Terkadang Ale memang menyebalkan, tapi Adrian tidak bisa pungkiri kalau apapun yang Ale lalukan, walaupun itu secara tidak sengaja, pasti akan berhasil membuatnya luluh. Contohnya seperti sekarang. Ale menang dengan bibir cemberutnya.

"Maaf."

"Kalo kakak ada kelas sampe malem gimana? Siapa yang bakal jemput kamu kesini?"

"Ya tinggal Ale terobos aja hujannya. Ribet banget." balas Ale, matanya masih sibuk membaca deretan huruf-huruf yang tersusun di bukunya. Mencoba dengan keras untuk mengabaikan tangan Adrian yang mulai meremat pergelangan tangannya. Itu tanda agar Ale menatapnya saat bicara.

"Le," Suara Adrian mulai melunak. Ale tau kalau Adrian sedang berusaha bicara baik-baik padanya. "Jangan kaya gini, ya?"

Pada akhirnya, Ale hanya bisa menghembuskan nafas dan menundukkan kepala. Dia berusaha untuk menahan rasa frustasinya tetapi gagal.

"Ale capek. Bingung." ucap Ale sambil menghapus air matanya yang turun. Adrian tersenyum dan hanya bisa mengangkat dagu yang lebih muda agar menatap matanya. "Kakak sering bilang buat nggak nyimpen semuanya sendirian kan? Kamu selalu kaya gitu."

"Ale nggak mau ngerepotin siapa-siapa." balas si mungil, masih dengan hidungnya yang merah karena menangis.

"Sini," Adrian mengulurkan tangannya. Ale sempat bingung tetapi akhirnya mengambil uluran tangan itu. Dan berakhirlah dia di dalam pelukan Adrian sekarang.

Sugar Rush ; kookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang