#11

5.9K 781 63
                                    

Ada beberapa hal yang sudah Adrian paham luar dalam dari seorang Ananda Ravalean. Sesekali dirinya bahkan bisa menebak apa yang ada didalam pikiran kekasihnya itu walaupun hanya dari tindakan kecil seperti bagaimana suaranya berubah saat sedang sedih atau jemarinya yang bergetar saat ia terlalu banyak memendam pikiran didalam kepalanya. Untuk kali ini, Adrian bisa melihat Ale di opsi yang kedua.

Semenjak berangkat dari kampus tadi, Adrian merasa Ale menjadi sedikit pendiam. Padahal seharusnya lelaki itu senang karena dia akan pulang ke rumah.

"Hei, kenapa?" tanya Adrian saat Ale selesai menurunkan tas tentengnya dari dalam bagasi mobil milik Yanuar. Mereka berdua sampai di stasiun gambir tepat saat jam menunjukkan pukul delapan malam. "Hah? Emangnya Ale kenapa?"

"Kamu kaya mikirin sesuatu gitu. Daritadi tangan kamu dingin, gak bisa diem."

Yanuar muncul tidak lama setelah mereka selesai menurunkan barang. Adrian langsung memeluk sahabatnya itu lalu berlagak ingin mencium keningnya tapi Yanuar lebih dulu menjauh. "Udah miring ya lo,"

"Doain ya bang," ucap Adrian, Yanuar bingung sendiri. "Sumpah Yan, lo cuma main kan ke rumah Ale? Kenapa jadi kaya mau ngelamar."

"Ya kali aja ada timing yang pas." Adrian terkekeh kemudian lengannya langsung disikut oleh Ale. Pacarnya itu lagi malu. "Tuh, malu kan nih Ale. Mau dia sebenernya."
Setelah berpamitan dengan Yanuar, Ale dan Adrian pun masuk ke dalam stasiun karena kereta mereka akan berangkat beberapa menit lagi.

Awalnya, mereka berniat untuk berangkat hari jumat, tapi Ale memutuskan mengganti hari keberangkatannya ke Magelang menjadi hari kamis supaya bisa berlama-lama dikampung halamannya. Mereka berdua baru saja selesai rapat, dan langsung dijemput Yanuar untuk pergi ke stasiun. Keduanya bahkan masih mengenakan baju bekas kuliah pagi tadi.
Jadwal Ale dan Adrian itu terlalu padat dan beruntung mereka masih bisa menyempatkan waktu untuk pulang ke Magelang.

"Kak," panggil Ale setelah mereka duduk di kursi nomor D23 dan D24. Adrian berdeham kemudian menyerahkan jaketnya pada Ale. "Hmm,"

"Kakak takut gak?" Ale bertanya, tatapannya fokus menatap kedua bola mata Adrian, mencari keraguan dari manik cokelat itu. "Sedikit." Ale tersenyum kemudian mengambil tangan Adrian untuk dia genggam. Gerbong milik mereka lumayan sepi, jadi Ale tidak perlu repot-repot memikirkan reaksi sekitarnya.

"Ale cuma mau ngenalin kakak ke Mama sama Papa. Ale cuma mau bilang 'Ini loh ma, pa, Ale punya kakak tingkat ganteng anak komdis galak' gitu. Yang penting mereka kenal kakak." timpal yang lebih muda, sedikit membuat Adrian tertawa. "Bisa bisa,"

"Serius loh Ale, kak..."

"Iya...... emangnya yang bilang kamu bercanda siapa Le?"

Ale cemberut, dia kemudian menyenderkan kepalanya ke pundak Adrian. Kedua tangan mereka masih saling menggenggam dibawah jaket yang sengaja Ale taruh untuk menghangatkan mereka berdua. Rasanya aman dan nyaman. "Kapan-kapan, pas Ale pulang ke magelang sama kakak, Ale bakal bilang ke orang tua Ale kalo kakak ini yang selalu nemenin dan jagain Ale. Suatu saat ya, kak?"

"Iya, Ale. Suatu saat." Keduanya tersenyum tanpa sadar. Dalam hati mengaminkan kata-kata itu agar dapat terwujud secepatnya.

Berharap tidak ada salahnya kan?

ㅡㅡㅡㅡㅡ

Bagi beberapa orang yang tinggal jauh dari orang tua seperti Ale, waktu saat pulang ke rumah seperti ini biasanya hanya bisa terealisasi saat libur semester atau saat ada banyak tanggal merah di akhir pekan. Tapi malam ini, Ale nekat pulang walaupun sebenarnya dia masih punya jadwal yang harus diselesaikan di kampus.

Sugar Rush ; kookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang