Niat Arin tadi cuma pura-pura tidur. Karena dia gamau Seungwoo tahu bahwa dirinya tengah menangis dalam diam.
Entah kenapa, kalimat terakhir yang disampaikan Seungwoo tadi benar-benar menyentuh perasaannya. Dia lega, senang, tapi juga sedih di waktu yang bersamaan.
Padahal Seungwoo cerita soal orang lain, tapi kenapa terdengar seperti kisahnya sendiri. Ibarat Seungwoo membawanya ke masa lalu dan ikut menyaksikan kejadian itu.
Konyol memang, tapi Arin menangisi pengalaman Seungwoo.
"Arin? Arin? Dokter Arin?"
Lamat-lamat Arin mendengar seseorang memanggil namanya.
Ah benar, dia masih di dalam mobil dan ketiduran.
Kelelahan dengan pikirannya sendiri, dan terpancing karena pura-pura tidur, membuatnya benar-benar menuju tidur paling pulas pagi itu.
"Oh... maaf dok. Saya ketiduran."
"Gapapa. Ini, saya bawakan kopi."
Arin menyadari Eunsang sudah tidak bersamanya dan bocah itu kini lelap di kursi depan. Dia heran, berapa lama dia tidur sampai Seungwoo sempat memindahkan Eunsang dan membeli kopi.
Lantas dia memeriksa jam tangannya. Tujuh kurang lima menit.
Seungwoo sejak tadi berdiri di sebelah mobil dengan pintu terbuka, menunggu Arin selesai dengan urusannya.
"Pelan-pelan aja. Ga usah keburu." Ujar Seungwoo begitu melihat sedikit tergesa-gesa karena sendalnya tak kunjung masuk, hingga akhirnya turun dari mobil.
"Dok, saya tau saya merepotkan banget. Tapi saya ga akan bosan bilang makasih ke dokter. Makasih dok."
Arin membungkuk singkat. "Saya juga minta maaf dok."
Seungwoo terkekeh.
"Kenapa minta maaf? Kamu terlalu sering minta maaf ke saya. Kamu ga salah apa-apa, kenapa harus minta maaf?"
Seungwoo meraih sebelah tangan Arin untuk menerima kopi pemberiannya.
"Dok, saya boleh percaya sama dokter ga?" Tanya Arin begitu dia merasa hangat di tangannya.
Seungwoo terdiam.
"Kalo saya lagi sedih, terus saya pengen cerita, saya boleh dateng ke dokter ga?"
Arin menguatkan dirinya untuk melanjutkan kata-katanya. Beberapa kali dia berpikir soal ini, dan berkali-kali juga dia berusaha meyakinkan dirinya.
"Tadi dokter bilang saya yang paling tau saya sendiri kan? Beberapa kali saya ketemu dokter, saya selalu merasa ga enak karena dokter selalu baik ke saya."
Seungwoo masih mendengarkan.
"Saya rasa, dokter memang punya pribadi yang baik, dan orang lain juga menilai dokter Seungwoo orangnya baik."
Arin mengeratkan genggamannya pada cup kopi yang makin dirasa hangat di tangannya.
"Makin lama saya pikir, orang sakit kaya saya ini perlu orang baik seperti dokter, biar sakitnya sembuh. Saya boleh percaya ke dokter, kan?"
Seungwoo masih intens menatap Arin tepat di netranya. Mencoba memahami apa yang sebenarnya wanita di depannya ini ingin sampaikan.
Oke, kalo mau jujur, Seungwoo memang menaruh simpati besar ke Arin. Dia setuju kalo Arin memang sakit dalam hal lain.
Dan Seungwoo tau bahkan paham betul tentang hal itu, setelah lama menyelam dalam asumsinya, dia dapat satu titik terang dari Seungsik beberapa hari lalu, membuatnya Seungwoo semakin merasa bahwa sosok Arin adalah rapuh.
Chu
Netra Arin membulat begitu merasakan sesuatu yang asing mengenai bibirnya.
Arin melihat Seungwoo memejamkan matanya dan tengah mengecup bibirnya. Lama.
Arin merasa tubuhnya menghangat seketika bersamaan dengan gemuruh di dadanya. Jantungnya berdegup terlalu kencang sebagai respon atas keterkejutannya.
Otaknya pun berhenti membuat perintah reaksi atas kecupan yang diberikan Seungwoo, seolah tersengat listrik tak kasat mata.
"Kamu bisa datang ke saya kapan saja. Saya kan sudah bilang, saya yang akan jaga kamu."
sampe sini, aku pengen tau gimana pendapatnya pas baca work ini? :v
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
After | Han Seungwoo ✔
FanfictionArin yang awalnya asing dengan kebaikan dan perhatian, kini perlahan mulai membuka mata. Hati yang tulus dan gigih dari Han Seungwoo bisa melelehkan sisi Arin yang beku. Han Seungwoo AU 19.07.20 #3 seungwoo at 180822