Sudah lepas satu jam setelah Arin dipindah dari ruang OK ke kamar inapnya. Berkutik seorang diri, karena mami yang harusnya menungguinya pergi entah kemana.
Mau tidur pun ga mampu karena efek anestesi yang perlahan hilang, menimbulkan rasa nyeri bekas operasi yang luar biasa.
"Huft."
Tangannya susah payah meraih tablet pc di nakas sebelah ranjang. Berharap benda pipih itu bisa membantunya membunuh kekosongan saat ini.
Begitu dibuka, netranya mendadak kabur saat melihat ada icon shortcut folder tesis di halaman awal.
Apa sekarang saraf penglihatannya juga terganggu, karena menolak membuka tugas sekolah?
Skip.
Terlalu dini untuk mengerjakan tesis bagi pasien sehabis dapat tindakan operasi. Arin akan mulai lanjutkan tesisnya, mungkin nanti malam.
Jarinya bergerak antusias menuju aplikasi catatan. Kepikiran untuk membuat daftar kerja yang harus dia lakukan segera.
TOP 3 TO DO LIST
1. Ikut ujian bulan depan biar bisa lulus cepat! Jangan tunda waktu, segera belajar! Jangan lupa juga tesis sama penelitian, digarap segera! Asistensi ke konsulen dan pembimbing tiap pekan!
Arin mau bicara realita sekarang. Dia sudah di penghujung tahun ketiga masa sekolah spesialisnya.
Dan tanpa diduga, dia malah dapat ujian sekaligus waktu untuk istirahat lagi paling tidak tiga bulan.
Dan selama pemulihan, sangat tidak mungkin Arin menyentuh pasiennya sama sekali. Sudah pasti, Arin off sepenuhnya dari pekerjaan sampai kondisinya pulih.
Jadi, usaha terbaik sejauh ini yang bisa dia lakukan adalah, ikut ujian akhir tahun ketiga. Meskipun ga pegang pasien, paling tidak dia ga sepenuhnya lepas dari tanggung jawab sebagai siswa.
"Oke. It's not bad." Gumam Arin pada dirinya sendiri.
2. Selesaikan sisa pekerjaan di yayasan segera! Kalo udah selesai, fokus lagi ke nomor 1!
Arin gatau pasti kapan poin ini akan selesai. Tapi kalau dihitung berdasarkan kontrak, maka kewajibannya resmi selesai dua bulan lagi, tepatnya Februari tahun depan.
Kenapa Arin taruh ini sebagai prioritas nomor 2? Ya kembali ke kata pertama di poin 2, dia ingin pekerjaan satu ini cepat selesai.
Arin menghabiskan waktu yang menyenangkan selama membantu Seungwoo di sana. Dia ga merasa terbebani sama sekali.
Malah dia diberi banyak pelajaran oleh orang-orang birokrasi rumah sakit saat rapat direksi, dikenalkan dengan orang-orang yang punya latar belakang berbeda-beda.
Mengulik banyak kisah orang bahagia di sana, meskipun ga se-bahagia saat menerima ucapan terima kasih dari pasiennya karena telah disembuhkan.
Yah, intinya, Arin hanya ingin fokusnya tidak terbagi. Semuanya kembali ke prioritas nomor 1.
Mungkin dia akan sedikit lebih lama di yayasan untuk membantu Seungwoo mencari pengganti posisinya.
Tunggu. Seungwoo?
"... i love you so..."
Ah, kenapa Arin jadi ingat soal semalam. Dadanya dibuat melambung tinggi saat Seungwoo berujar kalimat itu. Begitu juga saat mengingatnya.
Dan kalimat itu sampai sekarang masih terngiang di kepalanya.
Setelah cukup menenangkan diri, jarinya sedikit ragu untuk menulis setiap kata untuk poin nomor 3.
3. Have a_
"Rin." Sebuah panggilan mengalihkan perhatian Arin.
Jantungnya tiba-tiba bedegup kencang karena suara itu datang tanpa diiringi suara yang lain, suara sepatu kek, apa suara pintu digeser. Ga ada.
"Ketok pintu dulu bisa ga? Main masuk aja."
Arin buru-buru mematikan layar tabletnya, lalu pura-pura sedang tidak melakukan apa-apa.
Sumpah, dia deg-degan setengah mati. Padahal dia juga ga ngapa-ngapain. Hanya saja dia ga pengen ada orang lain yang melihat tulisannya.
"Gue ketok berkali-kali juga lo ga nyaut. Ya gue masuk aja lah."
Arin mendecih.
"Lo ga sekolah?" Tanya Arin heran, karena sekarang sudah jam sembilan pagi dan bocah itu malah keluyuran di rumah sakit.
Rian memiringkan kepalanya.
Jadi kata mami kemarin bener, kakaknya itu punya sedikit masalah dengan ingatannya akibat benturan di kepala.
"Sadar, Rin. Ini desember. Itu jendela kurang besar apa gimana? Ga liat di luar putih semua?"
Oya, dia lupa. Sekarang waktunya anak sekolahan libur musim dingin. Mulut Arin membulat setelah memeriksa jendela besar di sisi ruangan.
Arin lalu memperhatikan bocah kelas dua SMA itu duduk santai sambil memainkan ponselnya. Seketika Arin jadi inget.
"Di luar ga ketemu mami?" Tanya Arin.
"Ga."
Rian menegakkan badannya.
"Oh ya. Hape lo, hape lo mana? Mentang-mentang sakit istirahat jadi ga pegang hape? Gue telfon dari tadi ga masuk-masuk." Protes Rian.
Aduh, Arin lupa lagi. Bahkan dia ga ingat kapan terakhir kali dia pegang hape.
Seakan eksistensi benda itu sedikit tidak penting di waktu-waktu sekarang karena semua pergerakan Arin terbatas.
Saat ini pun dia kesusahan meraih laci nakas. Kali aja hapenya ada di sana.
"Bantuin kek." Cibir Arin masih berusaha.
"Punya kakak repot amat ya perasaan. Nih nih."
Bocah itu ogah-ogahan melempar ponsel Arin ke arah ranjang. Untuk ga kena yang habis di operasi.
"Kabarin dokter Seungwoo sana, tadi dia mau kesini tapi ga jadi." Tukas Rian yang sudah fokus kembali ke ponselnya.
"Dokter Seungwoo?"
"Tadi gue barengan naik ke sini. Tapi kayaknya ada panggilan darurat, apa gitu, gue gatau. Terus dia balik ke bawah lagi."
semoga ga mengecewakan :")
KAMU SEDANG MEMBACA
After | Han Seungwoo ✔
FanfictionArin yang awalnya asing dengan kebaikan dan perhatian, kini perlahan mulai membuka mata. Hati yang tulus dan gigih dari Han Seungwoo bisa melelehkan sisi Arin yang beku. Han Seungwoo AU 19.07.20 #3 seungwoo at 180822