"Rin, dimana?"
'Hah? Gue? Di rumah dokter Seungwoo. Kenapa?'
Jiho menggaruk lehernya yang ga gatal.
Membuat bermacam-macam asumsi ketika tahu temannya saat ini sedang di rumah seorang duda anak satu dan sekarang sudah pukul sembilan malam.
Ditambah suasana di sana terdengar sangat sunyi membuat Jiho semakin salah tingkah.
"Lo ga balik ke rumah kan?"
'Engga. Gue nanti tidur di rumah sakit, di kamar jaga. Kenapa?'
"Oh yaudah. Gue mau ngajak anak-anak nongkrong di rumah abis syuting. Gapapa ya? Ntar gue beresin sendiri."
'Ho oh. Udah ya, Ho. Lagi penting nih gabisa ditinggal.'
Ttuutt
Jiho dan Mingyu otomatis saling pandang begitu panggilan diputus sepihak oleh Arin.
Keduanya menghiraukan lalu lalang manusia di lobi utama rumah sakit tempat Arin dan Mingyu bekerja.
Awalnya Jiho mau nganter kue pemberian orang-orang di lokasi syutingnya. Saking banyaknya, dia berniat membagikannya juga buat Arin.
Tapi begitu dihubungi, sepertinya Arin tengah sibuk dengan urusannya yang lain.
"Mereka ngapain coba, Ho?"
"Mana gue tahu."
"Arin mau nikah sama dokter Seungwoo?"
"Mana gue tau, kiming. Mereka jadian aja baru tiga bulan."
Pria itu mengangkat bahunya.
Merasa terbodohi karena menuruti permintaan Jiho untuk turun ke lobi hanya untuk bersama-sama mengkonfirmasi keberadaan Arin.
"Gue balik ke atas sekarang deh. Lanjutin naskah."
"Ya sana. Bawa sekalian nih. Buat temen-temen lo, kali aja ada yang mau."
***
Arin gatau kalo anak kelas tiga sd bisa sebagus ini rambutnya. Hitam halus dan tebal.
Arin jadi bertanya pada dirinya sendiri, bagaimana Seungwoo bisa merawat bocah hingga sebesar ini, sebaik ini, sendirian.
He is tough enough.
Tangannya jadi betah untuk mengusap kepala si bocah yang tertidur di pangkuannya. Persis seperti beberapa waktu lalu saat di rumahnya.
Arin kalo inget cerita Eunsang yang ga bisa tidur, jadi merasa iba sekaligus lega, begitu melihat bocah itu pulas dalam alam bawah sadarnya.
Nafasnya yang teratur membuat Arin yakin kalo bocah itu sudah tiba pada fase deep sleep-nya.
"Mau saya pindah sekarang, Rin?"
Arin menengok ke sebelah begitu melihat Seungwoo usai dengan urusan dapurnya.
"Bentar lagi dok. Biar pulas dulu tidurnya."
Arin masih saja mengusap kepala Eunsang saat Seungwoo duduk lalu memperhatikannya dalam diam.
Pria itu tengah menikmati momen yang setiap saat ga pernah bisa dia wujudkan di rumah sepanjang delapan tahun ini.
Seungwoo larut dalam keheningan malam itu hingga sebuah pertanyaan terbersit di kepalanya.
"Kamu suka sama Eunsang, Rin?"
Wanita itu perlu beberapa detik untuk berpikir hingga membuat jawaban.
"Siapa yang ga suka sama anak baik kaya Eunsang dok. Kayanya orang-orang bakal suka sama Eunsang begitu tau kalo dia anaknya ramah."
Seungwoo tersenyum puas dengan jawaban Arin.
Seungwoo ga akan lupa saat wajah Eunsang yang begitu semangat menyapa kedatangan Arin di rumahnya beberapa jam yang lalu.
Begitu juga saat melihat Eunsang asik bercakap dengan si kekasih saat dirinya diam-diam memperhatikan keduanya dari arah dapur.
Membuat Seungwoo cukup punya keberanian untuk menanyakan yang selanjutnya.
"Rin, kalo misal saya minta kamu jadi ibunya Eunsang, kamu bersedia ga?" Tanya Seungwoo penuh kehati-hatian.
Arin membeku seketika.
"Kalo saya ajak kamu nikah, kamu bersedia ga, Rin?" Lanjut pria itu.
***
"Loh loh. Katanya abis kencan. Kok mukanya kusut gitu."
"Berisik."
Arin berlalu saja melewati Mingyu yang berantakan di antara tumpukan buku dan berlembar-lembar naskah jurnal. Pria itu tengah berjuang untuk bisa ujian tesis minggu depan.
"Dapet kue dari Jiho tadi. Dimakan gih. Masih sisa banyak."
"Ngga nafsu. Mending ikutan lo."
Arin yang sudah berganti baju langsung duduk di kursi yang tak jauh dari Mingyu lalu membuka laptopnya.
Berkutat dengan naskah penelitian dan tesisnya supaya bisa secepatnya revisi lagi ke pembimbing.
Berharap supaya kesibukannya ini bisa mengalihkan rasa gelisah yang timbul akibat pertanyaan yang ditanyakan Seungwoo tadi.
"Ck."
Tapi sepertinya percuma saja. Bahkan setelah beberapa menit mencoba fokus, Arin masih saja terbayang-bayang wajah Seungwoo yang tampak serius menanyakan hal yang menurutnya cukup sensitif.
"Ming, gue mau keluar bentar. Nitip ga?"
"Apa aja yang bisa bikin melek. Jangan lama-lama ya, jam sebelas tet udah sampe sini."
Arin mengangguk saja kemudian berlalu dari kamar jaga, meninggalkan Mingyu yang belajar mati-matian dikelilingi dua dokter residen junior yang tidur di masing-masing bed-nya.
Sementara Arin berjalan di sepanjang lorong dengan tatapan kosong. Sesekali menyapa para perawat dan dokter lain yang kebagian shift malam dengan senyum tipis.
Awalnya Arin ingin keluar dan membeli alkohol di minimarket seberang rumah sakit, sekalian cari angin.
Tapi begitu dia kepikiran Seungwoo, niatnya dia urungkan dan berhenti di depan vending machine lantai satu rumah sakit, lalu memilih satu macam minuman karbonasi.
Diteguknya langsung di tempat sambil menerawang jauh ke luar jendela, tepatnya ke langit malam yang tampak sama saja setiap hari.
Gelap.
Membuat Arin betah berlama-lama hingga pikirannya berkecamuk.
"Apa dulu mamah juga merasa aneh gini begitu diajak papah nikah?"
"Apa mami juga merasa gak nyaman begini waktu dilamar papah yang udah punya anak?"
"Dokter Seungwoo beneran serius nanya kaya gitu?"
"Kalo gue tolak, dokter Seungwoo sakit hati ga ya?"
"Gue sebenernya beneran sayang sama dokter Seungwoo gasi?"
"Kalo kaya gini, gue ngadu ke siapa?"
ya lord, hamba nulis apa si ini
KAMU SEDANG MEMBACA
After | Han Seungwoo ✔
Hayran KurguArin yang awalnya asing dengan kebaikan dan perhatian, kini perlahan mulai membuka mata. Hati yang tulus dan gigih dari Han Seungwoo bisa melelehkan sisi Arin yang beku. Han Seungwoo AU 19.07.20 #3 seungwoo at 180822