**dua hari lalu
"... ini istri pertamanya pak menteri, tapi ga pernah diekspos ke publik. Cuma istri keduanya yang orang-orang tau."
Seungsik menggeser layar ponselnya ke samping, menunjukkan foto-foto yang dikirim sepupunya tempo hari lalu.
"Begitu gue denger bang Seungwoo sama Johnny ngobrol di kantin soal anaknya pak menteri yang cewek, gue langsung tanya ke sepupu gue yang kerja di markas besar pusat."
Seungwoo lalu mendengarkan Seungsik yang tampak lancar menceritakan soal obrolannya dengan si sepupu.
"... jadi pasien abang yang meninggal tahun lalu itu, dia istri pertamanya pak menteri, ibunya si Arin. Wah, sempit banget ya dunia. Ketemunya orang-orang itu aja."
"Berarti bener." Gumam Seungwoo.
"Hah?"
Seungwoo lantas mencari sebuah kontak di hapenya dan menelpon seseorang.
Seungsik hanya bisa memandang diam ke arah rekannya yang kini sibuk dengan teleponnya.
"Yon, boleh tolong temenin Eunsang di rumah? Gue pulang malem banget. Ada perlu mendadak."
Seungwoo lalu meraih kontak mobilnya di atas meja.
"Sik."
"Ya bang?" Respon Seungsik cepat karena Seungwoo tiba-tiba berbalik ke arahnya.
"Sepupu lo itu... pastikan dia ga bocorin info apa-apa lagi soal atasannya."
Seungsik memiringkan kepalanya, bingung.
"Bisa jadi dia dipecat karena bawa info -ralat, itu bukan info tapi gosip- karena dia bawa gosip keluar mabes. Lo juga, jangan kebanyakan gosip, mending beresin meja lo yang berantakan parah. Oke?"
***
"Jadi bener, ibunya Arin."
Seungwoo berdiri sambil menatap miris ke arah kubik kaca yang tembus pandang, menampakkan sebuah guci abu dan beberapa foto di sana.
Saat itu juga dia sadar kalo semua foto di dalam sana, hanya terpampang wajah wanita paruh baya seorang diri. Ga ada foto keluarga, ataupun foto dengan orang lain.
Seketika dia jadi ingat apa yang dibilang mendiang pasiennya itu saat dirinya tak sengaja mendapati beliau terbangun di malam hari.
Seungwoo masih bisa merasakan nada putus asa di balik suara parau pasiennya yang malam itu terhitung baru dua hari siuman dari komanya.
Seungwoo merasa dadanya disayat pisau tak tampak saat mengingat kembali setiap episode kejadian itu.
Setelah pasiennya itu menyampaikan kalimat terakhir, tiba-tiba dia mengalami henti jantung, bersamaan dengan suara nyaring dari mesin rekam jantung di sebelah ranjang.
Ingatannya langsung buram ketika pasiennya itu berada di ujung kematian.
Pria itu hanya ingat, setelah menekan tombol darurat lalu melakukan resusitasi jantung, selang beberapa menit, pasiennya benar-benar tak bisa ditolong.
Kedua tangan pria itu mengepal di samping badannya.
"Jadi maksudnya, anaknya itu Arin?"
Kata-kata terakhir yang disampaikan pasiennya itu masih dia ingat sampai sekarang.
***
"Rin, sakit lo?"
"Hm? Enggak. Kenapa dok?"
Mingyu memperhatikan Arin dari atas sampai bawah. Secara fisik memang dia ga kenapa-napa, normal seperti biasa. Tapi satu yang aneh.
"Ga takut sobek itu mulut senyum terus dari tadi? Juga, lo diem-diem ngecek hape terus. Lo pacaran ya?"
"Syut, berisik dok."
Pipi Arin seketika terasa memanas begitu ingat kejadian tadi pagi. Saat Seungwoo bilang dia akan jaga Arin, pria itu menjawab pertanyaan dengan cepat.
"... dokter suka sama saya? ..."
"... ya. Saya suka sama kamu, Choi Arin ..."
Arin belum sempat bertanya lebih jauh setelah itu. Telefon dari Mingyu pagi itu mengharuskannya untuk kembali ke dalam sesegera mungkin.
"Rin, jangan lupa kerjaan lo. Habis ini ikut konferensi prof Johnny. Jangan lupa bawa data pasien sama rekam medisnya. Lima menit lagi."
Arin mengangguk, kembali ke alam sadarnya. "Oke dok."
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
After | Han Seungwoo ✔
FanfictionArin yang awalnya asing dengan kebaikan dan perhatian, kini perlahan mulai membuka mata. Hati yang tulus dan gigih dari Han Seungwoo bisa melelehkan sisi Arin yang beku. Han Seungwoo AU 19.07.20 #3 seungwoo at 180822