Di Balik Nama

445 81 8
                                    

"Dokter Arin, bisa kesini sebentar."

Arin yang baru saja keluar dari ruang operasi, sudah ditahan lebih dulu oleh kepala residennya. Siapa lagi kalo bukan dokter Kim Mingyu.

"Ada perlu apa, dok?" Tanya Arin ketika mereka berdua sudah berdiri di dekat tangga darurat, menjauhi keramaian.

"Kemarin lo kemana aja ga ngasih kabar ke gue?" Tanya Mingyu penuh selidik.

Mingyu benar-benar frustasi karena seharian kemarin Arin sama sekali tidak membalas pesannya satupun. Bahkan ketika ditelpon, Arin tidak mengangkatnya.

Perempuan itu tentu lebih memilih fokus untuk mengikuti acara dengan dewan direksi rumah sakit, dibandingkan mengurus Kim Mingyu yang hanya penasaran dengan apa yang dia lakukan di akhir pekan.

"Ada urusan penting. Maaf, ponsel saya silent." Jawab Arin dingin.

"Harusnya lo kabarin gue, Rin. Seenggaknya sekali sehari. Kalo lo kenapa-napa, gimana coba?"

Arin melepas tangan Mingyu yang meraih bahunya karena merasa tidak nyaman.

"Saya gak kenapa-napa, dok." Sahutnya singkat.

Beneran, Arin gak terlalu suka dengan sikap Mingyu yang terlalu protektif seperti ini ketika di tempat kerja.

Dan hal lain yang membuatnya merasa aneh adalah, Mingyu yang selalu berucap kalo dia ingin menjaga Arin tapi pada faktanya tidak ada yang dilakukan pria itu selain mengirimnya pesan singkat dan mengekor dirinya kemana-mana.

"Sebentar lagi prof. Sophia ada operasi emphysema, saya jadi asisten beliau. Saya permisi dulu, dokter Mingyu."

* * *

"

Jadi beneran dia anak pak menteri Choi?"

Pertanyaan Seungwoo dibalas anggukan cepat oleh Sunho. Pria yang lebih tua setahun darinya itu menyeruput kopi yang baru habis setengah.

"Sebenarnya gue suka sama cara kerja dia. Cerdas, dia bisa ambil keputusan tengah-tengah di waktu yang serba terbatas. Kalo disuruh pilih dokter residen buat bantu operasi, gue pasti pilih Arin."

Seungwoo masih mencerna cerita yang disampaikan Sunho. Satu lagi fakta yang didapatkan Seungwoo tentang sosok Choi Arin.

"Cuma ya gitu, dia kadang suka aneh-aneh. Yang paling bikin gue marah, dia suka kasih tindakan ke pasien tanpa konsultasi atau kasih tahu gue lebih dulu." Lanjut Sunho.

Tok tok tok

Obrolan dua pria itu terhenti saat pintu ruangan diketuk dari luar. Keduanya kompak menoleh ke arah pintu dimana sudah berdiri si objek pembicaraan mereka sedari tadi.

"Permisi prof Sunho. Pasien transplantasi jantung sudah selesai dipasang pompa balon intraaortik (IABP). Hasil tes darah dan uji virus sudah saya terima. HIV dan CMV nya negatif, prof," lapor Arin dengan sopan.

"Kamu, kenapa kamu jauh-jauh kesini? Kan bisa telfon saya aja." Tanya Sunho heran.

Arin mengulum bibirnya, berusaha untuk menahan diri supaya lebih sabar dan lapang dada dalam menghadapi dokter konsulennya itu.

"Dua hari yang lalu prof. Sunho meminta saya untuk melakukan laporan langsung terkait progres pasien. Jadi saya kesini setelah visit pasien rawat inap untuk menyampaikan kondisi terkini," jelas Arin panjang lebar dengan ekspresi yang datar.

Mulut Sunho membulat. Dia lupa.

Benar, dia meminta Arin untuk menghadapnya langsung untuk setiap laporan pasien. Tujuannya untuk menghindari miss komunikasi antara mereka berdua seperti sebelumnya.

After | Han Seungwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang