I'M NOT STUPID ; 60

1.4K 120 21
                                    

"Tunggu bentar ya? Aku mau siap-siap dulu." Kania mengode Mahesa untuk duduk di sofa ruang tamu setelah cowok itu menaruh koper miliknya ke dalam mobil. Malam ini Kania akan menginap di rumah Mahesa sesuai keinganan bundanya.

"Hemm, jangan lama-lama tapi," titah Mahesa seraya melirik jam tangannya yang sekarang menunjukan pukul empat sore lebih seperempat.

"Nggak lama. Kamu kalau mau minum ambil sendiri ya? Aku buru-buru takut kamu kelamaan nunggu, bibi juga lagi pulang kampung soalnya." Setelah mengatakan itu, Kania berlari menaiki tangga dan meninggalkan Mahesa yang geleng-geleng kepala melihat tingkah Kania tersebut. Cowok itu kemudian merubah arah pandangnya pada figura foto yang ada di depannya. Setiap kali Mahesa ke rumah Kania pasti foto itu lah yang selalu menarik perhatiannya. Adalah sebuah foto Kania ketika masih berumur tiga tahun yang terlihat lucu sekali di matanya.

Begitu sampai lantai dua Kania tidak langsung berjalan menuju kamarnya. Gadis cantik dengan surai di cepol itu berjalan cepat menuju kamar sang papa karena sejak tadi ia sangat penasaran dengan penangkapan papa Shella. Ini pasti ada campur tangan papanya itu karena beberapa hari yang lalu Kania bercerita mengenai Shella yang selalu mengancamnya akan mengeluarkannya dari sekolah ketika dirinya membela Lina. Gadis itu baru saja hendak sampai ke depan pintu berwarna hitam tersebut namun sosok ayahnya lebih dulu membuka pintu kamarnya.

"Loh udah pulang sayang?" Sapa Sando. "Sama Mahesa pulangnya?"

Kania menganggukan kepala. "Mahesa ada di bawah, Pa."

"Ya udah papa temenin dia dulu," timpal Sando kemudian hendak pergi namun dicegah oleh Kania. "Penangkapan Hardi Nico Mulyono karena kasus korupsi itu apa ada sangkut pautnya sama papa?" Tanya Kania tanpa basa basi.

Dapat Kania lihat papanya itu sedikit menaikkan alisnya kemudian menganggukan kepala. "Papa yang bokar kasus itu."

"But why?" Tanya Kania dengan nada tidak suka.

"Karna itu tindak kejahatan sayang."

Kania tidak puas dengan jawaban orang tua tunggalnya itu. "Aku cerita ke papa soal Shella yang selalu ngebully Lina dan ngancam mau ngeluarin aku dari sekolah karna papanya punya kuasa bukan berarti papa  harus bertindak sejauh ini."

"Orang yang selama ini neror kamu itu Shella." Perkataan Sando itu membuat Kania menganga. Sedikit terkejut namun dirinya memang pernah curiga bahwa Shella adalah pelakunya namun itu hanya angin lalu dan ia masih berprasangka baik tentang gadis itu.

Sando membenarkan letak kaca matanya. "Orang yang selama ini mencoba mencelakai mu itu adalah anak anggota dewan yang selama ini memiliki skandal."

"Tapi Pa ini sangat berlebihan," kata Kania seraya menggeleng lemah.

"Ini belum apa-apa sayang," kata Sando lagi. "Papa masih punya satu kartu AS lagi tentang dia. Siapapun yang sudah mengusik kamu nggak akan papa biarin hidup tenang."

Kania memasang wajah memelas. "Pa, Shella cuma seorang anak remaja doang. Nggak seharusnya papa bertindak sejauh ini."

"Tapi anak remaja itulah yang hampir membunuh kamu," ucap Sando yang langsung membuat Kania diam. Gadis itu hendak berbicara lagi namun ponsel papanya berbunyi membuat Kania mengurungkan niat. "Selama ini Papa sudah cukup sabar dan kini waktunya Papa bertindak. Papa angkat telfon dulu."

Setelah mengatakan itu Sando kembali masuk ke kamarnya. Menghela napas kasar Kania pun berjalan lemas menuju kamarnya. Ayahnya itu adalah tipikal orang yang cukup baik dalam menahan diri namun ketika papanya sudah turun tangan sendiri berarti hal ini sudah fatal dan Kania sudah tidak bisa membatahnya lagi.

Sampai di kamarnya Kania langsung berjalan menuju kamar mandi. Kania tidak mau membuat Mahesa menunggu lama. Untung saja semua perlengkapan menginap hingga perlengkapan selama di Bali sudah Kania masukan ke dalam koper.

[RWS#1] I'M NOT STUPID (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang