Part 16 : Let Me show You

479 77 3
                                    

"Hold me,
like you'll never let me go."


°°°

Tentu saja ancaman Jaasir pada Enzo, itu hanyalah sebuah gertakan semata, karena hari demi hari yang Jaasir rasakan adalah rasa sayang yang tulus terhadap Camilla, dan Jaasir tidak akan tega jika harus merusak masa depan seorang gadis, yang sudah berhasil mencuri hati dan pikirannya.

"Kak, makan yuk. Aku bikin steamboat suki dengan bahan seadanya, mudah-mudahan Kakak suka," Camilla mengambil mangkuk yang sudah di isi steamboat suki untuk Jaasir.

"Makasih, Milla. Apa sama Enzo, lo seperhatian ini juga?" Tanya Jaasir sambil menyuapkan makanannya sedikit demi sedikit.

"Hmm. Iya Kak," Camilla tersenyum simpul.

"Pantesan aja ya, Enzo sampe tergila-gila sama lo, soalnya lo selain cantik dan care banget."

"Makasih Kak," Camilla menambahkan lagi stemboat suki ke mangkuk Jaasir yang sudah kosong, "enak gak Kak?"

"Enak banget. Perut gue jadi berasa anget dan kenyang, kapan-kapan masakin lagi kayak gini ya?" Jaasir menaruh mangkuk kedua yang sudah kosong.

"Siap! Kakak ganteng."

"Makasih, adik cantik," Jaasir tersenyum dan berharap rona wajahnya tidak berubah, saat mendengar ucapan Camilla.

"Kak! wajah Kakak kenapa merah?" Camilla memegang kening Jaasir, yang terasa begitu panas saat menyentuhnya, "Kakak demam, Kita ke dokter ya?"

"Enggak usah, cukup istirahat nanti juga sembuh," ucap Jaasir.

"Ya udah kalau gitu, Kakak tidur ya. istirahat, gue lebih baik pulang aja, biar Kakak bisa tidur dengan tenang."

"Don't! Please stay here," suara Jaasir terdengar lemah, Jasir menatap Camilla dengan pandangan memohon.

"Hmm, ya udah bentar, Aku kompres Kakak dulu ya," dengan cekatan Camilla mengambil handuk kecil dan air dingin untuk mengompres.

"Kakak, kenapa ya bisa panas? Apa Kakak kecapean? Atau lagi radang tenggorokan?" Camilla segera mengganti kompresan yang mulai terasa panas dan merendam kembali ke dalam air dingin.

"Gak tau," Jaasir menggengam jemari mungil milik Camilla.

"Ya udah, Kakak tidur ya."

"Iyah, tapi lo jangan pulang ya? Gue sendirian di sini. gak punya siapa-siapa," entah kenapa tiba-tiba tenggorokan Camilla terasa tercekat, rasa haru yang tiba-tiba saja menyelimuti, air mata Camilla mengalir begitu saja.

"Kenapa nangis?" Tanya Jaasir, jemari Jaasir menyentuh air mata yang mengalir di pipi Camilla.

"Gak tau, sedih aja Kakak ngomong gitu."

Jaasir tersenyum lembut, "gue gak apa apa kok, udah biasa sendirian."

"Papa sama Mama Kakak, emangnya kemana?"

"Mereka udah pisah dan sudah memiliki keluarga masing-masing, dan gue lebih memilih tidak ikut dengan salah satu dari mereka, karena memilih adalah pekerjaan yang sangat menyakitkan," seru Jaasir.

"Kakak hebat," Camilla masih saja menangis.

"Biasa aja. Gue gak mau liat lo sedih," suara Jaasir semakin parau, "gue sayang sama lo Milla, maafin gue. Please, Kita balikan lagi."

Camilla terdiam sesaat, tidak tahu harus menjawab apa, tiba-tiba saja pikirannya tertuju pada Enzo yang terang-terangan sudah menyatakan perasaannya.

EnzoCamilla (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang