Satu-satunya yang terkunci di dunia ini adalah fikiranmu, sedangkan harapan dan kenyataan masih terbuka luas. Berjalanlah keluar dan coba cari, jangan hanya berdiri dan menanti.
-Joe-
"Aku juga tahu kau seorang pencuri."
"Hah? Kau kurang ajar sekali, aku bukan pencuri." Kataku memebentaknya. "Kenapa kau melihatku seperti itu?"
"Kau tidak perlu mengelak."
"Jalan itu pakai mata."
"Maaf."
"Bukankah jalan itu memakai kaki?" Tanyanya dengan wajah yang berseri, aku langsung ingat bahwa ia adalah orang yang ku tabrak saat lari dari kejaran warga hari itu.
"Aku.." Aku tidak tahu harus bicara apa, ia membuatku mati gaya.
"Aku tidak akan meneriaki atau melaporkanmu ke Polisi, Aku hanya ingin tahu apa alasanmu?" Ia memandangku dengan penuh perhatian.
"Aku tidak punya alasan." Jawabku menunduk.
"Setiap apa yang manusia kerjakan pasti punya alasan, begitupun denganmu." Katanya lagi.
"Aku harus membesarkan ke dua adikku dengan tanganku sendiri. Aku tidak punya pilihan. Aku terpaksa mencuri." Jawabku.
"Apa kau tidak bisa mencari pekerjaan lain?" Tanyanya lagi.
"Aku bahkan tidak lulus SMP, tidak ada yang mau mempekerjakanku."
"Apa kau sudah mencoba mencarinya?"
"Tidak. Aku tidak yakin akan mendapatkan pekerjaan, Aku tidak punya harapan."
"Satu-satunya yang terkunci di dunia ini adalah fikiranmu, sedangkan harapan dan kenyataan masih terbuka luas. Berjalanlah keluar dan coba cari, jangan hanya berdiri dan menanti."
===
Jalan fikiranku sedikit berubah setelah bertemu dengan Joe. Aku sering berfikir positif dan mempunyai harapan.
Aku tidak sanggup berharap banyak, tapi setidaknya aku punya harapan. Aku berusaha untuk mencari pekerjaan lain, namun nyata memang sulit mencari pekerjaan dengan modal lulusan SMP.
Aku juga tidak bisa menghindari kalau aku masih mencuri, karena setiap hari kami butuh makan dan dari mencurilah aku bisa mendapatkan uang.
Joe sering menemuiku beberapa hari belakangan, ia juga memberiku uang untuk membeli bahan makanan agar aku tidak mencuri.
Baru pertama kali aku bertemu dengan orang yang benar-benar peduli pada diriku. Sebelumnya tidak ada yang peduli bahkan diriku sendiri tak peduli dengan diriku. Sedikit rumit hidupku.
Aku mendapatkan banyak pelajaran tentang perjuangan hidup, tentang ke ikhlasan dan kesabaran.
Jika bicara dengan Joe aku seperti berhadapan dengan Ayah. Ia mirip seperti Ayahku. Ia bicara seolah mengenal dan tahu persis siapa diriku. Ia menanggapi ku seperti sudah pernah ada di posisiku.
Aku mulai nyaman dengan dirinya, tapi aku tidak akan mudah untuk jatuh hati, ia ku anggap sebagai jelmaan Ayahku yang sudah meninggal.
Joe sudah menjadi pengganti Ayahku yang baik.
"Lena, jika kau mau aku bisa membantumu untuk mendapatkan pekerjaan di sebuah mini market." Tanya Joe saat aku bertemu dengannya setelah ia pulang sekolah.
"Aku tidak tahu apa aku bisa atau tidak." Kataku pada Joe.
"Kau bisa coba, kau bisa belajar pelan-pelan. Kalau tidak betah kau bisa berhenti." Joe menyemangati ku, Joe semakin mirip dengan Ayah yang selalu menyemangati ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK LIFE✓
Teen FictionHidup tanpa arah di temani kegelapan. Ini Aku, yang disiksa gelap dan menuggu pagi datang. Menunggu untuk membawaku pergi dari gelap malam. Ini Aku, yang terlelap dalam kehampaan dan kebisuan hati yang meminta untuk di isi. Ini Aku, yang be...