31| Aku Merindukanmu

40 5 5
                                    

Ternyata lebih menyenangkan berada didunia lain.dari pada dunia sendiri.

Aku berada di tempat putih, seluruhnya putih, tidak ada celah hitam yang terlihat, sejauh mataku memandang tidak akan terlihat sedikitpun hitam. Aku juga berpakaian putih.

Aku melihat sebuah pintu yang akan di buka. Apa itu pintu surga? Apa aku sudah mati? Aku mengusap-ngusap pipiku dan mencubitnya, apa aku mimpi? Atau memang sudah mati?

"Halo? Ada orang disini?!" Teriakku. Tapi tidak ada jawaban hanya ada pantulan gema dari suaraku.

"Nak?" Seseorang menggenggam pundak ku dari belakang, mengagetkanku.

"Astaga." Kataku sambil berbalik melihatnya.

"A-ya-h?" Kataku terbata-bata mengucapkannya, melihat seseorang yang ada di depanku saat ini.

"Alena?" Kata ayah sambil membuka tanganku meminta aku memeluknya.

Aku langsung memeluk ayah dan menangis di pelukan ayah. "Ayah, aku merindukanmu." Kataku masih di dalam pelukannya.

"Ayah juga merindukanmu." Balas ayah sambil mengusap-usap rambutku lembut.

"Bagaimana kabar ayah? Apa ayah baik? Aku selalu memikirkan bagaimana keadaan ayah, aku selalu rindu pada ayah." Kataku sambil melepaskan pelukan ayah dan menatapnya.

"Kau tidak perlu memikirkan keadaan ayah, ayah pasti baik-baik saja, sama seperti terakhir kau melihatku. Seharusnya ayah yang bertanya bagaimana kabarmu?" Kata ayah lagi.

"Aku baik, setelah bertemu dengan ayah aku semakin baik." Kataku lagi. Ayah kembali memelukku melepaskan rindunya.

"Maafkan, Ayah." Katanya dengan nada sendu menahan tangis.

"Apa? Kenapa ayah minta maaf?" Tanyaku.

"Apa ayah meninggalkan beban yang terlalu berat untuk kau sandang sendiri?" Kata Ayah dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.

"Tidak! Ayah tidak pernah meninggalkan beban. Aku, aku yang selalu menjadi beban untuk ayah." Kataku lagi sambil memeluk ayah. "Oh ya, apa aku akan dengan ayah?" Tanyaku lagi.

Ayah menggandeng tanganku dan membawaku berjalan beriringan dengannya. "Ayo." Kata Ayah dan aku berjalan dengan tanganku yang di genggam ayah.

"Ayah, apa ayah tahu ada seseorang di kehidupanku yang persisi seperti ayah?" Kataku sambil berjalan.

"Benarkah? Seperti apa dia? Apa dia mirip dengan wajah ayah?" Tanya ayah sambil menyusap pipinya.

"Tidak." Jawabku dengan di iringi tawa karena respon ayah yang lucu. "Dia selalu ada untukku, membantuku, menyemangatinku, mengusap air mataku kala aku menangis, menghiburku saat aku murung. Sama seperti ayah." Kataku menjelaskannya.

"Wah, berarti dia sudah berjasa menjaga putri ayah. Apa kau tidak sedih meninggalkannya?" Tanya ayah. Aku tertegun dan berhenti melangkah.

"Sedih? Meninggalkan?"

Aku kembali menggenggam tangan ayah dan membawanya segera berjalan. "Tidak, untuk apa seseorang yang mirip jika aku bisa bersama yang sebenarnya?"

"Baiklah. Kalau begitu, ayo."

"Alena, sudah sadar? Alena, bisa kau melihatku?"

Drap, drap, drap,

Aku dan ayah sampai pada sebuah pintu, ayah membuka pintunya dan memintaku untuk masuk. "Ayah, pintu apa ini?" Tanyaku masih bingung.

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang