Sudah kuduga, setelah bahagia yang singkat ada kekacauan yang luar biasa
-_-Anak laki-laki itu berlari entah ingin kemana dan tidak sengaja menabrak ku yang sedang mengintip.
"Kau?" Katanya menunjuk mukaku dengan wajah heran. "Bukankah kau kakak Maya?" Katanya lagi sambil berfikir.
Aku langsung berlari dari hadapannya tidak ingin menjawab pertanyaannya. "Hei!" Panggilnya. Tapi aku terus berlari menjauhinya.
Untung saja aku bisa lolos darinya, kalau tidak mungkin Maya akan lebih marah lagi padaku. Aku tidak menyangka Maya ternyata diam-diam peduli padaku. Ia membelaku di depan orang-orang yang mengejekku.
Aku terlalu berfikir buruk padanya. Dengan adanya kejadian tadi, kekhawatiran ku terhadap Maya berkurang, aku yakin Maya juga menyayangiku. Ia pasti tidak akan meninggalkanku. Aku harus percaya itu.
Harusnya aku tidak memperlakukannya dengan buruk, ia memang keras kepala. Tapi, ternyata dibalik itu ada kepedulian yang sangat berkesan bagiku.
Aku akan kembali bekerja, ditempat kerjaku yang lain. Bekerja di dua tempat dalam sehari cukup melelahkan bagiku. Tapi tak apa, semua ini kulakukan demi adik-adikku.
Aku sangat semangat sekali hari ini. Seperti mendapat sebuah ramuan semangat hidup. Aku masih tidak percaya Maya membelaku. Aku berjalan sambil bernyanyi-nyanyi menuju toko. Sesekali aku melompat-lompat kegirangan.
"AKU SANGAT BAHAGIA." Kataku berteriak sambil berlari dan tertawa puas. Beberapa orang pejalan kaki melihatku heran, tapi aku tidak peduli dengan mereka. Aku melanjutkan larian ku dengan gembira.
Ting, tring,
Bunyi suara lonceng pintu karena aku membukanya.
"Ah, Alena. Baguslah kau sudah datang. Aku ada keperluan mendadak." Kata rekan kerjaku yang bekerja sif pagi, ia segera melepas seragamnya dan pergi dengan bergegas. "JANGAN LUPA BERSIHKAN DAPUR!!" Katanya berteriak dari pinggir jalan.
"BAIKLAH." Jawabku berteriak karena ia jauh.
"AKU PERGI." Katanya melambaikan tangannya dan masuk kedalam busnya. Aku membalas lambaiannya sambil tersenyum melepasnya pergi.
"Dah."
"Baiklah, mari bekerja." Aku diminta untuk membersihkan dapur. Aku akan segera membersihkannya.
Saat sampai di dapur, pemandangan yang sungguh membuatku emosi. Seseorang di dapurku, dengan tidak elitnya mengacak-acak peralatan, seolah-olah ia adalah chef.
"Ah, akhirnya kau datang. Aku sudah menunggumu." Katanya dengan sangat santai.
"Tan!" Panggilku dengan suara kasar yang di penuhi amarah. "Cafe ini taman bermain bagimu?" Tanyaku dengan mata melotot. "Aku akan kena hukuman karena ini."
"Aku tidak peduli." Katanya masih dengan raut wajah santai. Sekarang aku mengerti kenapa rekan kerjaku bergegas pergi. "Kau bahkan bersihkan minuman yang ku tumpahkan, bukan?" Katanya lagi tanpa rasa bersalah. Bahkan ucapannya di iringi dengan senyum tipis. "Memangnya apa tujuanmu bekerja, bukankah untuk membereskan ini semua?" Tanyanya lagi semakin menyulut emosiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK LIFE✓
Teen FictionHidup tanpa arah di temani kegelapan. Ini Aku, yang disiksa gelap dan menuggu pagi datang. Menunggu untuk membawaku pergi dari gelap malam. Ini Aku, yang terlelap dalam kehampaan dan kebisuan hati yang meminta untuk di isi. Ini Aku, yang be...