11| Mendekati

206 5 1
                                    

Aku melalui sebuah toko berlian yang memamerkan sebongkah berlian yang indah di kacanya. Seorang pegawainya sedang membersihkan tempat itu, ia tersenyum sambil menunduk padaku saat aku memperhatikannya.

"Cepat cepat, ayo cepat."

"Alena, kau bisa membawanya."

"Tentu."

"Bagus, ayo pergi sebelum ada yang menyadari."

"Kita akan kaya, mendapatkan emas ini."

Joe menyadari bahwa aku berlari ke arahnya, ia berbalik dan menungguku untuk sampai di tempatnya. Akhirnya aku sampai di depannya. Ia menatapku sedikit serius.

Nafasku masih belum stabil karena berlari. Payungku juga hampir rusak karena kubawa berlari. Aku menenangkan nafasku sebentar sebelum bicara.

"Ada apa?" Tanya langsung saat aku sedang mengambil nafas panjang agar tidak susah berbicara.

"Jas mu, aku lupa memberikannya." Aku mengulurkan tanganku yang memegang jas padanya.

Ia mengambil jas itu ditangan ku dan mengangkatnya, "Kau berlari di tengah hujan hanya untuk memberikan ini padaku?" Tanyanya padaku, nada suara seperti memarahiku.

"Aku hanya tidak mau kau kedinginan." Kataku membela diri, aku rela berlari di tengah hujan agar ia tidak kedinginan tapi ia malah memarahiku. "Ya sudah, aku akan pulang." Kataku pergi meninggalkannya dengan perasaan kesal padanya.

"Aku juga tidak ingin kau kedinginan karena aku." Ujarnya sebelum aku terlalu jauh, aku masih bisa mendengarnya, aku berhenti dan tertegun dengan ucapannya.

Aku berbalik dan menatapnya yang ada di belakangku. "Benarkah?" Tanyaku memastikan, ia pelan-pelan menunduk mengiyakan pertanyaan ku. Hujan sudah reda tidak ada lagi tetesannya turun.

"Aku akan mengantarmu pulang." Ujarnya menarik tanganku.

"Tidak aku yang akan mengantarmu pulang." Kataku menarik tangannya kearah yang berlawanan. Ia sedikit menolak dengan menarikku kearahnya, aku yang tidak siap dengan perlawanannya tertarik ke hadapannya.

Ekpresi tegang saat menatapnya membuatku deg-degan, mata yang bersih, hidung yang mancung dan rambut yang terurai ke kedepan. Wajahnya begitu sempurna, ia tampan seperti artis Korea. Aku tersenyum saat memikirkan itu semua. Apalagi ia juga menatapku, jantungku tidak bisa berdetak dengan normal saat inj, apa ini? Mengapa aku gugup saat di depannya?

"Hei, kenapa kau tersenyum?" Tanya Joe saat aku menatapnya dengan sedikit tersenyum.

Aku kaget dan keluar dari dunia lamunanku dan berjalan mundur darinya, aku bingung dan malu karena memandangnya dengan senyuman. "Duh, bodohnya aku." Kataku dalam hati sambil menepuk jidat tertunduk. "A.. a.. aku, hanya terkesan padamu." Kataku menjawab pertanyaannya.

"Terkesan? Apa yang membuatmu terkesan?" Tanya Joe lagi, aku semakin tersudut. "Apa kau terkesan dengan ketampanan ku?" Katanya dengan gaya sok kerennya dihadapanku. Aku memandangnya yang sedang bergaya, aku luluh saat ia mengibaskan rambutnya. Aku tersenyum dengan kepala miring memandangnya, aku perlu mengakui, bahwa ia memang tampan.

Saat itu juga aku langsung sadar. Ia sedang sombong di depanku. Aku sedikit menyesal mengatakan aku terkesan padanya. "Sudahlah, lupakan." Kataku membuang muka. "Kau pulang sendiri saja, biar aku juga pulang sendiri." Kataku dan menunggu respon darinya.

"Kenapa kau tidak jadi mengantarku?" Tanyanya saat aku memilih jalan tengah, karena sedari tadi kami berebut mengantarkan satu sama lain.

"Aku tidak ingin cinta pertamamu melihat kita bersama." Jawabku seadanya. Ia menyergitkan keningnya berpikir.

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang