35| Hidup yang Gelap

35 5 0
                                    

Kalau kau berusaha dan berhasil suatu saat. Maka kenangan pahit yang kau rasakan saat ini akan menjadi cerita manis hari itu. Tapi jika kau gagal, maka semua kenangan manis akan menjadi sesuatu yang buruk dihari nanti.

Wanita Tua yang tidak kukenal.

"Kau adalah anak yang paling disayang oleh ibu dan ayahmu, dibanding adik-adikmu kau istimewa. Dan aku juga tahu bahwa anak kesayangan sangat menyayangi ayahnya, karena itu aku meminta ibumu untuk membunuh ayahmu."

"Apa kau tidak pernah berfikir kenapa ayahmu mati begitu saja. Ayahmu dinyatakan sakit jantung, tapi ayahmu tidak pernah marah. Kau ternyata bodoh, tidak bisa menyadarinya."

"Dan malam itu juga aku memintanya untuk meninggalkan anak-anaknya, setelah itu menikah denganku. Ibumu masih mengawasi kau dan adik-adikmu saat itu. Kau mungkin tidak sadar, tapi kau selalu mencuri dari ibumu."

Apa aku sebodoh itu tidak menyadarinya? Apa aku terlalu polos untuk tahu semuanya? Aku terlalu terbuai dengan dendam sampai tak pernah menganalisa apa yang terjadi.

Inikah yang ayah bilang harus aku ketahui? Kenyataan macam apa ini? Kenapa begitu sakit untuk ku terima.

Aku berlari, walau kakiku masih lemas. Aku berlari menuju sekolah Maya, tapi tidak ada. Maya tidak masuk sekolah hari ini. Ternyata benar, ibu... Pergi membawa adik-adikku.

Kakiku sudah tidak bisa bergerak lagi. Rasanya aku sudah lumpuh dan tak berdaya. Langit menyetujui perasaanku hujan mulai turun, membasahi seluruh kota.

Aku menangis dibawah hujan, karena kehilangan adik-adikku. Inikah akhirnya? Seperti inikah akhirnya? Seseorang berdiri dibelakang ku sambil menggenggam payung dan menutupi kepalaku.

Aku menegakkan kepala melihatnya, seorang wanita tua. "Berdirilah nak." Katanya sambil mengulurkan tangannya, aku menjabat tangannya dan berdiri.

Aku duduk di pinggir trotoar dan menatap jalanan dengan tatapan kosong. Tanpa harapan, tanpa semangat.

Untuk apa lagi aku hidup? Bukankah semuanya sudah selesai? Tugasku sudah selesai menjaga adik-adikku. Jadi selamat tinggal dunia, aku akan segera pergi.

Aku berdiri dan menatap jalanan dengan tatapan kosong. Saat lalu lalang jalanan yang ramai walau di tengah hujan. Aku dengan sangat nekat berlari ke tengah jalan.

Mungkin banyak orang yang akan berfikir dua kali atau seratus kali untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Tapi tidak denganku.

Bruk!!

Kepalaku menghantam pinggiran trotoar, setengah badanku masuk kedalam selokan. Aku baru saja di dorong oleh seseorang sesaat sebelum aku di tabrak oleh sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Aku berdiri sambil menggenggam kepalaku yang berlumuran darah. Mataku rabun dan kepalaku pusing karena baru saja terbentur trotoar. Aku berjalan sempoyongan kearah seseorang yang baru saja tertabrak karena berusaha untuk menyelamatkanku.

Sebelum aku sampai kearahnya ia sudah lebih dulu berdiri dan membantuku berjalan.

Setelah duduk di halte aku masih menggenggam kepalaku sakit.

"Apa kau sudah gila? Kau mau mati?" Sergahnya memarahiku. Aku hanya diam sambil mengusap-usap kepalaku. "Apa kau tahu apa akibat dari perbuatan mu?" Katanya lagi. "Apa kau tahu? Alena? Kau bisa mati!!"

"Aku tahu. Aku tahu aku akan mati. Lalu kenapa kau menolongku? Kenapa kau peduli padaku?" Tanyaku balik marah padanya. Mengapa ia selalu memarahiku.

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang