30| Tenggelam

36 5 0
                                    

Katanya orang yang mementingkan diri sendiri itu tidak akan bahagia. Dan untuk bisa bahagia, aku harus memenuhi keinginan orang lain.

Saat sebelum masuk gang gelap menuju rumahku.

Drett, drett, drett,

Salah satu ponsel berdering di sakuku. Aku merogoh isi saku dan mengeluarkan kedua ponsel yang bersarang di sana. Bukan ponselku yang mendapat panggilan. Tapi ponsel yang ku temui saat itu yang mendapatkan panggilan dari kontak bernama BOSS.

Aku akan mengangkatnya. Karena ini rasa penasaran yang sudah lama membuatku susah tidur. Akhirnya aku akan tahu siapa pemilik dan orang yang selalu mengirim pesan pada ponsel ini. Orang yang mempunyai ponsel ini pasti pernah lewat di depan rumahku.

Tapi sebelum itu, aku melihat sesosok bayangan keluar dari gang gelap itu. Sambil menyeret-nyeret kakinya ia berjalan mendekatiku. Orang itu menegakkan wajahnya dan tersenyum padaku, seorang pria 20-an. Ia menghela nafas dan memasukkan tangannya kedalam saku.

Aku berjalan mundur pelan-pelan menjauhinya. Orang itu terus mendekat, sampai aku berlari dan ia mengejar ku. Tapi lari ku tidak terlalu kencang untuknya. Ia menahan leherku dengan tangannya dan mengunci tanganku di belakang.

Ponsel yang ada dalam genggamanku terjatuh. Aku berusaha untuk melepaskan diri darinya. Tapi cengkramannya cukup kuat. Muak dengannya, aku menginjak kakinya. Membalikkan jarinya membuatnya meringis kesakitan.

Aku menyiku perutnya dan dagunya lalu membanting tubuhnya kelantai. Orang itu meringis kesakitan sambil mengusap dagunya.

"Beraninya kau macam-macam denganku." Kataku sambil membersihkan tanganku dan mengambil ponsel yang ku jatuhkan.

Saat aku melihat layar ponselnya, ternyata panggilannya tersambung. Aku tidak menyadarinya saat di serang tadi. Karena jatuh layar ponselnya juga retak.

"Halo?" Kataku pada seseorang di sebrang telfon. Aku sedikit heran mengapa ia tidak menutup telfonnya padahal sudah jelas tidak ada yang bicara padanya. Aku semakin pemasaran dengannya.

"Halo." Jawabnya. Suara berat, sepertinya ia adalah laki-laki paruh baya. Aku punya firasat buruk, tentang pemilik ponsel ini.

"Apakah ponsel ini milik temanmu, aku menemukannya beberapa hari yang lalu didepan rumahku." Kataku menjelaskan padanya.

"Bagaimana kabarmu..." Tanyanya, nada suaranya menunjukkan bahwa ucapannya belum selesai. Aku semakin bingung, bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku menemukan ponsel ini? Jadi, kenapa ia malah bertanya seolah aku orang yang ia kenal? Semakin mencurigakan.

"Maaf sebelumnya. Tapi tuan, aku bukan..." Kataku, tapi terjeda karena ucapannya.

"...anak tiri ku?" Lanjutnya. Aku tertegun dengan ucapannya. Aku berusaha untuk memahami semuanya. Tapi tetap saja pikiranku tidak bisa menjelaskan pada hatiku apa yang di ucapkan.

"Kau petarung." Katanya yang masih terbaring di lantai.

"Untuk hidup dalam dunia gelap aku sudah mempersiapkan semuanya." Kataku spontan. Aku masih kaget dan mencoba untuk mencernanya. "Karena orang sepertimu." Tambah ku.

"Benarkah? Sepertinya kau melewatkan sesuatu." Tanyanya sambil bangkit. "Tapi, bagaiman dengan ini?" Katanya sambil mengeluarkan sebilah pisau. Jika sudah berurusan dengan benda tajam aku sama sekali tidak berani. 

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang