12| Bohong dan Maaf

179 5 0
                                    

Kebohongan adalah kata termanis yang selalu terucap. Begitupun maaf pembalut luka yang sangat ampuh untuk menutupi kesalahan dalam berbohong.

"Aku akan memperkenalkan mu dengannya jika waktunya sudah tepat." Ujarnya. Aku memandangnya sambil menaikkan sebelah alisku.

"Memangnya kenapa? Mengapa harus menunggu? Apa ada rahasia? Siapa dia sebenarnya?" Aku menyerangnya dengan semua pertanyaan yang ada di kepalaku.

"Tidak! Dia sedang sibuk sekarang, nanti saja jika ia sudah tidak sibuk." Jawabnya dengan sedikit senyum yang dibuat.

Aku mengecilkan pandangan mataku karena senyumnya, ia terlihat panik, tapi masih bisa mengontrol agar bisa tenang. "Kau berbohong padaku?" Tanyaku dengan tatapan horor kehadapan wajahnya. 

"Tidak." Jawabnya masih dengan senyum paksa itu, jelas sekali senyum itu menutupi rasa panik.

"Baiklah aku percaya, kalau begitu aku harus pergi sekarang. Dah." Aku melambaikan tanganku dan pergi dari rumah. Joe membalas lambaianku.

Aku berencana untuk mencari pekerjaan di tempat makanan atau toko. Aku sudah mencoba di beberapa tempat tapi tidak ada dari mereka yang berniat mempekerjakanku. Aku tidak putus asa tapi ini memang menguji kesabaran ku. Aku sudah bertekad untuk berubah, tapi dunia ini terlalu menyiksaku dengan semua penderitaan yang ia punya.

Aku berjalan melamun di trotoar memikirkan kemana aku akan melangkah. Matahari itu memberikan harapan padaku tadi pagi, ia tersenyum dan menyemangatiku. Apa akhirnya begini? Aku tidak mendapatkan apa-apa dari langkah pagi ceria yang ku bawa untuk mencari pekerjaan demi semua hutang yang mengejarku.

Seorang gadis berjalan didepanku, dengan gaya sombongnya ia menaikkan sedikit kepalanya agar terlihat elegan. Aku tidak suka dengan gaya yang terlalu berlebihan dalam berpakaian. Baju minim, kaca mata hitam, topi, sepatu dan dilengkapi dengan tas kecil yang ia genggam di tangan kirinya.

Ia berjalan dengan cepat dan menabrakku. Barang-barang yang ia bawa berceceran kemana-mana karena terjatuh. Ia hanya duduk di atas trotoar sambil mengeluh sakit, aku tidak terjatuh, tidak ada satupun dari barang ku yang berceceran, aku hanya memperhatikannya yang sedang duduk sambil mengelus-elus kakinya.

Aku tidak merasa bersalah, karena ia yang menabrak ku. Aku juga tidak berniat membantunya karena ia terlihat sombong dan aku tidak suka orang sombong. Aku ingin untuk pergi meninggalkannya, berpura-pura tidak tahu ia jatuh. Tapi ia memegang kakiku dan berkata. "Apa kau akan meninggalkanku?" Matanya persisi dengan mata seseorang. Suaranya, rasanya aku pernah mendengar suara itu.

"Cepat cepat, ayo cepat."

"Alena, kau bisa membawanya."

"Kita akan merampok disini lagi, apa kalian gila? Disini banyak penjaga."

"Bagaimana kalau hari ini kita membobol museum, di sana pasti banyak barang-barang berharga."

Suara itu, sering aku dengar bahkan dulu suara itu selalu disampingku. Aku membuka topi dan kaca matanya untuk memastikan siapa dia. Saat aku membuka kaca matanya aku langsung mengenali siapa perempuan ini, ia tersenyum dengan menunjukkan giginya padaku.

"Helen?" Tanyaku memastikan karena aku masih ragu dengannya.

"Hei, apa kabar denganmu?" Tanya Helen balik padaku, ia berdiri dan memungut semua barangnya yang jatuh dan memasang kembali topi dan kaca matanya yang aku ambil.

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang