25| Lebih Kejam

52 5 10
                                    

"Kau bilang padaku ibu jahat, benar. Ibu jahat. Tapi kau lebih buruk dari ibu."

Saat semuanya menjadi kacau, aku bahkan tidak bisa mengendalikan satupun dari apa yang terjadi.

Kakiku berhenti melangkah, hatiku tertegun, senyumku memudar. Aku berdiri tegap, langkahnya terhenti, memanadangannya dengan tangan didalam saku, punggungnya membawa sebuah tas. Aku tidak ingin pergi ataupun berdiri di hadapannya seperti ini.

Matanya berurai air mata, kakinya kaku, mulutnya bisu. Aku jadi ikut berkaca-kaca karenanya. Aku berlari kearahnya dan langsung memeluknya.

"Permisi."

Aku menenggelamkan kepalaku di pundaknya.

"Permisi, Nona."

Aku ikut menangis di pelukannya.

"Permisi, Nona kau menghalagi antrian."

Aku kaget saat ada seseorang yang menepuk pundak ku. Aku mengalihkan pandanganku segera padanya.

"Nona, kau mengahalangi antriannya." Aku mencerna apa yang terjadi. Aku berdiri di depan kasir, dengan banyak pembeli di belakangku memasang wajah kesal karena aku terlalu lama di kasirnya.

"Maafkan aku." Aku membayar pesanan ayam ku dan segera pergi.

"Maaf." Aku berjalan kebelakang sambil sesekali menunduk meminta maaf karena membuat mereka menunggu lama.

"Ada apa denganku?" Aku bingung sambil berjalan bergumam sendiri apa yang terjadi. "Apa baru saja aku melamun? Begitu khawatir, 'kah aku?" Kataku sendiri seraya menggeleng-gelengkan kepalaku disertai dengan tawa kecil. "Aku semakin tidak normal saja."

===

Saat sampai di rumah aku di sambut dengan sebuah pemandangan yang sama sekali tidak kusukai. Aku baru saja membuka pintu lebar-lebar disertai senyuman, namun luntur seketika saat melihatnya, aku menutup kembali pintu dan pergi.

"Kakak!" Maya keluar berlari mengejar ku.

Aku semakin cepat melangkahkan kakiku, semakin cepat, sampai akhirnya aku berlari. Berlari menjauhi Maya yang sedari tadi berada di belakangku untuk mengejar ku.

"Kakak!" Larian ku tak cukup cepat untuk Maya, ia berhasil menangkap tanganku dan memberhentikan ku.

"Apa?! Sekarang apa?!" Tanyaku langsung padanya.

"Kakak, aku tidak ingin memperpanjang semuanya, aku hanya ingin kita berkumpul kembali, ibu bilang ia akan memperbaiki semuanya. Kita akan hidup bersama dan bahagia." Maya menggenggam tanganku meminta persetujuan, membujukku, merayuku.

"Itukah yang kau inginkan?" Tanyaku dengan suara gemetar.

"Ya." Jawabnya singkat, ia tak mampu menatap mataku.

"Apa kau tidak pernah memikirkan bagaiman perasaanku? Apa kau tak pernah berfikir bahwa yang kulakukan ini demi kebaikanmu?"Tidakpaskan tanganku dari genggamannya, Maya menunduk hampir menangis.

"Aku tidak ingin hidup sepertimu, aku tidak ingin hidup tanpa kasih sayang orang tua, jadi beri ibu kesempatan untuk menjadi orang tua kita lagi." Tangisnya semakin tersedu-sedu.

"Kau ingin dia menjadi ibu kita lagi? Apa kau masih tidak mengerti apa yang sudah dilakukannya pada kita? Padaku? Padamu? Pada Dion? Orang yang kau panggil ibu membuang anak-anaknya pada malam hari dimana suaminya meninggal. Apa itu tidak cukup membuatmu paham, betapa kejinya perempuan itu?" Ucapku lagi, penuh penekanan di setiap kata yang ku ucapkan.

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang