"Bukankah setiap yang bersalah berhak mendapatkan kesempatan kedua dan memperbaiki kesalahan yang ia perbuat?"
-Joe-
"Oh begitu ya, tapi yang kulihat sepertinya ia orang yang baik. Ia datang ke rumahmu kemarin." Kata Joe memberi tahuku.
"Apa?!" Aku membulatkan mataku menatapnya tajam. Kesalahan pertama yang ia ucapkan adalah mengatakan bahwa orang yang dulu ku panggil ibu adalah orang baik dan yang kedua adalah Joe tidak memberi tahuku bahwa ia kemarin ke rumahku. "Kenapa kau tidak memberitahuku dari tadi? Atau kemarin." Kataku dengan nada yang agak tinggi.
"Kapan aku bisa mengatakannya padamu? Saat kau datang sebenarnya aku ingin memberitahumu tapi apa yang terjadi?" Katanya membela diri.
"Apa yang dilakukannya pada adik-adikku?" Tanyaku lagi, emosiku semakin menjadi-jadi.
"Dia membawa adik-adikmu jalan-jalan." Jawabnya santai.
"Kenapa kau membiarkannya?" Segah ku hampir membentaknya.
"Karena ia orang yang baik, lagipun ia ibumu bukan?" Joe berusaha untuk membuatku mengerti. Tapi seharusnya aku yang membuatnya mengerti bahwa orang itu bukanlah orang yang baik.
"Dia bukan ibuku dan dia bukan orang baik. Camkan itu." Kataku tegas dan pergi meninggalkannya. Walaupun aku tahu bahwa Joe tidak mengerti keadaannya, tapi aku tetap tidak suka jika ada orang yang menganggap baik dia.
"Sejahat apapun dia, dia masih ibumu." Ucap Joe berteriak sambil berlari mengikutiku.
"DIA BUKAN IBUKU!!!" Aku berteriak kesal bercampur marah karena ia terus menyulut kemarahan ku dengan membicarakan tentang ibu. "PERGI SAJA SANA JIKA LEBIH BERPIHAK PADANYA, APA YANG DIJANJIKANNYA PADAMU SAMPAI-SAMPAI KAU MEMBUJUKKU SEPERTI INI?" Nafasku bergemuruh karena harus berteriak.
Joe pelan-pelan melangkah mendekatiku dan menaruh tangannya di pundak ku, ia mengelus-elus pundak ku agar emosiku mereda. Tapi itu tidak akan bisa membuatku tenang, karena ia masih membela wanita biadab yang sudah membuang ku. "Aku tahu dan mengerti bagaimana perasaanmu, kesalahan yang dilakukan ibumu sangat-sangat fatal sampai membuatmu membencinya. Tapi kesalahan yang diperbuat ibumu tidak se fatal ibuku." Ucapanya menunduk. Joe menurunkan tangannya dari pudakku dan memasukkan kedalam sakunya.
Aku menaikkan sebelah alisku berusaha untuk memikirkan ucapannya. "Ibumu meninggalkanmu dulu dan sekarang ia kembali dengan kata maaf. Tapi ibuku, ia meninggalkanku dulu dan tidak menyisakan kata maaf untuk bisa ku tangisi. Tidak ada yang bisa kupeluk untuk menyatakan rindu, bahkan makam yang ingin ku taburi bunga karena jasad ibuku jatuh ke jurang dan tak ditemukan." Joe berdiri menatap jalan sambil bicara. Matanya berkaca-kaca menahan tangis, namun ia masih bertahan untuk tetap tersenyum memandangku agar lebih kuat darinya.
"Kau tidak sepertiku, ibumu masih berusaha untuk meminta maaf dan memperbaikinya. Sedangkan aku menghampiriku dalam mimpi pun ia tidak pernah. Harusnya ia tahu bahwa aku sangat merindukannya." Air matanya sudah tak terbendung. Baru saja air matanya melalui pipinya, Joe langsung mengusapnya dan tertawa kecil memandangku. "Ah, aku jadi curhat padamu."
"Tapi, aku harap kau bisa memaafkan ibumu." Lanjutnya.
"Tidak, ibumu tidak sama dengan ibuku. Ibuku membuang kami karena kebenciannya. Sedangkan kau, ibumu tidak pernah membencimu." Kataku berusaha membuatnya paham betapa kejamnya ibuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK LIFE✓
Teen FictionHidup tanpa arah di temani kegelapan. Ini Aku, yang disiksa gelap dan menuggu pagi datang. Menunggu untuk membawaku pergi dari gelap malam. Ini Aku, yang terlelap dalam kehampaan dan kebisuan hati yang meminta untuk di isi. Ini Aku, yang be...