20| Buronan

77 5 0
                                    

Setelah hatiku melalui rehabilitas, ternyata banyak mamalia busuk mengejar ku dengan obsesi di kakinya. Mengenakan ideologi subjektif di kepalanya serta rumor-rumor konyol di panca inderanya. Tak jarang mereka menembaki ku dengan kebencian. Mataku buta, telingaku tuli, mulutku bisu.

Namun terima kasih dengan begitu aku tidak perlu lagi mendengar, mencium, melihat apalagi merasa. Karena bangkai binatang sampai kapanpun akan jelek rupa.

Ia menuntunku berjalan, mengajariku mendengar dan melihat. Menjelaskan apa sebenarnya yang ku lalui.

Akhirnya aku terbiasa dengan segalanya tentang sakit dan kecewa hidup, perih dan sesaknya penderitaan.

Awal aku bertemu dengannya menjadi pintu baru aku bahagia. "Apa aku mencintainya?"

===

"TANGKAP DUA BERANDAL ITU!! PASTI MEREKA YANG MENCURINYA." Suara teriakan mereka semakin dekat. Aku tidak tahu harus bersembunyi dimana.

Aku berjalan mondar-mandir mencari tempat bersembunyi, tapi tidak ada apa-apa disini. Mereka sudah sampai didekat ku. Aku sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi.

Joe menarik tanganku untuk bersembunyi di ruang kecil di samping tempat sampah.

"CEPAT CARI DAN TANGKAP MEREKA!!"

"Aku yakin merekalah yang telah mengambilnya, KERAHKAN SEMUA UNTUK MENCARI MEREKA! MASUKKAN KEDALAM BERITA DAN PASTIKAN MEREKA BURONAN YANG KABUR DAN HARUS DI TANGKAP!!"

Mereka berdiri tepat di depan aku dan Joe bersembunyi. Aku menahan nafas sambil memejamkan mata. Kecoak? Ini adalah tempat sampah wajar aku melihatnya. Tapi aku tidak takut. Bagaimana dengan Joe? Apa dia takut? Tidak mungkin dia kan laki-laki.

Tapi siapa sangka ia hampir berteriak saat melihat kecoak itu. Aku langsung menutup mulutnya dengan tanganku. Sambil berisyarat diam dan menundukkan kepalanya.

"Siapa itu?" Tanya salah seorang yang ada di luar.

Joe membulatkan matanya karena takut pada kecoak yang ada di bawah kakinya. Tanganku masih ada di mulutnya, aku tidak mau ia berteriak dan semua orang akan tahu kami disini.

Aku melemparkan kecoak itu keluar. Hak yang tak ku sangka terjadi.

"AAAAAA!?" Teriaknya karena melihat kecoak itu terbang di wajahnya.

Sontak semua orang melihatnya, "AAAAAA?!" Semua yang ada di sana berlari menjauh darinya. Hatiku geli sekali melihat mereka yang berotot besi takut pada binatang kecil. Bahkan mereka berteriak seperti wanita yang ketakutan.

Aku sampai melupakan mulut Joe yang ku sumpel dengan tanganku. Ia berkeringat, apa ia menahan nafas? Menahan kencing atau apa?

Ia kelihatan sangat ketakutan. "Kau kenapa? Mereka sudah pergi kau tidak perlu takut lagi?" Kataku menenangkannya.

"Seharusnya aku yang takut." Kataku dalam hati karena ia sangat-sangat ketakutan.

Pelan-pelan dengan gemetar tangannya menunjuk kearah belakang yang mempertunjukkan keluarga besar kecoak yang bersiap terbang dan menyerang. Aku langsung menarik tangan Joe keluar dari sana. Ia sepertinya sudah tidak bisa lagi berjalan karena kakinya gemetar ketakutan.

Keluarga besar kecoak itu terganggu dengan kami yang bersembunyi di halaman rumahnya. Setelah beberapa menit duduk sambil menunggu Joe menenangkan diri dan kakinya, walau tidak mungkin karena ia masih berada didepan rumah kecoak.

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang