05| Dendam Masa Lalu

337 7 0
                                    

Jika dia bisa membuang ku seperti sampah, maka Aku akan berdiri layaknya berlian.

-Alena faradila-

Tok, tok, tok,

"Biar Aku saja." Kata Maya dan berjalan kearah pintu. Maya membuka pintu dan kaget melihat seseorang yang berdiri di depan pintu. "Ibu?" Kata Maya dan air matanya jatuh.

"Anakku?"

Aku langsung berdiri dan menarik Maya masuk kedalam. Walaupun di mulut Maya ia benci pada Ibu, tapi kenyataannya ia memang rindu dengan sosok Ibu.

"Kakak." Lirih suara Maya meminta kesempatan padaku untuk bertemu dengan Ibu.

Tapi tidak denganku yang sudah menutup ruang maaf untuknya. "Masuk!"  Kataku dengan nada keras.  Ibu menarik tangan Maya agar tidak masuk dan bersama dengannya. "Lepas!" Aku melepaskan genggamannya dari adikku.

Aku menyuruh Maya untuk membawa Dion masuk kedalam kamar dan menguncinya.

"Alena?" Tangannya naik ingin memegang pipiku, wajahnya penuh dengan kesedihan palsu, air mata buayanya tak akan membuatku luluh.

Aku menepis tangannya sebelum sampai di pipiku. "Ibu rindu padamu nak." Katanya dengan suara di tekan karena menangis.

"Ibu? Hah? Ibu? Setelah Kau terlantarkan Aku dan adik-adikku 5 tahun yang lalu dan sekarang Kau kembali dengan menyebut dirimu Ibu?" Kataku membentaknya. "Kau tidak pantas rindu padaku dan Adik-adikku."

"Ibu minta maaf nak." Ujarnya dengan pipi di basahi air mata.

"Dengan mudahnya hari ini Kau meminta maaf. Kau tidak tahu bagaimana Aku membesarkan ke dua adikku dengan rasa sakit dan penderitaan, dengan luka dan dendam."

"Aku tidak habis pikir, Ibu macam apa Kau yang tega meninggalkan anak-anaknya di pinggir jalan pada malam hari."

"Jika Kau benci padaku dan adik-adikku seharusnya jangan kau tinggalkan kami dengan penyiksaan dan beratnya dunia, kau tinggal bunuh dan antar kami ke surga." Aku berceloteh panjang lebar, sedangkan dia hanya menangis di depanku.

"Maafkan Ibu, Ibu tidak berniat membuang kalian." Aku tidak akan termakan dengan air mata buayanya. Tidak akan percaya mulut manisnya.

Ucapannya sudah seperti racun yang di balut gula, sangat manis namun mematikan.

"Jangan sebut dirimu Ibu, karena kau tidak pantas menjadi Ibuku maupun Ibu dari adik-adikku."

"Apa yang harus Ibu lakukan agar kalian bisa memaafkan Ibu?" Katanya lagi mendesak ku.

"KAU BUKAN IBUKU, AKU JUGA BUKAN ANAKMU. KAU TIDAK LEBIH DARI MANUSIA YANG TIDAK MEMILIKI HATI YANG MEMBUANG ANAK-ANAK NYA DI PINGGIR JALAN." Teriakku, Aku sedikit terpancing emosi karena ia terus memohon padaku. "Kau bukan Ibuku, jadi lebih baik sekarang Kau pergi dari hadapanku, Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi."

"Aku tidak akan membiarkanmu membawa adik-adikku, Aku tidak akan membiarkan kau menyentuh adik-adikku." Aku menahan diriku agar tidak menangis. Sedangkan dia masih setia berdiri didepan ku. Hati ku sudah menangis.

"Dan Aku mohon jangan pernah muncul lagi di depanku atau adik-adikku."

Bruk

Aku masuk dan menutup pintu dengan kasar, Aku berdiri di balik pintu dan bersandar. Aku berangsur-angsur duduk dan menangis.

"Selamat tinggal anak-anakku, semoga kalian hidup bahagia tanpa ibu."

"Apa maksud ibu? Ibu ingin meninggalkan kami?"

BLACK LIFE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang