"Jadi gimana Ra ceritanya?""Ssstttt. Diem deh Ka. Aku gak mau berurusan sama dosen itu lagi."
Kami memang sedikit berbisik, karena pak Alzam sudah bertengger di depan sana memberikan materi kuliahnya.
Lika yang datang tepat saat bel berbunyi jadi merasa belum dapat kesempatan menuntaskan kekepoannya tentang sosok Alzam Prasetya R. yang sedang menulis di papan tulis depan sana."Seriusan Ra???" , Lika sepertinya melupakan kesadarannya untuk mengontrol suaranya.
Sehingga teriakannya mampu menarik perhatian sebagian besar penghuni kantin fakultas kami ketika aku menjelaskan siapa sosok dosen killer itu dan apa hubungannya dengam kedua kakak kembarku."..." , Tanpa memberi jawaban, aku hanya mengarahkan tatapan tajamku pada sosok di depanku ini. Dan aku memilih kembali menikmati jus alpukat kesukaanku.
Aku sempat berpikir sebelum kelas pak Alzam tadi sebetulnya. Apakah dia lalu akan berubah setelah kejadian kemarin, namun ternyata tidak sama sekali. Dosen killer itu tetap sama seperti biasanya. Tegas menerangkan materi, tanpa sedikit senyuman dan tak akan mentolerir apapun kesalahan mahasiswanya. Sangat amat berbeda dengan sosok sahabat kakak kembarku kemarin, Pras yang murah senyum dan bisa bercanda.
Notifikasi pesan dari Ryan masuk bersamaan dengan jam kuliahku berakhir hari ini.
Dia ternyata ada jam bimbingan dadakan. Dan menyuruhku menunggu atau pulang lebih dulu dengan taksi.
Aku memilih pilihan kedua. Dan Ryan berpesan agar hati² dan mengirim nopol taksi padanya.
Jengah. Aku memang tak pernah di lepaskan dengan kendaraan umum begitu saja. Tapi aku tahu, itu karena semua sangat menyayangi dan menjagaku.Aku berjalan ke depan gerbang kampus. Agar lebih mudah mencari taksi. Karena jika memilih taksi online, di ponselku tak ada aplikasi. Daripada harus memasang dulu lebih baik pakai taksi reguler kan.
Sedangkan makhluk bernama Malika sudah pulang lebih dulu, karena mau membereskan kamar kost katanya. Padahal aku tahu, pasti lemari dia sudah habis penghuni, jadi pasti dia akan pergi ke laundry kilat.Tinn...tinn...
Mobil sedan putih seperti milik mas Amar berhenti di depanku berdiri. Aku tak mengenali, karena jelas jika semua keluargaku mobilnya berwarna hitam. Jadi tak mungkin itu mas Amar. Aku tak hiraukan.
Tapi.....sekian detik kemudian, kaca samping terbuka. Dan aku mengenal siapa pengemudinya.
"Masuk Almira."
"Ehh...tapi Pak...
"Masuk aja dulu, kamu mau jadi perhatian banyak orang karena saya berhenti disini?"
Mau tak mau aku pun masuk dalam mobil sang dosen killer ini.
Bahkan aku seolah tak sadar, dan melupakan mengirim pesan pada Ryan, padahal sejak tadi layar ponsel setia berada di roomchat dengan nama 'mas selahirku ❤️'"Gak usah tegang Rara, Ryan yang bilang kamu tunggu taksi dan kebetulan aku juga mau pulang makanya Ryan minta aku antar kamu." , Seolah mengerti apa yang aku bingungkan, pak Alzam memberiku penjelasan saat dia sudah melajukan mobil meninggalkan kawasan kampus di daerah utara kota Yogya ini.
"Rara, heiii...kamu masih bernafaskan?" , Percayakah jika sefrontal itu canda seorang Alzam yang di kenal mahasiswa tidak mau berbicara jika bukan tentang pelajaran.
"Eh..iya Pak. Iya... saya nafas kok...."
"Ikut saya ke kantor Amar dulu gak keberatan kan?"
'aaaaa....maksudnya apa nih...'
"Kalo pak Alzam ada keperluan saya turun sini saja, saya pakai taksi saja."
"Ra, aku tuh ajak kamu ke kantor mas mu sendiri lho, masa iya kamu keberatan."
'eehhhh...astaghfirullah...kok aku gendheng ya kayae.'
"Emm...iya, iya gak apa² Pak." , Sumpah demi apa, hampir 22 tahun umurku, baru ini aku ngalami yang namanya grogi mati gaya di depan orang. Dan sialnya aku gak tahu aku kenapa.
"Emangnya udah lupa Ra cara manggil mas Pras, padahal dulu kamu manja banget kalo manggil aku."
'iki pertanyaan opo meneh toh....'
"Maaf Pak, tapi itu dulu kan pak Alzam sebelum jadi dosen saya. Kalau sekarang kan gak mungkin saya manggil dosen dengan mas." , Setelah menarik nafas dalam, aku harus siap berbicara dengan dosen di sebelahku ini. Karena gak mungkin juga aku mau terlihat oon sepanjang jalan.
"Emange sekarang aku ini lagi jadi dosen mu apa, kan kita gak lagi di kelas toh Ra." , Andai aja saat ini si Lika menyaksikan seperti apa gaya bicara dan ekspresi pak Alzam yang santai penuh senyum dan terasa ringan, aku jamin dia gak akan berhenti teriak dengan gaya bar bar nya.
"Pak Alzam mengenali saya sejak kapan?"
"Sejak kamu kelas 5 SD."
Nah...kan...pertanyaan aku yang salah atau dia yang kurang cerdas sih.
"Maksud saya,pak Alzam sejak kapan mengenali saya ini di kampus kalau saya adiknya mas kembar."
Aku masih ingat, mas Pras itu dulu kalau dirumah belajar sama mas Amar, mas Anhar, mas Tedi dan mas Adi, dia selalu menyebut 'kembar' saat menyapa kedua kakakku, berbeda dengan mas Tedi dan mas Adi yang akan tetap menyapa nama mereka masing²."Wahhh itu masih apal sebutanku buat kembar. Sejak kamu resmi tercatat sebagai mahasiswi kampus aku udah tau Almira itu ya Rara adiknya kembar walaupun aku belum jadi dosen kamu waktu itu."
'whatttt....dan aku baru sadar beberapa hari ini?'
"Gak usah bingung, kan aku memang sedikit banyak berubah kalau di banding jaman SMA dulu. Apalagi hampir 4 tahun kita gak ketemu." , Senyuman kembali terbit dari bibirnya selama penjelasan panjangnya ini.
"Tapi Ra, beneran kamu gak ngenalin aku pas nikahan Amar?"
"..." , Gelengan kepalaku yang lemah, menyadari satu kebodohanku itu.
"Padahal harusnya aku yang gak ngenalin kamu, wong kamu di dandani cantik banget gitu."
Blushhhhh..... 'boleh ge-er kan?'
KAMU SEDANG MEMBACA
'A' (Selesai)
General Fictionkata Papa, 'A' itu artinya alhamdulillah.... sebagai bentuk syukurnya telah memiliki kami semua.... five A Jadi, apapun adanya harus tetap bersyukur agar bahagia. namun apakah aku masih bisa menjadi aku setelah....