21

143 15 0
                                    


"Kami mohon diri, mohon maaf telah merepotkan selama kami berada disini. Dan kami mengucapkan terima kasih atas segala dukungan dan penerimaan seluruh warga kepada kami. Semoga kami meninggalkan kenangan manis untuk desa ini."

Pak Alzam selaku dosen pendamping, menyampaikan prakata pamit kepada pak Lurah dan hampir semua warga yang ikut mengantarkan kami ke kantor balai desa ini.

Tak sedikit anak² yang merasa sudah senang dengan adanya kami jadi menangis. Begitupun dengan kami. Para ibu² yang sering mengirimi kami makanan pun terlihat sedih.

Setelah bersalaman dengan semua, kami benar² pamit dan menuju mobil untuk pulang.
Dan kali ini Malika ikut dengan mobil pak Alzam. Karena mebludaknya barang yang kami bawa, kenang²an dari para warga.

Pak Alzam juga meminta supir sewaan untuk langsung mengantar kelima temanku langsung kerumah mereka.

"Kalo ngantuk,tidur aja. Tuh Malika udah mimpi."

"Belum kali Pak, cuma takut jadi obat nyamuk."

"Apaan sih Ka, ngaco."

"Oh ya, setelah ini, persiapkan skripsi kalian. Agar tidak tertunda dan bisa segera wisuda."

'hmmm,,,kembali nih sosok Alzam dosen killer...'

"Yaaah Pak, baru juga merdeka, nafas dulu kali."

"Memangnya kamu gak nafas Malika." , Datar banget itu muka sebelahku. Persis Altair, tak punya ekspresi.

"Alryan udah wisuda Ra, udah kerja, kamu gak pengen ngejar emangnya?"

"Jalanin aja kali Pak, saya gak mau ngoyo. Ryan kan punya tanggung jawab segera nerusin kantor Papa. Saya kan enggak."

"Kamu gak mau coba daftar layanan konseling gitu di rumah sakit?"

"Pak Pak, saya ajak di yayasan aja gak mau dia."

"Oh ya, kenapa? Malika turun di yayasan apa?"

"Yayasan senyum negeri  Pak, saya seneng gabung disana." , Aku menangkap senyum tipis pak Alzam saat mendengar penjelasan Lika. Mungkin dia sangat bangga pada Malika, mahasiswinya.

"Kita makan siang dulu ya, mereka sudah saya beri uang saku untuk makan siang tadi." , Pak Alzam memberhentikan mobilnya di sebuah tempat makan.

"Sampai rumah berapa lama lagi nih?" , Tanyaku sambil menikmati nasi sup daging di hadapanku.

"Sekitar tiga jam. Malika kerumahmu juga kan?"

"Iya. Rencana besok dia mau pulang Jakarta sebelum mulai masuk." , Malika sedang berada di toilet saat kami membicarakannya.

"Kalau butuh bantuan buat skripsi, bilang Ra, biar cepet selesai."

"Iya, nanti deh kalo udah masuk, aku mulai pikirin. Kalau sekarang, kayanya harus mikir bantu mas Anhar juga acara mbak Dewi."

"Iya, aku tau itu." , Pak Alzaam menarik senyumnya saat Malika sudah berjalan kearah kami.

Kami melanjutkan perjalanan setelah makan ini.
Malika terlelap sepanjang perjalanan. Aku pun sibuk sendiri melihat suasana jalan.
Hingga tak sadar, pak Alzam sudah memarkirkan mobilnya di halaman rumah Papa.

"Alhamdulillah, kalian sampe. Pak Jo, tolong bantu mereka bawa barangnya ya?"

Sambut hangat dan penuh kasih dari kakak iparku, mbak Dewi. Dan pakde Jo, suami mbok Tik yang bertugas mengurus kebun dan mobil membawakan barangku juga Lika.

"Kok kurusan, wahhh siap² di komplen lho mas Pras, sama yang punya." , Mbak Dewi memelukku.

"Enggak Wi, kalo yang punya aku siapa mau komplen." , Pede banget dia.

"Masuk dulu yuk." , Ajakan mbak Dewi bersamaan dengan suara langkah dari dalam.

"Weeeesss udah pulang nih." , Aku berganti memeluk Alryan.

"Mas kembar sama Papa mana Yan? Adik kecilku juga?"

"Nyari siapa?" , Suara mas Anhar membuatku kembali melepas Ryan dan berpindah padanya.

"Mlebu sek Pras. Istirahat."

"Mas Amar..." , Aku berpindah lagi padanya.

Kami lalu masuk, dan duduk di sofa ruang depan.

"Mbak Ra kaya apaan, pindah² meluknya, aku emoh lah..." , Suara yang sangat aku rindukan, Altair.

"Emmmm kok gitu toh kamu Dek."

"Drama Ra, maaf mas, mbak juga pak Alzam, saya ke kamar Rara duluan."

Aku menarik Tair duduk di sebelahku.

"Papa mana?"

"Papa gak tau kamu pulang hari ini, jadi Papa pergi sama Eyang. Paling malem baru pulang. Pras, mandi sini aja dulu, makan malam sekalian nanti." , Tawar mas Anhar.

"Wahh enggak An, makasih, aku pulang aja. Aku juga kangen papa mama lah. Masa Rara tok yang bisa manja gitu. Oh ya Wi, titipanmu ada di Rara ya."

"Wahhh makasih mas Pras, ngrepotin."

"Enggak. Anak Amar kan berarti anakku juga."

"Wahhh mas Pras urun ya?"

"Semprul kamu Yan. Bukan gitu maksudnya."

"Hahaha..iya iya. Paham. Siapa tau jadi ponakan ya Ra?"

"Tak sikat lho kamu Yan." , Sewotku karena seolah Alryan itu suka banget jodoh²in aku sama pak Alzam.

"Ya udah aku pamit ya semua. Salam ke om Himza. Istirahat Ra udah ketemu kasur tercinta kan. Senin depan jangan lupa mulai masuk."

"Iya Pak."

"Suwun ya Pras. Salam juga buat om Dika dan tante." , Mas Amar menyalami sahabatnya sekaligus dosen adiknya.

Kami menghantarkan pak Alzam sampai depan, sebagai penghormatan dan ucapan terima kasih pastinya. Aku sangat tahu, kakak²ku pasti senang pak Alzam menjagaku selama kkn.
Dan aku sendiri pun juga sangat berterima kasih, andai saja tidak ada dia, entahlah. Mengingat kejadian si Tanto itu yang sangat menyeramkan.

 'A'  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang