33

126 13 0
                                    


Bandara udara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. (6 juli)

Tepat pukul sebelas siang, pesawat aku mendarat dengan selamat disini.
Panas.
Itulah kata yang pertama kali terlintas di pikiranku. Wajar sih, karena kota ini di lalui garis khatulistiwa.

Dua jam yang lalu, di bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Keberangkatanku, meninggalkan keluargaku, kota asalku, untuk satu tahun kedepan kurang lebihnya.

"Ati² ya Ra, jaga diri kamu baik², selalu kasih kabar kerumah juga ke aku. Kalo butuh apa² bilang. Aku usahain bisa sering kesana jenguk kamu."

Alryan, saudara kembarku.
Karena memang kepergianku tidak sepenuhnya mendapat ijin dari Papa dan mas kembar, jadi Alryan dan Altair saja yang mengantarku ke bandara.
Sedangkan kedua kakak iparku, tak berhenti menangis saat aku berpamitan di rumah.
Mereka sebetulnya ingin mengantarku ke bandara, tapi mereka tak mungkin melawan suami mereka yang jelas tak memberikan ijin akan kepergianku. Bahkan Papa tak membuka pintu kamarnya. Meski menitipkan satu lagi kartu debit untukku pada Ryan.

"Maafin aku ya Yan, sampein permohonan maafku Yan ke Papa sama mas kembar."

"Iya tenang aja, mereka gak marah kok, mereka hanya terlalu khawatir sama kamu. Makanya kamu jaga diri baik² ya. Jangan kecewakan mereka."

"Tair, titip Papa juga mas semua ya, kamu juga jaga diri jaga kesehatan, cepet selesein kuliahnya."

"Siap, mbak Ra jaga diri ya, Tair percaya mbak Ra pasti berhasil. Dan segera pulang."

"Selamat siang, dengan ibu Almira?"

"Ehh...emm, iya betul."

"Saya Prayit yang bertugas menjemput Ibu."

"Oh iya Pak Prayit, terima kasih."

Kulangkahkan kaki mengikuti laki² seumuran mas kembar yang menggunakan seragam coklat khas instansi pemerintahan.

"Kita ke kantor saja dulu ya Bu Almira, nanti baru saya antar ke rumah yang akan ibu tempati. Tidak jauh kok dari sekolah tempat Ibu bertugas."

"Iya Pak, terima kasih banyak. Bapak bertugas di kantor dinas atau di sekolah juga?"

"Saya sejak pertama di terima tugas di dinas Bu, tapi sejak awal tahun ini, saya di perbantukan untuk monitoring sekolah, jadi saya sering keliling SD SMP."

"Oh begitu."

"Iya, kebetulan rumah saya juga tidak jauh dari rumah dinas bu Almira, jadi nanti kalau ada perlu jangan sungkan² bilang, nanti saya kenalkan istri saya biar Bu Almira punya teman."

"Wahhh terima kasih sekali Pak, saya pasti akan banyak merepotkan ibu, kan saya buat daerah sini."

Beruntung, masih sangat bersyukur, karena ternyata daerah ini tidak seperti yang aku bayangkan. Sekolah yang akan menjadi tempatku mengajar ini ternyata masih berada di kawasan tengah kota. Bukan daerah pedalaman.
Jarak dari rumah yang disediakan untukku tinggal juga tak terlalu jauh, masih sangguplah jika aku tempuh dengan jalan kaki sementara ini. Dan mungkin nanti aku akan membeli sepeda motor untuk memudahkan mobilisasiku.

Di antar pak Prayit dan Bu Agnes selaku kepala pengawas bagian dasar dan menengah, aku tiba di rumah kavling bertipe 21 ini.

"Silakan Bu Almira, besok pagi bisa langsung ke sekolah, bertemu saya disana."

"Baik Bu Agnes, terima kasih banyak, semoga kedatangan saya bisa membawa manfaat."

Kami berjabat tangan, sebelum dia kembali memasuki mobilnya.

"Nahhh bu Almira kenalkan ini istri saya, Tria, dek ini bu Almira guru baru di SMP 17. Bantu beliau ya dek."

"Tria." / "Almira."

Ramah, dan cantik.
Mungkin benar kata teman² kampus dulu, bahwa orang sini, putih² cantik².

"Iya Bu, bilang saja jangan sungkan² ya, saya siap bantu."

"Iya Bu Tria pasti saya akan banyak merepotkan."

"Ayolah masuk, saya bantu rapikan."

Baik sekali bu Prayit ini. Bahkan dia membawa rantang yang jelas bisa di pastikan berisi makanan.
Kami membereskan sedikit saja, karena menurut pak Prayit rumah dinas ini belum ada sebulan kosongnya dan sering di bersihkan petugas.
Ada delapan rumah berjajar dengan tipe yang sama. Dan ternyata semua rumah dinas guru, baik SD SMP maupun SMA.

"Kalo yang sebelah, katanya lusa baru datang Bu, guru olah raga baru juga. Tapi saya kurang tahu dari mana. Dan dengar² akan ngajar di SMP 17 juga."

"Oh gitu ya Pak. Oh ya Pak, kalau cari taksi disini susah gak ya?"

"Duhhh Bu kalau mau berbelanja atau pergi, jangan sungkan, silakan pakai mobil saya. Jangan pakai taksi kalau masih baru, nanti mahal."

"Bu Almira mau belanja kebutuhan kan, kalau mau saya temani, biar bapaknya pulang. Bu Almira bisa menyetir kan?"

"Bisa sih Bu tapi apa tidak merepotkan?"

"Tidak tidak, silakan, istri saya senang pasti nemenin."

Dengan segala kebaikan pak Prayit dan istrinya, akhirnya aku pergi berbelanja keperluan di sebuah pusat perbelanjaan.

Hampir isya aku sudah sampai dirumah dinas, dengan semua barang kebutuhan yang aku beli. Dan segera ku bereskan agar dapat segera membersihkan diri dan istirahat.
Tak lupa, memberi kabar pada orang² tersayangku di jauh sana.

 'A'  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang