67

137 9 0
                                    


"Kita nginep disini sampe kapan Mas?"

Pertanyaan yang kulontarkan pada suamiku. Karena setelah sarapan tadi, semua keluarga yang memang menginap di hotel malam tadi sudah langsung pada pulang kerumah.
Tapi mas Pras bilang kita gak usah buru² pulang.

"Semaunya kamu aja."

"Serius Mas."

"Selasa mungkin, karena rabu kan jelas kita harus pulang Magelang sayang."

"Ehhh...

"Kenapa, gak boleh manggil istri sayang..."

Kami saat ini sedang duduk lagi di ranjang berukuran kingsize sambil melihat tayangan televisi.

"Sini Ra, deketan. Udah halal sah lho bahkan secara hukum juga udah sah. Masih aja gak mau deket."

Aku menggeser dudukku lebih mendekat. Tapi ternyata langsung dengan cepat mas Pras menarikku. Jadilah kami tanpa jarak.

"Ra, aku gak maksa kamu untuk melakukan apapun untuk aku. Aku cuma minta, buka hati kamu Ra untuk aku. Mendekatlah Ra, jangan terus ciptakan jarak untuk kita. Aku ini suamimu Ra, aku menyentuh kamu itu pahala, begitupun sebaliknya Ra. Jangan menghindar lagi, aku mohon Ra."
Mas Pras menaut jemariku dengan tangannya. Dia gerakkan ibu jarinya mengelus jemariku.

Kutarik nafas dalam sambil menutup mata sekejap.
"Mas, maafin aku ya, maafin aku, aku udah dosa sebagai istrimu. Harusnya aku gak kaya gini. Aku hanya merasa aku gak pantas buat kamu Mas. Aku kotor. Ak-

"Ssttt..stop Ra. Aku mohon berhenti mengucapkan hal itu dan buang jauh² semua pikiran kamu itu Ra. Kamu istriku sekarang, apapun adanya Almira, tetap istriku. Bagiku kamu tetap Almira yang sangat berharga, yang selalu dijaga saudara²nya, bahkan tak ada yang berani mendekati, sekalipun itu aku waktu dulu."

"Maksud Mas?"

"Kamu beneran ya masih Rara yang polos. Ra, kamu gak pernah sadar sejak kapan aku suka sama kamu?" , Aku gelengkan kepalaku dengan tetap memandang matanya.

"Aku suka sama kamu itu sejak aku SMA Ra, dan kamu masih SD. Masih suka ribet minta ini itu. Dan aku gak pernah lagi mencintai gadis lain, selain Almira adiknya kembar. Aku ingin mengutarakan semua, tapi Anhar selalu larang. Katanya, siap kamu di ajar Amar. Lalu Anhar yang selalu kasih saran ke aku, dekati kamu, ambil hati kamu, cari celah lewat Papa, tunjukkin kesungguhanku, kesuksesanku agar Amar bisa melepas adiknya untukku. Beruntung, Eyang sangat mendukungku setelah Anhar menawarkan aku untuk calon pendampingmu."

Manik mata kami masih saling menatap, telingaku terfokus hanya pada suara laki² di hadapanku ini. Meski kenyataannya volume televisi seharusnya cukup mengganggu.

"Waktu gak sengaja aku dengar semua malam itu, hatiku sakit Ra. Bukan karena keadaan kamu. Tapi aku merasa gagal menjagamu. Andai aja aku lebih berani, memintamu pada keluargamu, menikahimu lebih cepat, pasti itu semua gak akan terjadi. Maka sejak itu, aku berusaha meyakinkan Eyang agar bersedia menikahkan aku dan kamu Ra. Aku gak mau kehilangan kamu Ra."

Tak sanggup mendengar semua cerita ketulusannya, aku menjatuhkan diriku tepat di depan dada tegapnya. Aku tautkan kedua tanganku memeluk punggungnya. Aku tumpahkan semua air mata di dadanya.

"Maukah kamu membuka hatimu untukku istriku?"

Masih berada dalam dekapannya, aku gerakkan kepalaku mengangguk meski lemah.
"Aku mau Mas, aku mau jadi istri mas Pras seutuhnya. Maafin aku, kalo baru sekarang aku sanggupi Mas."

Mas Pras menarikku agar tegak kembali dengan memegang kedua lenganku. Dan memandangku penuh harap.

"Kamu serius dengan yang kamu ucapkan tadi sayang?" , Aku mengangguk dengan senyum malu.

"Jawab dong, kan suamimu ini nanya." , Mas Pras berusaha menggoda ternyata.

"Iya."

"Iya apanya?"

"Iya aku mau."

"Mau apa sih?"

"Massss...iiihhh..." , Aku memukulkan bantal di badannya pelan karena kesal.

"Hehe malu, ya udah wudhu dulu yuk, biar jadi Almira dan Alzam junior langsung."

"Haaaahhhhh?"

"Ssstttt... Belum di apa²in udah teriak sih."

Kini, aku dan mas Pras benar² telah menjadi kami, suami istri yang sesungguhnya. Jika ada istilah malam pertama, mungkin tidak bagi kami.

Doa dia lafalkan lembut dan mendalam.
Mas Pras sangat berharap, akan segera hadir buah cinta kami. Aku sangat mengerti, karena usia dia memang sudah tak muda. Keempat sahabatnya semua sudah memiliki anak.

"Kok ada bunyi bell Mas?"

Kami sudah selesai solat duhur. Setelah menunaikan ibadah sebelumnya tadi.

"Udah biar mas aja yang buka, staff tau kalo kita yang tempati kamar ini."

Mas Pras melangkah menuju pintu, sementara aku kembali ke kasur setelah merapihan alat solat.
Tak lama mas Pras kembali membawa kotak berbungkus kado.

"Kok masih ada kado, bukannya semua udah langsung di bawa kerumah ya?" , Aku memang meminta semua kado untuk langsung dikirim kerumah saja semalam.

"Entah, gak ada nama pengirim cuma alamat aja. Kata pegawai tadi via kurir di meja resepsionis."

Di kertas tertulis Ny. Almira Prasetya Radika dan alamatnya adalah alamat hotel Rads.

"Buka coba siapa tau namanya ada di dalam." , Mas Pras menyodorkan kotak berukuran tak terlalu besar ini padaku.

"Sayang, mau makan di kamar aja apa keluar?" , Tawar mas Pras saat aku membuka bungkus kado.

"Disini aja ya Mas, males keluar, gak papakan?"

"Oke, aku pesen ke cafetaria." , Mas Pras menghubungi pegawainya melalui telpon kamar.

"Dari siapa, kok malah bengong?"

 'A'  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang