17

152 15 0
                                    


"Hati² ya Pras, titip putri saya."

"Pasti Om, inshaa Allah saya jaga amanah Om."

Pagi ini, sarapan memang sangat maju dari biasanya. Karena aku yang harus segera berangkat.
Pak Alzam memang sudah bilang akan menjemputku. Dan inilah pesan pertama dari Papa.

"Jaga adikku Pras, kalo ada apa² kabari."

"Beres An, percayakan Almira padaku. Doakan juga semua lancar dan segera kembali."

"Kamu juga akan sepenuhnya disana Pras?"

"Iya Mar, aku ikut disana full, gak pulang."

Meski kaget, tapi aku lega, setidaknya dosen Alzam pendamping tidak melepaskan kami. Apalagi, dia juga mas Pras, sahabat kakakku.

"Sudah semua barangnya Ra, Lika?"

"Sudah Pak." , Sahut Malika cepat.

Setelah berpamitan pada semua, Malika lebih dulu masuk ke mobil pak Alzam di bangku belakang. Pak Alzam masih berdiri di sisi pintu,

"Tair udah berangkat pas kamu mandi tadi, dia gak mau liat kamu berangkat."

Mas Ryan seolah sangat tahu, apa yang masih mengganjal sehingga aku belum melangkah masuk mobil.

"Nih, dia titip coklat kesukaanmu, katanya jangan nangis, kalo mas Pras bikin mbak Rara nangis ntar Tair gigit." , Ucapan Alryan membuat kami semua tertawa, sembari mengulurkan coklat pack besar padaku. Aku tahu itu adalah coklat kesukaan Tair, dia tak akan pernah rela siapapun meminta, sekalipun aku.

Mobil yang pak Alzam kemudikan sudah meninggalkan halaman rumah kami. Aku masih sedih saja, menggenggam coklat ini.

"Kita ke kampus dulu, nanti berangkat bareng yang lain."

"Iya Pak, kita pakai bis Pak?" , Malika lah yang menyahuti perkataan dosennya ini.

"Tidak, saya sediakan mobil untuk yang lain. Bu Susi tidak ikut kesana, hanya akan mengunjungi jika ada kesempatan."

Bu Susi adalah penanggung jawab kelompok kami.
Dan yang jelas beliau sudah cukup berumur rasanya untuk mengurus kkn siswanya yang jauh begini.

"Berarti nanti saya sama Almira gabung yang lain kan Pak?"

"Kita lihat nanti keadaannya, jika tidak memingkinkan, Almira tetap bersama saya."

"Kok cuma aku, ehh maaf, kok cuma saya Pak?"

"Sans Ra."

Pak Alzam sedikit melirikan matanya ke arahku, lalu diam. Aku bisa menangkap apa maksudnya.

Di kampus, lima orang lain teman kelompokku sudah bersiap. Bahkan barang mereka sudah masuk dalam mobil yang di sediakan pak Alzam seperti katanya tadi. Kelompokku memang hanya tujuh orang, berbeda dengan kelompok lain yang berjumlah delapan orang semua.
Tapi memang kelompokku yang aku tahu, adalah siswa² teratas semua. Termasuk aku.

"Malika, kamu bisa ikut ke mobil mereka jika mungkin sungkan."

"Enggak, kalo Lika ikut sana aku juga ikut."

"Gak bisa Ra, papa dan semua masmu sudah menitipkan kamu sama aku."

"Ka, ikut mobil pak Alzam aja, temenin aku."

"Tapi gak nyaman Ra, segen. Aku ikut mereka aja ya, lagian biar mereka gak ghibahin kamu."

Aku sangat hapal, sosok Malika itu paling di takuti teman² satu angkatan kami. Karena dia tak akan segan² melahap omongan teman² jika ada yang tidak sesuai dengan hatinya.

"Tapi koper saya tetap di mobil Bapak aja ya Pak?" , Pak Alzam mengangguki permintaan Malika. Lalu dia mempersiapkan keberangkatan kami semua.

Bu Susi memberikan doa juga banyak nasihat sebelum kami berangkat. Dan beliau tersenyum lebar entah kenapa saat aku berpamitan.
Mobil yang berisi teman²ku berjalan lebih dulu.

"Kok coklate gak di makan Ra, Tair udah kirim chatt ke aku lho, udah tanya aja gimana mbaknya ini."

Aku hanya tersenyum pilu melihat coklat yang aku letakkan di antara kursi kami ini.

"Altair itu sayang banget sama kamu Ra, makanya dia kasih ke kamu coklat kesukaannya. Masa iya cuma mau kamu biarin meleleh gitu aja."

"Tau darimana Mas kalo ini kesukaan Tair?"

Aku memang sudah memenuhi permintaan Pak Alzam untuk memanggilnya 'mas' jika di luar kampus ataupun tidak di depan teman² kampus.

"Bener ternyata tebakanku, wahhh berarti nanti aku harus di bagi lho coklatnya."

Sepertinya dia berusaha menghilangkan rasa sedihku yang masih sangat terlihat.

"Oh ya Dewi tadi membuatkan salad buah, ambil Ra tolong." , Aku merogoh tempat makan yang ada di atas dashboard.

"Mas bisa makan sambil nyetir?"

"Suapin dong tolong, itu juga buat kita kok kata Dewi, kan itu salad buah kesukaanmu."

Memang sih, salad buah adalah kesukaanku. Tapi, masa iya aku mau nyuapin dia lalu bergantian menyuap untukku sendiri. Secara jelas di dalamnya hanya ada satu sendok.

 'A'  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang