Aku tengah bersiap untuk datang ke acara jamuan atas undangan pak Mauzad. Tadi pagi² Defan sudah mengatakan bahwa kita harus berangkat sebelum jam sembilan. Dan Defan juga menyarankan untuk membawa pakaian ganti setidaknya satu stell agar lebih nyaman.
Benar juga memang, karena pastinya tak akan nyaman memakai baju formal seharian penuh mengingat perjalanannya saja membutuhkan waktu sekitar empat jam."Udah? Masukin aja tas kamu ke bangku belakang Al."
Aku meletakkan ransel berisi alat solat juga pakaian untuk jaga² di bangku belakang, dimana sudah lebih dulu ada ransel milik Defan.
"Bawa apa tuh?"
"Salad buah, mau?"
"Nanti aja, kamu yang bawa aja belum makan."
"Terus nanti acara sampai jam berapa ya?"
"Kata bu Agnes biasanya sih sore udah pada bubar tapi ada juga yang masih kumpul. Kenapa Al?"
"Enggak ,gak mau aja kemalaman pulang Def."
"Ya ntar kita pamit duluan aja kalo gitu, gimana?"
"Ya liat nanti deh."
"Oke, kamu kalo capek bisa tidur Al, aku bangunin kalo udah deket."
"Gak kok, aku mau makan saladku aja, kamu mau?"
Sepanjang perjalanan, aku menikmati salad juga anggur yang aku bawa. Defan banyak bercerita tentang pengalaman mengajarnya pertama kali di SD di daerah Sumatra Barat. Sama sepertiku, dia bertugas disana empat belas bulan. Lalu di pindahkan ke kota asalnya, Jakarta. Dan waktu ada tawaran promosi kenaikan pangkat, Defan menerima dengan memilih penempatan di kota ini, entah untuk berapa lama.
"Al, kamu tau tentang siswa kelas 9 yang bernama Aninda?"
"Iya, kenapa?"
"Aku rasa dia butuh banyak bimbingan. Sudah beberapa kali dia merayu bahkan sampai berani mengajakku berkencan...
"Hahhhh???"
"Iya, tunggu aku cerita dulu jangan kamu potong Al. Dia sampai mengaku bahwa memang dia udah gak virgin, dia biasa melakukannya sejak kelas 7. Aku sempat liat datanya, sepertinya faktor materi membuat dia melakukan itu. Namun akhirnya jadi keterusan karena mungkin dia menikmati."
"Terus reaksi kamu?"
"Aku masih cukup waras Al, aku gak mau merusak reputasiku sendiri. Aku masih perjaka tulen Al, yaaa kecuali solois ya hahaha..."
"Jangan ngelantur. Tapi aku kaget banget Def denger ini, aku gak nyangka aja. Aku fikir ini daerah, jauh dari dunia hingar bingar. Tapi ternyata..."
"Buka mata Al, disini juga banyak club malam, ini kota Al bukan desa. Bukan pelosok. Ya meski gak semaju kota kita. Tapi, kehidupan seperti itu juga ada disini Al."
Aku menatap jauh di luar jendela, berfikir dalam tentang hal baru saja ku dengar. Bukan hal baru memang bagiku, ketika masih kuliah, aku sering mendengar istilah 'ayam kampus' dan aku sudah paham hal itu. Tapi ini, seorang anak belia yang masih ada di bangku SMP, sudah berani berbuat hal semacam itu. Bahkan tanpa malu mengajak guru nya sendiri. Dunia apa ini....
Aku memang tak pernah mengenal pacaran, bahkan jatuh hati. Makanya aku tak pernah bersentuhan dengan lawan jenis selain keluarga atau orang terdekat. Namun demikian aku juga tak polos dan tak tahu akan hal 'miring' itu.
Usiaku hampir dua puluh tiga tahun, tapi aku tak ingin, ahh belum mungkin lebih tepatnya. Merasakan hal itu. Walau aku tahu, di luar sana banyak orang yang mengatas namakan cinta lalu nekat melakukan semua itu.Aku hanya bergidig ngeri....
"Kenapa Al?"
"Emmm, enggak."
"Kamu mau ke toilet Al, aku mau isi bbm."
"Boleh deh."
Aku turun dari mobil lalu berjalan ke arah toilet. Defan masih mengantri untuk mengisi bbm.
"Udah? Gantian, kamu tunggu dalem mobil aja ya, nih kuncinya."
Aku mengambil kunci mobil yang di sodorkan Defan. Dan dia berganti masuk toilet. Sedang aku masuk mobil dan memilih menguncinya. Aku memang selalu seperti ini, apalagi ini di daerah yang jelas masih asing bagiku.
Tapi sedikit tenang sebetulnya. Mungkin benar kata mbak Tria, Defan itu baik dan selalu perhatian padaku. Tak apalah sedikit mengabaikan ke khawatiran Altair, karena mungkin memang adikku itu terlalu posesif akan diriku.
Kami melanjutkan perjalanan, kata Defan ini sudah setengah jarak, padahal sudah lebih dari dua jam perjalanan. Ternyata yang akan kami datangi adalah rumah pribadi pak Mauzad, sedangkan yang di kota adalah rumah dinas.
Dan apa yang di katakan Defan tadi teernyata ada benarnya. Sepanjang jalan, tak sedikit aku melihat sejenis penginapan meski bisa di bilang hanya kelas melati istilahnya.
"Tapi gak bisa nethink juga Al. Penginapan² itu juga berguna bagi yang melakukan perjalanan jauh, namun karena satu atau lain hal mereka butuh istirahat. Semua kan kembali gimana memposisikannya aja."
"Hmm, iya sih."
Hampir jam dua siang mobil Defan memasuki rumah berhalaman sangat luas. Dan sudah terparkir beberapa mobil juga.
Aku melangkah sedikit beriringan dengan Defan. Terlihat sudah ramai dengan banyak tamu.
"Mbak Mira, sini." , Aku tersenyum ke arah mbak Tria yang berdiri bersama bu Mauzad. Dan ada juga para pegawai dinas yang lain yang hanya sebagian kecil saja aku kenali.
Aku langsung bergabung dengan yang lainnya. Begitupun dengan Defan yang jelas memang lebih mudah bergaul di banding aku.
Acaranya ternyata lebih santai dan kekeluargaan. Benar² hanya acara makan bersama. Berbagai olahan daging sapi.
Semua saling berbincang berbagi pengalaman, apapun itu. Baik tentang pekerjaan ataupun cerita dalam negeri rumah tangga. Dan jelas, aku dan Defan akan menjadi bahan godaan.
"Mbak Mira apa mau nginap dirumah mamak kami?"
"Makasih deh mbak Tria tapi sepertinya saya ikut pak Defan pulang saja."
Waktu memang hampir gelap saat Defan mohon pamit. Dan di perkirakan akan sampai rumah dinas sekitar jam sepuluh malam.
"Baiklah kalau gitu, hati² ya pak Defan bawa perawan lho." , Goda bu Mauzad.
Kami akhirnya masuk mobil setelah berpamitan dengan yang lain. Dan saat aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 16.53
"Al mau berhenti mandi dulu?" , Defan bertanya saat mobil mendekati spbu waktu mengisi bbm tadi.
"Gak lah nanti aja dirumah. Tapi kalo kamu mau berhenti gak apa Def, aku bisa tunggu."
"Gak juga. Mobil juga masih cukup kok bbm nya."
Defan terus melajukan kemudi dengan kecepatan sedikit lebih di banding waktu pergi tadi.
"Def, sorry, tapi apa yang kalian minum tadi itu....sejenis tuak?"
"Oh..emm..iya Al, tapi gak usah takut. Gak akan berpengaruh apa². Aku gak akan menyakiti kamu Al."
"Hmm. Mungkin ada baiknya kamu belajar bertobat Def, semakin hari kan kita ini semakin tua."
"Aku seneng Al, kamu bisa bilang kita, aku berharap akan selamanya menjadi kita."
"Lupain." , Aku memilih menghindar, melihat pemandangan di luar yang segera berganti gelap mungkin lebih baik.
"Al, aku serius, kamu tau kan aku suka sama kamu. Aku janji mau berubah asal kamu terima aku."
"Udah Def, fokus aja sama jalanan, udah gelap."
KAMU SEDANG MEMBACA
'A' (Selesai)
General Fictionkata Papa, 'A' itu artinya alhamdulillah.... sebagai bentuk syukurnya telah memiliki kami semua.... five A Jadi, apapun adanya harus tetap bersyukur agar bahagia. namun apakah aku masih bisa menjadi aku setelah....