Aku dan mbak Dewi sedang menyiapkan sarapan bubur ayam. Kami yang muda duduk lesehan di gelaran karpet depan tv. Karena sofa nya memang tidak banyak."Kok tadi Ra bangun bisa di kamar sama mbak Dewi, perasaan semalem terakhir inget masih meluk Papa deh." , Kulontarkan kebingunganku sembari menikmati buryam.
"Lhoo kamu semalem pindah kamar Ra?" , Aku hanya bisa nyengir kuda menanggapi pertanyaan mbak mbak Dewi.
"Iya tuh mbak, dasar adik durjana dia mbak."
"Apaan sih mas Ryan, ya maaf Mbak, soale semalem aku habis mandi mbak Dewi udah tidur. Ya udah aku iseng aja ke kamar sebelah."
"Kok enggak ke kamar Eyang Ra?"
"Walah Yang, untung Almira enggak ke kamar Eyang, bisa jantungan malah gak sare denger terompetnya Rara."
"Hussst Mas, adike lho dikatain."
"Tuh Mas, dengerin kata istri."
"Besok mas An juga harus denger kata mbak Dila, jangan cuma mbak Dila denger kata Mas."
"Wiiiis bijak nih adikku bontot. Ngomong² soal Rara, kesempatan tuh Ra semalem di bopong mas An, sebelum dia bopong istrinya hahaha."
Aku pun langsung merangsek memeluk mas Anhar, yang kebetulan memang ada di sebelahku.
"Ra kangen di gendong mas An emang. Sayang semalem gak nyadar."
"Uang jajanmu perasaan banyak toh Dek, kok basan enteng nemen kaya gak pernah jajan."
"Tabungan dia banyak An. Ngalir terus, dari kita juga Papa."
"Gak ikhlas nih...."
"Tar kalo jadi guru negeri, kita tinggal nunggu traktiran mbak Rara Mas kalo pas gaji ketigabelas."
"Aamiin.... " , Serempak kami semua.
"Altair juga kejar ya le, biar bisa dokter negeri."
"Inshaa Allah Eyang, doakan gih?"
Siang ini kami solat di masjid istiqlal. Setelah sarapan tadi kami bersiap lalu berangkat dengan dua mobil. Mengunjungi cabang resto lagi, dan lalu disinilah menyapa Sang Pemberi Nikmat.
"Kalian jadi mau main² ke dufan toh?"
"Iya Eyang, pripun?"
"Wes kalian saja sana, eyang tak main ketempat sodara saja, biar eyang sama Udin. Kamu ikut anak² opo Bapak Him?"
"Mumpung ada waktu sama anak², Himza nemenin mereka mboten nopo² toh Pak?"
"Orapopo, bapak karo supir wae. Bapak ora sue, mengko langsung bali."
"Mang Udin, hati² ya, kami nitip antar Eyang kemana beliau mau." , Pinta sopan mas Anhar pada mang Udin, orang yang dia pekerjakan menjaga rumahnya.
"Siap Den, mari Den besar."
Dua mobil pun berpisah di pelataran masjid besar ini. Eyang di temani mang Udin lebih memilih mengunjungi kerabat. Dan kami akan menuju tempat bermain di utara ibukota.
"Ayo Mas, semua ikut pokoknya." , Putus Tair agar kami berlima uji nyali dengan berbagai permainan extreme yang ada.
"Dah Wi, kita jajan aja yok, mereka biarin aja. Minta dulu itu atm suamimu, traktir papa ngopi."
Kami tertawa mendengar guyonan Papa. Memang jelas tidak mungkin mbak Dewi ikut bermain dalam wahana tantangan kami. Dan ide Papa sangat tepat, biarlah mbak Dewi dan Papa hanya menikmati jajanan saja.
"Mas An, kalo nyerah hukumannya beliin aku hape terbaru ya?"
Bisa saja si bungsu, setelah tadi dalam beberapa wahana mas Anhar selalu ngeluh pusing dan mual. Di wahana extreme terakhir ini, Altair bisa saja mengerjai mas Anhar.
"Semua dong, gak cuma Tair, oke Mas?" , Tambahku.
"Kalo nyerah langsung beliin motor aku juga gak nolak lho Mas." , Nahhh kan, si Ryan lebih parah.
"Kalian tuh ngajak main apa nodong sebenere, wes An, mending kita celupin aja mereka bertiga ke pantai marina."
"Dasar emang Mas, mereka adik durjana kok. Gak,, gak ada, aku kuat. Wes ayo, terakhir ini."
Dengan senang hati dan semangat 45 aku, Ryan dan Tair memenuhi ajakan kedua orang yang sebetulnya sudah jelas terlihat tidak baik² saja.
Selama menaiki wahana, kami berlima semua teriak, benar² seolah kami ini masih anak SMA SMP saja. Tapi aku sangat bahagia rasanya. Apalagi, kedua mas tertuaku seolah benar² menikmati melepas kepenatan mereka tentang pekerjaan.
Kami berjalan berlima saling berangkulan, meninggalkan wahana terakhir yang kami nikmati menuju cafetaria tempat Papa dan mbak Dewi menunggu. Seolah wilayah obyek wisata ini milik kami saja, kami dengan santainya berjalan berangkulan berlima sambil menertawakan mas Anhar.
"Welehhh, bumil, sempet belanja?"
"Iya Yan, itu ada cinderamata lucu² ya udah beli aja, mumpung di traktir Papa."
"Wooo curang, aku juga dong Pa, buat temen²." , Rengekku mendengar komporan mbak Dewi.
"Boleh sana pilih. Wi mana tadi kartu yang buat bayar, nih Almira pengen di traktir, nanti tinggal potong jatah bulanan."
"Aaaaaa kok gitu toh." , Kesalku malah makin di tertawakan mereka.
"Nangis sek mbak Ra, ntar lak terus di beliin."
"Kalian mau di pesenin minum dulu gak?"
"Gak usah Dek, kita makan aja yuk?"
"Iyalah bentar lagi juga gelap, Eyang juga pasti setelah maghrib pulang, jadi kita makan aja sambil jalan pulang." , Putus mas Anhar. Dan kami pun meninggalkan obyek wisata ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
'A' (Selesai)
General Fictionkata Papa, 'A' itu artinya alhamdulillah.... sebagai bentuk syukurnya telah memiliki kami semua.... five A Jadi, apapun adanya harus tetap bersyukur agar bahagia. namun apakah aku masih bisa menjadi aku setelah....