74

144 8 0
                                    


"Sayang, ayo turun, semua udah nungguin tuh di bawah." , Tangannya memeluk erat perut sang wanita dari belakang, seraya menciumi leher jenjang yang sangat dia rindukan.

"Iya Mas, ini lagi mau pake jilbab, makanya awas deh."

"Jangan cantik² bisa gak sih, pengen aku kekepin aja deh di kamar."

"Maaf ya pak Alzam, Almira itu cantiknya udah bawaan lahir jadi ya....gimana ya... Aaaaa...." , Almira teriak merasakan tubuhnya melayang dalam gendongan sang suami.

"Masssss...mau ngapainnnnn..."

"Ssstttt...jangan teriak² sayang, nanti bod-

"Bapakkkkkk....ibu di apain!!!!"

Benar saja. Belum sempat Pras menyelesaikan ucapannya, kedua bocah berusia lima tahun menyusup masuk dalam kamar kedua orang tuanya lantaran pintu yang tidak tertutup rapat.

Ya, mereka adalah si kembar Nino dan Nara. Yang mendengar suara teriakan sang ibu, Almira.
Almira telah bangun dari tidur panjangnya. Almira telah siuman beberapa bulan lalu, setelah koma hampir lima tahun.

Bahagia, bersyukur. Almira melihat kedua buah cintanya dengan sang suami. Meski sangat bersedih karena tidak membesarkan mereka.
Namun dari cerita semua keluarganya, juga suster dan dokter yang merawat. Almira tahu, suaminya melakukan semua dengan sangat baik.
Menjaga dan merawatnya yang terbaring koma tanpa lelah dan menyerah. Mengurusi dan membesarkan kedua anaknya dengan telaten dan sabar. Bahkan tetap menjalankan bisnisnya dari rumah, yang jelas menjadi sumber penghasilan bagi kebutuhan perawatan sang istri. Meski keluarga tetap banyak membantu.

"Enggak, bapak gak apa²in ibu kok. Orang bapak mau tolongin ibu benerin kebayanya. Iya kan bu?" , Pras menatap Almira, berharap sang istri memberikan bantuan jawaban pada kedua bocah yang sangat posesif menjaga sang ibu sejak siuman.

"Iya sayang, bapak gak nakalin ibu kok. Kok kalian kesini, mbak Al nya mana?"

Al, adalah Almira kecil putri Defan.
Satu tahun lalu, Defan mendatangi Pras kembali. Membawa serta sang putri. Defan meminta Pras dan Almira menjaga dan membesarkan Almira kecilnya. Bukannya tak tahu diri, karena semakin membebani Pras yang jelas waktu itu Almira masih terbaring koma. Namun, karena Defan merasa percaya pada Pras, akhirnya Defan memilih menyerahkan putrinya pada Pras. Bahkan ternyata juga sebuah sertifikat usaha perhotelannya yang masih tersisa. Karena ternyata, Defan menderita kanker paru² stadium akhir.

Dan akhirnya, Defan berpulang bersamaan dengan siumannya Almira.

'apa ini juga bagian dari ikatan batin mereka juga?' , batin Prasetya yang tak pernah dia ungkap.

Almira kecil, sangat tegar menerima kenyataan bahwa papanya telah tiada. Dan dia mau menerima bahwa dia akan menjadi putri angkat om Al dan tante Al, yang sekarang juga dia sapa bapak ibu. Seperti kedua adik kembar angkatnya.

"Mbak Al sudah sama papa Yan, tinggal nunggu ibu, ayo kata eyangkung cepetan." , Nino, laki² kecil yang mewarisi sifat cengeng sang ibu.

"Ya udah yuk kita tunggu di luar ibu biar pake kerudung dulu."

"Cepetan ya Bu." , Pras menggoda sang istri lewat kedipan matanya kemudia menggiring dua bocahnya keluar kamar.

Hari ini, adalah hari pernikahan putra terakhir keluarga Alamsyah, Altair Alamsyah dengan Adinia Sinta setelah menghabiskan waktu bertahun tahun dengan status tunangan.

Altair baru menikah sekarang bukan karena nenunggu modal seperti candanya dulu. Mana mungkin seorang dokter spesialis jantung kesulitan modal untuk menikah kan?

Altair menolak menikah sebelum Almira siuman. Bahkan Altair menberi kebebasan Sinta jika memang tak mau menunggu. Beruntung, Sinta yang sudah cinta hidup pada Altair pun menyanggupi asalkan mereka tetap bersama.

Sinta dan yang lain sangat mengerti seperti apa kedekatan Altair dengan Almira. Jadi semua memaklumi keputusan Altair.

Dan kini, ditanggal dan bulan yang sama seperti hari bahagia Almira enam tahun lalu, Altair menikahi gadis yang setia mencintai dan menantinya.

Almira yang duduk nendampingi sang Papa di atas panggung pelaminan atas permintaan sang mempelai pria, tak henti mengusap air mata yang membasahi pipinya.

Malam ini adalah resepsi pernikahan sang adik, si bontot. Semua keluarga mengenakan pakaian adat Jawa. Termasuk pasukan Alamsyah junior. Latifa dan Lafita yang mulai beranjak remaja. Di susul Dinan yang masih tetap pendiam, persis seperti om nya yang sedang menjadi raja di pelaminan. Juga Elka dan Erka yang sangat berisik dan usil bagai copyan sang papa. Juga si kecil Nino dan Nara yang sangat aktif berlarian dalam pengawasan sang kakak, Almira yang sangat menyayangi mereka.

"Kenapa Ra?" , Tangan renta sang Papa mengelus punggung kecil putrinya yang jelas dia tahu tak berhenti mengusap pipinya itu.

"Ra bahagia Pa, bahagia banget. Ra bersyukur terlahir di keluarga ini dan mempunyai kalian semua."

"Pasti sayang, papa dan kita semua juga bersyukur bisa saling memiliki hingga saat ini. Kamu ingat nak, apa kata papa dulu?"

'kalian tau kenapa kita ini semua berawalan A, Itu karena papa bersyukur memiliki kalian, alhamdulillah memiliki kalian, dan dari bersyukur itu, papa menjadi bahagia. Jadi, kalian juga harus selalu bersyukur agar tetap bahagia, apapun adanya.'

 'A'  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang