50

134 9 0
                                    


"Ra..."

Bukan lagi suara Malika ini, ku lihat ke belakang setelah aku memasukkan dompet ke dalam tas.
Betapa kagetnya aku, yang tidak aku harapkan ternyata terjadi.

"Mas Pras.....

"Sedang apa kamu Ra, jangan bilang kamu menginap disini?"

Suasana di depan resepsionis menjadi cukup tegang lantaran Alzam meninggikan suaranya. Membuat tiga orang yang berada di belakang meja seolah ketakutan.

"Katakan, apa adikku ini baru saja menyelesaikan pembayaran tagihan kamar?"

Ketiganya saling memandang, dan belum sempat mereka bersuara, aku segera menarik Alzam.

"Mas Pras mereka hanya menjalankan tanggung jawabnya, dan jangan Mas mencari jawaban dari mereka. Aku akan jelaskan."

"Oke, ikut keruanganku sekarang. Kamu juga Lika. Dan biarkan kopermu di sini.

"Tolong amankan koper ini dulu." , Alzam memerintah seorang bellboy yang memang berjaga.

Aku bersama Malika mengikuti langkah Alzam menuju lift untuk keruangannya, yang pastinya sama seperti mas Amar, berada di lantai paling atas.

"Duduk, dan jelaskan. Apa yang kalian lakukan."

"Aku gak ikutan." , Seloroh Malika, dan seketika Alzam menautkan alisnya.

"Oke, aku yang akan menjelaskan, karena Malika sama seperti mas Pras, tidak tau apa²."

Ku tarik nafas dalam, bersiap membuat skenario yang harus aku jelaskan.

"Aku tiba kemarin siang, niatnya mau ke kost Malika, tapi satpam bilang Lika masuk siang. Karena gak pengen langsung pulang, aku putusin nginep disini. Karena setidaknya aku merasa amanlah di hotel sendirian tanpa keluarga tau. Aku cuma pengen manjain diri aja, tau sendiri kan berapa lama aku hidup disana dengan segala keterbatasan. Makanya aku pengen nikmati istirahat. Gitu aja."

Entah kerasukan apa, aku seolah mudah sekali mengucapkan kebohongan ini semua. Padahal, aku bukan orang yang terbiasa berbohong pada orang terdekatku.
Malika dan Alzam masih menatapku. Tapi aku berusaha menghindari tatapan mereka berdua.
Bagaimanapun, aku tetap tak nyaman berbohong.

"Cuma itu?" , Aku merasa Alzam seolah mengitrogasiku sebagai tersangka.

"Serius yang kamu bilang tadi Ra?" , Malika  hampir bersamaan meyakinkan apa yang aku jelaskan.

"Iya, Ka, kan tadi juga aku udah sempet bilang ke kamu pas masih di kamar." , Aku berusaha menjadi Almira yang ceria bersama Malika.

"Dan mas Pras, aku minta jangan katakan hal ini pada siapapun. Cuma kalian berdua aja yang tau."

"Keburu laper Ka, yuk ahh jalan. Kita jalan dulu baru pulang oke. Mas Pras, salut buat semua pelayanannya. Sekali lagi makasih ya buat jaga rahasia aku."

Aku berdiri dan menarik tangan Malika dengan segera. Kepalaku rasanya penuh, dan hatiku terasa sakit membohongi semua orang. Kenapa aku jadi mudah berbohong?

Mobil yang Malika kemudikan sudah membelah jalanan. Malika akan menuruti kemauanku, ke mall. Padahal aku sendiri tak tau mau apa aku kesana.

Memasuki restoran seafood adalah pilihan pertamaku. Dan kami menikmati makanan di hadapan kami.

"Ra, jujur deh, ada apa sih sebenernya, sumpah ini bukan elu Ra. Cerita Ra cerita."

"Apaan sih Ka, ngaco. Emang aku siapa. Eh habis ini kita nyalon Ka, masih cukup waktu sampe jam satu."

"Serahlah, yang jelas aku masih yakin, kamu sembunyiin sesuatu Ra, dan kamu utang penjelasan."

"Utang, rentenir nih sekarang."

Obrolanku dengan Malika sepanjang restoran sampai salon di lantai atas mall ini terus saja seperti itu. Malika yang terus berusaha mengorek kejujuranku. Dan aku yang berusaha bungkam dan mencandai pertanyaannya.

Biarlah semua seperti ini saja. Jikapun memang ini bukan aku yang dulu, itu memang benar adanya. Karena aku yang sekarang adalah seorang yang sudah tak berharga.

Hampir jam tiga, aku dan Malika tiba dirumah. Perasaanku kembali berkecamuk tak karuan namun aku terus berusaha menutupi semua. Pak Jo kaget saat melihat aku turun dari mobil. Setelah berbicara sebentar, aku lalu masuk. Bersama Malika juga.
Aku yakin, hanya ada mbak Dewi dan kedua bocah kembarnya. Karena di garasi tak kulihat ada mobil lain selain milik mbak Dewi.
Dan itu lebih baik. Setidaknya aku tidak langsung bertemu dengan saudara²ku apalagi Papa. Orang² yang sudah aku kecewakan.

"Kok sepi Mbok?"

"MasyaaAllah....mbak Rara...."

"Hehe iya Mbok ini Ra. Mbok Tik sehat kan, yang lain mana kok sepi."

"Kan belum jam pulang toh memang. Mbak Dewi sama anak² sedang kerumah Eyang tadi pagi bareng mas Amar. Makanya sepi. Mbak Rara kok ya gak kasih kabar toh mau pulang."

"Sengaja biar kejutan. Eh Ka, kamu mau pulang dulu apa berangkat kerja dari sini?"

"Pulanglah, masa iya kerja kaya gini."

"Bawa lagi aja mobil, biar sukses surprize ku. Kamu jangan kasih tau Ryan lho."

"Iya iya, ya udah aku balik. Besok habis jaga aku langsung kesini. Dan masih aku tagih utangmu."

"Hiiih, utang. Udah sana."

Malika pergi, dan aku ke kamarku tapi aku lebih dulu meminta mbok Tik juga pak Jo agar tidak bilang pada siapapun yang pulang kalau aku sudah dirumah. Masih dengan alasan yang sama, biar kejutan.

 'A'  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang