"Mbak Tria tau dari mana kalo aku sakit. Kok malem² gini sampe kesini."Sehabis maghrib tadi, aku sudah meninggalkan ruang rawat rumah sakit. Tentunya bersama Defan. Dan sekarang, pak Prayit dan istrinya kerumah padahal sudah jam sembilan malam dengan membawa makanan.
"Di kabari pak Defan makanya mamak langsung masak kan ini. Makan ya mbak Mira?"
"Ngrepotin deh. Nanti aja Mbak aku masih kenyang."
"Kenyang apa, kata pak Defan tadi siang mbak Mira hanya makan bubur dari rumah sakit kok. Sudah ayo makan."
"Tapi dua botol infus bikin kenyang lho Mbak." , Sedikit canda ku lontarkan. Membuat pak Prayit yang berdiri di pintu kamarku pun tertawa.
"Untung ya Mbak, pak Defan tuh perhatian banget sama Mbak Mira. Dia tulus lho Mbak. Bahkan di dinas beredar kabar kalian pasangan serasi. Sampai bu Diana iri karena dia suka sama pak Defan."
Aku hanya bisa tersenyum, miris, mendengar perkataan pak Prayit. Tak ada yang tahu apa yang telah terjadi di antara aku dan Defan. Dan jangan sampai ada yang tahu memang.
"Ehhh...panjang umur kan. Udah bersih²nya pak Defan?"
"Sudah Pak. Kok sepertinya asik membahas apa sih?"
"Ini lho, saya baru cerita ke mbak Mira, kabar yang beredar di kantor dinas tentang kalian...
Ku lirik Defan yang seketika terlihat kaku.
"Mbak Mira masih belum percaya rupanya, padahal orang lain saja sudah bisa menebak kalian pasangan. Bukan begitu pak Defan?"
"Bisa saja Pak." , Mata Defan bertemu pandang dengan mataku, namun aku tak tahu apa yang ada dalam pikiran kami masing².
"Sudah malam Dek ayolah kita balik. Esok sini lagi." , Pak Prayit mengajak istrinya pulang.
"Iyalah, lekas sehat ya Mbak Mira, besok saya kesini lagi kalo pulang kerja."
"Makasih banyak pak Prayit mbak Tria, sampaikan juga pada mamak masakannya enak sekali."
"Titip mbak Mira ya pak Defan."
"Mbak Tria, saya bisa sendiri. Tidak enak juga."
"Tenang aja bu Prayit saya akan jaga bu Almira. Hati² Pak Bu."
Defan mengantar pasangan suami istri itu hingga kedepan. Dan berpapasan denganku yang juga berjalan ke arah pintu saat Defan berbalik masuk.
"Kok bangun Al, istirahatlah."
"Kamu bisa pulang Def, aku baik² aja. Tidak enak kalo ada yang liat."
"Oke, aku pulang, tapi aku mohon, panggil aku kalo kamu butuh apa² ya Al. Dan jangan kunci pintunya, cukup kamu tutup aja. Biar aku bisa segera kesini kalo kamu kenapa napa."
"Makasih udah khawatirkan aku." , Aku berdiri bersandar pintu, seolah mempersilakannya untuk keluar dari sini.
"Pikirkan permintaanku Al. Selamat tidur."
Segera ku kunci pintu setelah Defan keluar. Dan masih bisa ku dengar ucapannya memprotesku ketika bunyi knop kunci pintu.
Aku membuat dua helai roti selai kacang coklat untuk sarapan dan segelas susu hangat.
"Ayo Al berangkat."
"Aku mau berangkat sendiri aja, kamu silakan duluam." , Aku sedang mengunci pintu rumahku.
"Al, akan menjadi sorotan dan bahan pertanyaan kalo kamu terus menghindar. Kamu yang lagi sakit berangkat sendiri, padahal kemarin² kita selalu barengan. Dan apa kamu mau pingsan lagi karena berangkat jalan kaki? Aku mohon Al, jangan siksa diri kamu sendiri Al, ku mohon."
"Baiklah." , Aku melangkah ke tempat mobil Defan terparkir di depan halaman rumah dinas kami.
"Makanlah Al, aku buatkan kamu salad sayur. Aku juga makan itu tadi."
Defan menyodorkan kotak makan.
"Aku udah sarapan kok. Buat kamu aja, sepertinya kamu belum makan malah."
Meski seolah tak pernah peduli, tapi aku bisa melihat, perubahan raut wajah serta gestur tubuh Defan pagi ini tak sekuat sebelumnya. Terlihat lebih tak terurus dan layu.
"Apa aku bisa menelan makanan kalo aku harus ngeliat kamu kaya gini terus Al? Al, bunuh aku Al kalo itu bisa buat kamu jadi seperti sebelumnya. Aku rela Al. Sakit hati aku Al ngeliat kamu yang sekarang. Aku tau aku salah Al. Hukum aku, jangan dirimu sendiri."
"Bisa kita berangkat sekarang Def, sudah setengah tujuh."
Defan mengusak rambutnya frustasi. Lalu dia nyalakan mesin mobil dan mulai melaju.
"Padahal saya sangat berharap bu Almira mau tetap bertugas disini, karena saya lihat, anak² sekarang jauh lebih tertata semenjak ada bu Almira."
Aku sedang berada di ruangan kepala sekolah. Karena ternyata, kemarin siang SK ku turun. Dan mulai minggu depan aku sudah di pindah tugaskan di SMP negeri di kota asalku sana.
Seperti keinginanku memang. Tapi, itu adalah keinginan awalku, sebelum ada kejadian ini. Lalu sekarang? Aku harus bagaimana saat SK itu turun, harusnya aku sangat bahagia. Aku resmi menjadi pns. Tapi apa yang harus aku sampaikan pada keluargaku tentang keadaanku sekarang?
"Saya yakin kedepannya sekolah ini akan menjadi lebih baik Pak. Saya juga sangat berterima kasih selama saya disini banyak pengalaman yang saya dapatkan."
'termasuk pengalaman menyakitkan ini'
"Jadi kapan rencana kepulangan bu Almira, kita harus adakan perpisahan pastinya."
"Maaf Pak, tapi dengan sangat saya mohon, tidak perlu adakan acara itu, biarlah semua anak² tetap merasa saya ada di antara mereka. Dan tolong saya mohon rahasiakan tentang kepindahan saya. Mungkin, lusa saya akan kembali. Biarlah saya pamit pada teman² secara pribadi saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
'A' (Selesai)
Narrativa generalekata Papa, 'A' itu artinya alhamdulillah.... sebagai bentuk syukurnya telah memiliki kami semua.... five A Jadi, apapun adanya harus tetap bersyukur agar bahagia. namun apakah aku masih bisa menjadi aku setelah....