42

4.7K 209 45
                                    

Yoan membentak Tomy dengan sangat kasar di rumahnya. Sudah berbulan-bulan semenjak Karin mengundurkan diri dari perusahaan, tetapi Yoan belum mendapatkan informasi apapun tentang Karin. Tomy bukannya tidak becus dalam menjalankan perintah Yoan, dia hanya takut untuk menceritakan keadaan Karin yang sebenarnya kepada Yoan.

Drrtt... Drrttt...

Ponsel Tomy berdering ketika Yoan sedang sibuk memarahi Tomy. Tomy yang hendak mengangkat teleponnya langsung di rampas oleh Yoan.

"Hallo bos, Ka--karin meninggal bos" ucap pria itu dalam teleponnya.

Deg...

Tubuh Yoan langsung kaku ketika mendengar ucapan pria tersebut. Ia langsung menjatuhkan ponselnya ke lantai tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Hallo bos..." Panggil pria itu tak di respon.

Tomy mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai dan melihat siapa yang telah menelponnya. Tomy sangat terkejut karena yang menelponnya barusan adalah orang suruhannya, yang artinya Yoan telah mengetahui sesuatu tentang Karin.

Bugg...

Satu pukulan mendarat sempurna di perut Tomy. Meskipun perutnya kian membesar, itu tidak menyulitkan Yoan untuk menghajar Tomy.

"Brengsek, Lo udah tau semuanya?" Tanya Yoan sambil menarik kerah kemeja Tomy.

"A--aku gak berani bilang" ucap Tomy sambil menunduk.

"Ka--karinn..." Ucap Yoan yang sudah terisak dalam tangisannya.

Tomy yang melihat Yoan menangis langsung mendekapnya dalam pelukannya. Yoan yang sadar jika Tomy memeluknya, langsung mendorong tubuh Tomy menjauh.

"Kenapa Karin sebenernya?" Tanya Yoan sambil menyeka air matanya.

"Di--di-a kena HIV Aids" jawab Tomy dengan terbata-bata.

Yoan langsung terduduk lemas di sofanya, mendengar ucapan Tomy yang sulit ia percayai. Tapi itu bukan tidak mungkin Karin terkena HIV Aids, karena sebelumnya Karin bekerja sebagai wanita sewaan yang entah sudah berapa orang yang memakai tubuhnya.

"Kita ke pemakaman Karin sekarang" ucap Yoan lalu berdiri dari tempat duduknya.

Tomy mengangguk lalu kembali menelpon orang suruhannya untuk mengetahui dimana tempat pemakaman Karin.

Setelah mengetahui lokasi pemakaman Karin, Tomy langsung bergegas menuju mobil yang sudah sedari tadi Yoan duduk di dalamnya.

Tomy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, sedangkan pandangan Yoan tertuju pada jalanan yang tampak senggang sambil terus meneteskan air mata.

"Lebih cepet lagi" pinta Yoan dengan tatapan kosong ke arah jalanan.

Tomy hanya menganggukkan kepalanya lalu dengan segera ia menambah kecepatan mobil.

Setibanya di lokasi pemakaman, Yoan langsung turun dan mencari makam Karin di sana. Yoan melihat gunungan tanah yang masih sangat baru di penuhi dengan bunga segar di atasnya, lalu Yoan membaca nama yang ada di nisan tersebut adalah "Karinia Calista Amadea". Yoan langsung tertunduk lemas dan menahan tubuhnya dengan lutut untuk berdiri.

"Kar... Maafin aku. Terlalu banyak rasa sakit yang udah aku ciptakan selama kamu hidup, bahkan di saat-saat terakhir kamu, aku gak ada disana untuk menemani kamu" ucap Yoan sambil memeluk nisan Karin.

Tomy yang melihat istrinya begitu terpukul merasa sangat sedih. Ia tak pernah melihat Yoan berbicara menggunakan kata 'aku' selain dengan Karin.

Tomy berjongkok di sebelah Yoan, lalu memberikan kalung titipan Karin kepada Yoan.

"Karin titip ini sebelum pergi" ucap Tomy seraya memberikan kalung tersebut.

Yoan yang melihat kalung tersebut langsung sesenggukan menahan tangisnya dan segera mengambilnya dari tangan Tomy. Yoan terus menggenggam kalung inisial tersebut di tangannya, ia tempelkan inisial di kalung tersebut dengan inisial yang ada di tato tubuhnya.

"See, kita udah bersatu kar" ucap Yoan sambil mengusap nisan Karin.

"Aarrgghh... Aduh.." rintih Yoan sambil memegang perutnya yang tampak besar.

Tiba-tiba saja Yoan merasakan sakit di perutnya. Tomy yang melihat Yoan kesakitan langsung panik dan segera membawanya ke rumah sakit.

Di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa Yoan mengalami kontraksi. Tomy langsung shock mengetahui Yoan akan segera melahirkan, padahal menurut perkiraan dokter, Yoan baru akan melahirkan sekitar dua Minggu lagi.

Dokter langsung menyiapkan peralatan bersalin, sedangkan Tomy bingung tak karuan. Akhirnya Tomy langsung menghubungi mama papa Yoan dan juga ibunya agar segera datang ke rumah sakit.

Dokter meminta Tomy masuk ke ruang bersalin untuk menemani Yoan yang akan melahirkan anaknya.

"Iya dorong terus Yoan... Tarik nafas.." ucap dokter tersebut memberikan instruksi pada Yoan.

"Aaakkkhhh..." Teriak Yoan memberikan dorongan pertamanya.

Tomy yang melihat Yoan begitu kesakitan hanya bisa berdoa sambil terus memegangi tangan Yoan. Tomy lalu berinisiatif untuk mengeluarkan kalung inisial Karin dari sakunya, karena tadi Yoan menjatuhkannya di pemakaman Karin.

"Yoan liat, Karin disini. Ayo semangat, jangan kecewain Karin lagi" ucap Tomy sambil menunjukkan kalung inisial tersebut.

Yoan melihat kalung tersebut, lalu Yoan menarik nafasnya dalam-dalam dan mendorong kuat dirinya agar bayinya keluar.

"Aaakkkhhh...." teriak Yoan sesaat sebelum bayinya keluar.

"Hufft... syukur Yoan, anak kamu perempuan dan lahir dengan selamat" ucap sang dokter lalu menyerahkan bayinya kepada perawat untuk di bersihkan.

Setelah bayi mereka bersih, perawat memberikan bayinya kepada Tomy karena Yoan masih tertidur di ranjang rumah sakit. Tangisan bayi mereka akhirnya membangunkan Yoan yang tertidur.

"Kamu mau gendong?" Tanya Tomy pada Yoan yang duduk bersandar di ranjang.

Yoan memajukan tangannya untuk menggendong bayi mereka.

"Kamu mau kasih dia nama siapa?" Tanya Tomy sambil tersenyum menatap anaknya.

"Gak tau, belum ada" balas Yoan dengan wajah datar.

Yoan bahagia karena anaknya telah lahir, tetapi kesediaannya akan kepergian Karin masih sangat membuatnya terpukul.

"Boleh aku yang kasih nama?" Tanya Tomy sambil mengelus pipi anaknya dengan lembut.

"Ya boleh lah, Lo kan bapaknya" ujar Yoan.

"Kita namain dia Karin, gimana?" Ucap Tomy yang seketika membuat Yoan terkejut.

"Karin?" Tanya Yoan.

"Iya, Karinia Ganindra Winata" ucap Tomy yang memberikan nama anak mereka dengan menyatukan nama depan Karin, nama tengah Yoan, dan nama akhir dirinya.

Yoan tersenyum tanda ia menyukai nama pemberian Tomy untuk anaknya.

"Kenapa Karin?" Tanya Yoan.

"Aku mau Karin tumbuh di tengah-tengah kita, dengan cinta yang terus mengalir dari kamu dan aku. Gak akan ada lagi batasan yang bisa membatasi cinta kita untuk Karin junior" ujar Tomy sambil tersenyum menatap Yoan.

"Makasih Tom, Lo baik banget. Semoga Karin junior ini bisa jadi jembatan hubungan kita yang lebih baik lagi" ucap Yoan sambil mengeratkan gendongannya.

Tomy memeluk Yoan dan bayinya yang ada di pangkuan Yoan. Mereka bertiga berbahagia di tengah-tengah kesedihan mereka karena kepergian Karin, tapi kehadiran Karin junior dalam hidup mereka membuat Yoan dan Tomy merasa lengkap dan sempurna.

"Karin... Meskipun kita tidak di takdirkan berjodoh di kehidupan ini. Maka aku akan tetap dan selalu mencintai mu dengan sepenuh hati ku. Aku akan terus mencintai mu dalam raga yang berbeda, tetapi dengan rasa cinta yang sama"

(Yoanilla Ganindra Tanamal)

Yoan [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang