28

3K 228 0
                                    

Kini mereka telah resmi menjadi kelas 12. Sebentar lagi juga, Yoan akan melepaskan jabatannya sebagai ketua OSIS. Yoan terlihat sangat antusias di tahun ajaran baru ini, rambut Yoan kini sudah hampir sebahu dan Yoan memutuskan untuk tidak memotongnya. Yoan terlihat lebih feminim meski tak menghilangkan ketampanan yang sudah melekat pada wajahnya.

Yoan berjalan menuju kelasnya yang baru dan tiba-tiba dia menabrak seorang pria bertubuh kurus.

"Ehh sorry" ucap Yoan sambil melihat pria tersebut.

"Oh hai Yoan, apa kabar?" Tanya pria tersebut yang tak lain adalah Deni.

"Baik" balas Yoan singkat.

"Lo keliatan lebih feminim ya sekarang" ucap Deni sambil memandang Yoan.

"Makasih" balas Yoan lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Deni.

"Lo gak inget gua Yoan?" Tanya Deni saat Yoan telah menjauh dari dirinya.

"Maaf saya gak inget" balas Yoan tanpa menoleh ke arah Deni.

"Saya?, Hah.. Lo bener-bener lupa ingatan rupanya. Tapi bagus deh, bahasa Lo jadi lebih formal sekarang" ucap Deni sambil melangkahkan kakinya mendekati Yoan.

"Kamu siapa?" Tanya Yoan.

"Gua Deni, orang yang pernah Lo pukul tulang hidungnya sampe patah" ujar Deni sambil menunjuk batang hidungnya yang sedikit bengkok.

"Hah?" Ucap Yoan tak percaya.

"Gak percaya?, Terserah Lo tapi gua gak bohong" balas Deni sambil tersenyum kecut.

"Gua masih gak nyangka aja, kalo orang setenang Lo bisa mukul gua cuma gara-gara Karin" ujar Deni sambil melipat tangannya di dada.

"Karin?" Ucap Yoan bingung.

"Iya Karin, Lo mukul gua karena Lo gak mau dia pulang bareng gua" jelas Deni.

"Tapi kenapa?" Tanya Yoan.

"Lo pacaran sama Karin iya?" Tanya Deni dengan nada rendah.

"Hah, mana mungkin. Kita sama-sama perempuan" balas Yoan dengan tegas.

"Mungkin aja, Lo pikir siapa di sekolah ini yang gak mikir kalo Lo itu belok" ujar Deni dengan senyum miringnya.

"Maaf tapi saya normal" balas Yoan.

"Tau darimana Lo, kan Lo amnesia. Gimana kalo Karin itu sebenarnya pacar yang Lo lupain?" Ujar Deni sambil menatap Yoan.

"Jaga omongan kamu, gak mungkin Karin pacar saya" balas Yoan lalu pergi meninggalkan Deni.

Setelah selesai dengan proses pembelajaran perdana di kelas 12, Yoan duduk termenung di atas motornya sambil mengingat kembali ucapan Deni kepadanya. Yoan juga teringat dengan mimpi yang seringkali hadir tentang gadis yang selalu ia peluk setiap malam sebelum tidur. Yoan juga sempat ingat, kalau Karin juga menemaninya di rumah sakit saat dirinya kecelakaan.

"Kalo cuma temen kost biasa, kenapa dia nemenin aku waktu di rumah sakit?" Batin Yoan.

"Aarrgghh...." Rintih Yoan sambil memegang kepalanya yang terasa sakit.

Pandangan Yoan tiba-tiba menjadi gelap lalu pingsan di parkiran motor. Sekarang dirinya sudah terbaring di ruang UKS dibawa oleh dua orang murid lelaki.

Saat Yoan membuka matanya, dia melihat seorang perempuan berdiri membelakanginya.

"Kamu?" Tanya Yoan sambil berusaha untuk duduk.

"Eh Yoan udah sadar" balas perempuan itu sambil memegang segelas teh di tangannya.

"Karin?" Ucap Yoan sambil mengernyitkan keningnya.

"Iya, kamu tadi pingsan di parkiran motor. Jadi di bawa kesini deh" ujar Karin sambil tersenyum.

"Makasih ya" ucap Yoan.

"Bukan aku yang bawa kamu, aku cuma liat kamu pingsan jadi aku minta tolong anak cowok buat bawa kamu kesini" jelas Karin.

"Tetep aja, makasih" lanjut Yoan sambil tersenyum manis.

"Nih di minum dulu tehnya" ucap Karin sambil memberikan segelas teh yang ada di tangannya kepada Yoan.

Yoan mengambil teh yang di berikan oleh Karin lalu meminumnya.

"Makasih" ucap Yoan lalu menaruh kembali tehnya di meja UKS.

Yoan ingin sekali menanyakan hal yang dikatakan oleh Deni kepadanya tadi ke Karin. Tapi Yoan canggung karena dia merasa tidak dekat dengan Karin, apalagi sampai menanyakan hubungan asmara Karin. Dengan agak ragu, akhirnya Yoan memberanikan diri.

"Karin" panggil Yoan saat Karin tengah sibuk merapikan tasnya.

"Iya" balas Karin sambil menoleh ke arah Yoan dan memperlihatkan kalungnya yang tergantung di luar seragam.

Yoan yang melihatnya hanya menatapnya sekilas lalu kembali fokus pada wajah Karin.

"Umm, aku mau nanya boleh?" Tanya Yoan canggung.

"Mau tanya apa?" Tanya Karin.

"Tadi aku ketemu Deni" ucap Yoan yang seketika membuat Karin terkejut.

"Terus?" Balas Karin.

"Dia tanya ke aku, apa kamu itu pacar aku" ucap Yoan sambil menatap Karin.

"Terus kamu jawab apa?" Tanya Karin.

"Ya nggak lah, masa iya kita pacaran. Kita aja gak deket" balas Yoan dengan buru-buru.

"Mak--maksud aku, kita kan sama-sama cewek, masa iya kita pacaran" lanjut Yoan karena merasa canggung dengan jawaban pertamanya.

"Ohh" balas Karin singkat sambil tersenyum tipis.

"Itu kalung inisial?" Tanya Yoan sambil menunjuk kalung yang di kenakan Karin.

"Umm iya" sahut Karin lalu memasukkan kalungnya ke dalam seragam.

"Nama panjang kamu siapa?" Tanya Yoan penasaran.

"Karinia Calista Amadea" balas Karin dengan senyuman.

"Terus kenapa inisial kalungnya KY?" Tanya Yoan lagi.

"Umm itu inisial namaku sama pacarku" balas Karin sambil menundukkan kepalanya.

"Kamu punya pacar, anak SMA kita juga?" Tanya Yoan.

"Eehh, iya anak SMA kita" balas Karin kikuk.

"Kelas apa?" Tanya Yoan yang masih penasaran.

"Dia udah lulus" balas Karin dengan cepat.

"Ohh kakak kelas, namanya siapa?" Tanya Yoan yang lagi-lagi membuat Karin kikuk.

"Yo---yoga" balas Karin sambil tersenyum kecut.

"Dia pasti beruntung banget bisa pacaran sama kamu" ucap Yoan sambil tersenyum manis pada Karin.

"Aku yang beruntung punya dia" ucap Karin yang tanpa sadar sedang menatap Yoan dengan sangat lekat.

"Terus kalian masih berhubungan baik kan?" Tanya Yoan.

"Nggak, dia udah lupain aku" balas Karin sambil mengalihkan pandangannya.

"Kenapa gitu?" Tanya Yoan yang kali ini sukses membuat air mata Karin menetes.

"Ehh Karin, aku minta maaf, aku gak bermaksud--"  ucap Yoan lalu berdiri di hadapan Karin.

"Gak papa" balas Karin sambil menyeka air matanya.

"Kamu gak perlu nangisin dia, dia bukan orang yang baik buat kamu. Buktinya dia lupain kamu gitu aja tanpa kejelasan" ujar Yoan sambil mengusap rambut Karin.

Karin hanya menatap Yoan dengan tatapan yang sangat sendu. Rasanya ia ingin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Yoan sambil memeluknya dengan erat. Tapi ia tidak bisa melakukannya karena keadaan yang begitu menyakitkan saat ini.

Yoan [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang