Vernon mendengar pembicaraan itu dari luar studio yang pintunya ia hampir buka secara lebar. Ia terkejut sekali dengan fakta tersebut dan segala hal yang terjadi antara dirinya dengan Jinri jadi lebih masuk akal. Ia paham mengapa Jinri bersikeras tidak ingin bekerjasama dengannya, paham mengapa gadis itu akhir-akhir terlihat lesu. Dan secara tidak langsung Vernon sudah melukai hati Jinri saat mengucapkan selamat begitu namanya muncul di tranding Naver.
Begitu pembicaraan Bumzu dan Woozi selesai, ia tidak segera masuk ke studio sesuai tujuannya. Pria itu malah berlalu memasuki lift dan keluar dari Gedung Pledis sembari mengetik sesuatu di ponselnya.
Vernon
Kak Jinri...
Apa yang sedang kau lakukan?~~~
"Hai, Kak." Sapa Vernon begitu melihat Jinri menghampirinya di taman yang tak jauh dari halte bus.
Jinri mengangkat kedua alisnya, duduk di ayunan samping Vernon sembari menatap pria itu penuh tanya. Agak heran karena tiba-tiba Vernon memintanya bertemu di taman dekat halte. Untung saja kerjaannya sudah selesai jadi ia bisa mendatangi pria itu--karena Jinri tidak mungkin menolak Vernon yang sudah berada di Taman.
"Untukmu."
Tiba-tiba Vernon menyodorkannya sebuah bungkusan plastik. Senyumnya manis sekali sampai Jinri merasa wajahnya memerah. Diam-diam ia menyalahkan diri yang selama ini tidak terbiasa diberikan perhatian oleh laki-laki, agak takut memikirkan hatinya yang bisa jadi membesar karena sikap Vernon.
"Es krim?"
Vernon mengangguk. "To get better."
"I'm okay, Vernon."
"In case." Ujar Vernon lalu berayun-ayun di atas mainan itu.
Meski heran, Jinri tetap meraih es krim, menyantapnya dengan lahap. Ia memperhatikan Vernon yang terkekeh seperti anak kecil, tampak asyik berayun-ayun. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepala Jinri saat ini, tidak paham apa yang sebenarnya diinginkan Vernon padanya. Padahal ia sudah menyuruh Vernon mengambil lagu demonya.
"Kau dari NullPan?"
Vernon menggelengkan kepala, ia segera berhenti berayun, membalas tatapan Jinri yang penasaran dengan kedatangannya. Tentu saja ia tidak akan memberitahu alasan asli mengapa ia meminta bertemu. Kalau Jinri tahu, ia pasti akan kena marah.
"Terus?"
"Jalan-jalan."
Selalu saja Jalan-jalan. Jinri mendelik, ia heran dengan hobi Vernon yang suka jalan-jalan, tampak begitu santai dengan kehidupannya. Berbeda dengan dirinya yang hampir menghabiskan waktu di studio setiap hari, entah di radio, Studio Woozi dan studio kecil di rumahnya.
"Kau suka sekali jalan-jalan, ya."
"Memang." Vernon tertawa. Ia menjulurkan tangan, membersihkan sudut bibir Jinri yang sedikit kotor karena es krim. Sikap yang membuat Jinri mematung, kedua matanya membulat dan jantungnya berdegup sangat kencang sampai Jinri merasa mau pingsan.
"Why you are so shocked?" Tanya Vernon menyeringai.
Dengan kesal Jinri mendorong dada Vernon agar pria itu menjauh dari posisinya. "You make me blushing, Vernon. You shouldn't do that."
"But I like it tho."
~~~
Jinri merasa jantungnya seakan mau meledak. Ia tidak bisa bersikap biasa saja kepada Vernon yang tidak berhenti menggombalinya. Padahal Jinri sudah memperingatkan Vernon berkali-kali. Ada rasa takut yang sempat terbesit di benaknya, berpikir Vernon memperlakukannya dengan manis agar bisa bekerjasama dengannya kelak. Tapi, untuk apa? Hak milik 09 sudah ia berikan secara cuma-cuma kepada Vernon.
Dan bersikap pura-pura bodoh adalah hal yang tidak disukai Jinri. Ia tipe orang yang sering berkata jujur, makanya banyak orang yang tidak menyukai sikap bold-nya itu. Dan sekarang ia tidak tahan untuk menegur Vernon yang memaksa ingin mengantarnya sampai depan gedung apartemen.
"Vernon," Jinri mendongak, menatap Vernon yang berjalan di sampingnya, pria itu menggunakan masker dan topi berwarna gelap agar bisa menyamarkan diri.
"Iya, Kak?"
"Kalau kau masih berharap aku mau bekerjasama denganmu, tolong, hentikan ini." Kata Jinri tegas. Ia dan Vernon refleks menghentikan langkah dan Jinri meneruskan pembicaraannya. "Aku tidak mau kalau kau berharap aku bisa luluh dengan sikapmu, ya."
"Tidak, Kak." Vernon menggaruk pelipisnya.
"Terus?"
"Kau sangat to the point sekali." Kata Vernon sembari mendesah. "I've said that I like to see you blushing, right? And I just want to see you to be happy, makanya aku bawakan es krim untukmu."
"That doesn't make any sense."
"It does."
Vernon menundukkan kepala. Ia menatap Jinri dari jarak yang teramat dekat sampai ujung topinya hampir menyentuh jidat gadis itu. "If you were that bold, lemme tell you the truth... lately I got a this little feeling on you.
I don't want to asume anything but what I can do now is giving you some attention. Dan jujur saja... aku bukan tipe yang suka menahan apa yang ingin aku lakukan. So, just bear with that."
"Itu tidak adil." Dengan kesal Jinri mendorong dada Vernon. Lalu ia berjalan kembali, menghalau rasa gugup yang membuat bulu kuduknya meremang.
"Aku sudah berkata jujur, ya. Dan kau tidak boleh berasumsi buruk tentangku. Memang aku mau bekerjasama denganku, tapi aku tidak akan menggunakan cara yang kotor." Jelas Vernon agak terengah-engah karena mengejar langkah Jinri yang besar.
"Aku menolakmu." Kata Jinri kesal.
"I didn't ask you anything!"
"Aku menolak perasaanmu."
"Bukan begitu cara mainnya!" Sahut Vernon terdengar gemas.
Jinri melambaikan tangan. Ia tidak peduli. Vernon sudah melewati batas. Anak itu entah terlalu polos atau hasil dari karma masa lalunya, yang jelas Jinri tidak setuju dengan pernyataan pria itu. Bagaimana bisa ada orang yang baru dikenalnya beberapa minggu tiba-tiba sudah memiliki perasaan kepadanya?
Kalau kisah Jinri adalah kisah drama, Webtoon atau Wattpad, mungkin saja bisa. Tapi ini dunia nyata! Mana ada perasaan yang muncul begitu cepat! Semuanya butuh proses! Proses!
KAMU SEDANG MEMBACA
High Rises [Complete]
FanfictionUnderground Rapper dengan nama panggung Gum mencuri perhatian dua Idol asal Korea Selatan, Woozi dan Vernon. Keduanya berusaha mencari tahu Gum untuk bekerja sama dalam pembuatan album Seventeen di masa mendatang. Dan tiba-tiba gadis itu muncul dala...