30

159 30 0
                                    

Apabila dibandingkan dengan Woozi, tentu saja Vernon kalah. Sejak album mereka makin dekat waktu rilisnya, ia jadi tidak punya waktu berhubungan dengan Jinri. Sesekali hanya via KakaoTalk saja. Berbeda dengan Woozi yang bisa sesuka hati bertemu dengan Jinri, apalagi proyek mereka sedang menunggu waktu untuk dirilis ke publik. Vernon ingin berpikir positif, tetapi hatinya tidak bisa berbohong kalau ia kesal dan khawatir apa yang ditakutkannya benar terjadi.

Sama seperti Scoups, ia juga bisa melihat perbedaan air wajah dan cara bicara Woozi kepada Jinri. Kalau awal-awal proyek pria itu sering masam wajahnya, sekarang malah wajah pria itu lebih lembut. Cara bicaranya pun ikut lembut. Vernon jadi gerah memikirkannya.

Begitu ia punya waktu kosong, Vernon segera meraih ponsel. Ia ingin cepat-cepat memunculkan batang hidungnya di depan Jinri meski hanya via online.

Vernon

Lagi apa, Kak?

~~~

Vernon

Lagi apa, Kak?

Pesan KakaoTalk itu diterima Jinri saat ia baru saja melakukan proses rekaman jingle baru radio edisi bulan depan. Senyumnya merekah, ia jadi teringat pertemuannya bersama Vernon saat pria itu masih punya banyak waktu lowong. Selalu saja di halte bus dan Vernon seperti berada di mana-mana karena hobinya yang suka jalan-jalan.

Jinri

Kerja. Jadwalmu padat, kan?

Vernon

Yeah...
Can't meet u for awhile

Jinri

Focus on ur work!
Aku tidak sabar menunggu album kalian rilis.

Vernon

Ouuu
Akhirnya kau senang dengan
proyekmu bersama kami, ya

Jinri

Lmao.
Yeah.
Karena sudah dikerjakan...
jadi excited juga

Vernon

Good to know that
I miss you, by the way

Jinri terperangah. Ia membaca pesan itu berkali-kali dan skakmat, tak ada respon bagus yang bisa membalas pesan itu sehingga ia membiarkan saja pesan Vernon tergantung. Jujur saja Jinri masih terganggu dengan fakta kalau Vernon mengaku menyukainya, apalagi saat mendapatkan pesan-pesan seperti itu. Rasanya Jinri ingin menghilang saja dari peradaban. Sialan memang Woozi! Kalau saja pria itu tidak memberikan nomor ponselnya kepada Vernon.

~~~

"Jadi, bagaimana?"

Jinhyuk memangku dagu di atas meja. Ia menatap Jinri yang sibuk membolak-balikkan sebuah majalah kampus yang menawarkan kelas Magister Business Management di Korea Selatan. Ada banyak dan Jinri tidak ingin mendaftar di kampus yang sembarangan. Meski bukan passion-nya, Jinri tetap ingin yang terbaik. Apalagi ia harus meneruskan perusahaan Ayahnya.

"Aku masih mau cari yang paling bagus."

"Ya, kalau mau bagus sekalian kenapa kau tidak keluar negeri saja?"

Jinri mendelik. Ia tidak habis pikir kepada Kakaknya itu. Bagaimana bisa ia memilih keluar negeri ketika ia sudah terlanjur mencemplungkan diri ke dunia radio dan Hip Hop di Korea Selatan. Ya, meski harus meninggalkannya juga suatu saat nanti, tapi setidaknya sekarang ia ingin melakukan apa yang masih bisa dinikmatinya.

"Kalau dari awal tujuanku itu, ya, aku tidak akan ke sini." Kata Jinri kesal. Jinhyuk menepuk dahi. Ia lupa fakta bahwa Jinri sengaja ke Korea Selatan untuk belajar dunia radio dengannya.

"Kalau begitu, ya SNU."

"Seoul National University? Ada tesnya, kan?"

Kepala Jinhyuk bergerak menjauhi meja, ia mengangguk lalu mengambil sebuah flyer yang tertumpuk di atas meja. "Coba lihat ini."

Flyer yang diberikan Jinhyuk adalah flyer tentang salah satu Universitas terbaik di Korea. SNU. Jinri membacanya perlahan, menganggukkan kepala saat memahami syarat pendaftaran. Tidak sulit. Persyaratannya standar dan yang paling penting adalah mengikuti tes--hal yang paling tidak disukai Jinri karena itu berarti ia harus belajar kembali materi kuliahnya waktu itu.

"Tapi bagaimana kalau Ayahmu bertanya tentang Universitas Hongik? Kau, kan, mengaku kuliah di situ?"

"Tidak apa-apa. Sisa mencari alasan lain."

Jinhyuk menggeleng-gelengkan kepala. Ia terkadang heran dengan sepupunya itu yang memiliki hate and love relationship kepada Ayahnya sendiri. Walau selalu tampak takut kepada Ayahnya, Jinri tidak segan untuk membuat percikan 'masalah'. Tapi kalau bicara tentang masalah, Jinhyuk pun merasa sangat bersalah. Karena ia telah memaksa Jinri ikut acaranya, gadis itu pun harus dimarahi Ayahnya habis-habisan.

"Maaf, ya."

"Maaf kenapa?" Tanya Jinri sibuk mencari flyer lain. Ia harus punya pilihan kedua dan ketiga kalau tidak lolos SNU.

"Aku pikir namamu tidak akan melejit. Padahal sudah aku usahakan untuk mempersingkat durasi bagianmu." Kata Jinhyuk lirih. Ia menunduk dalam-dalam dan Jinri segera meninju bahunya.

"Heish... sudah lewat! Kau minta maaf juga tidak bisa merubah keadaan, Kak."

"Tetap saja aku masih merasa bersalah." Kata Jinhyuk lagi.

Entah sudah berapa kali Jinhyuk meminta maaf kepada Jinri. Pria itu masih saja membawa-bawa perkara programnya yang membuat nama Jinri dicari-cari di Naver. Sebenarnya kejadian itu tidak akan memercikkan masalah kalau teman-teman Ayahnya tidak memberitahu Ayahnya soal wajah Jinri yang muncul di TV dan Media Online.

"Santai. Maafmu diganti saja... bantu aku lolos di salah satu Universitas terbaik ini!"

High Rises [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang