28

148 27 0
                                    

Suasana restoran yang letaknya tidak jauh dari Pledis itu cukup sepi. Jinri memperhatikan sekitarnya berkali-kali, memastikaan tidak ada yang mengenal ia dan Woozi yang memutuskan untuk makan siang setelah mengecek hasil rekaman yang dilakukan kemarin, sekaligus memastikan lagu proyek mereka sudah sempurna dan siap dimasukkan ke dalam album yang sisa menghitung bulan akan diumumkan.

Bukan hanya bersama Woozi sebenarnya. Bumzu juga ikut, tetapi pria itu akan menyusul setelah menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Jangan khawatir." Kata Woozi sembari menyerahkannya gelas berisi air mineral yang baru diambilnya dekat kasir. "Pemilik restoran selalu memasang label istirahat kalau artis Pledis makan di sini."

"Kau serius!?"

"Kalau tidak serius aku tidak akan mengajakmu ke sini, Jinri."

Benar juga pikir Jinri. Woozi bukan tipe ceroboh yang akan membiarkan dirinya ketahuan makan bersama seorang wanita di sebuah restoran dekat kantornya. Pria itu paham sekali dan sangat berhati-hati terhadap apa pun yang akan ia lakukan.

"Omong-omong, kau pasti sudah mulai sibuk pemotretan dan latihan koreografi, kan?" Tanya Jinri mengalihkan topik. Ia agak malu sebenarnya dengan pernyataan Woozi sebelumnya.

"Iya." Jawab Woozi.

"Bukankah itu melelahkan?"

Woozi mengangguk. "Pasti. Tapi menyenangkan, mungkin karena sudah menjadi passion-ku."

"Kalau passion memang beda kalau dijalani. Lain halnya kalau kau melakukan hal yang dipaksa orang." Kata Jinri sembari membayangkan pekerjaannya sendiri, membayangkan di saat-saat ia menulis lagu dan mengaransemennya di studio.

"Makanya kalau sudah diberi jalan, ya lanjutkan, jangan berhenti. Ada banyak orang yang mau bekerja sesuai dengan passion mereka, tapi akses itu tidak diberi."

"Benar." Jinri menggulum bibir. Kalau ia menjadi Woozi mungkin ia juga akan mengatakan hal yang sama. Sayangnya, ia berada di posisi yang berbeda. Mau bagaimana pun juga, suatu saat ia harus berhenti bekerja sebagai MD, bahkan mungkin harus berhenti menulis lagu lagi.

Melihat perubahan air muka Jinri yang kurang baik, Woozi jadi merasa tidak enak apalagi ia memang sering tidak bisa mengontrol ucapan. Ia lupa masalah Jinri sangat pelik, tentang impian yang harus ditahan karena sikap Ayahnya. Perlahan ia menandaskan air dalam gelasnya lalu beranjak mengisinya lagi ke dekat kasir.

"Makan siang, Kak?"

Woozi menengadahkan kepala, ia melihat Vernon dan Scoups tengah memesan sesuatu di kasir. Ia pun mengangguk dan menunjuk Jinri yang duduk membelakangi mereka. "Aku baru saja menyelesaikan rekaman kemarin bersamanya. Kalian sudah selesai?"

"Tidak. Kami baru datang." Kata Vernon agak riang, ia tahu benar perempuan yang duduk di meja yang ditunjuk Woozi itu.

"Gabung saja. Sebentar lagi Kak Bumzu nyusul."

"Ya. Aku tadi melihatnya masih di studio." Ujar Scoups sembari menyodorkan kartu kredit untuk membayar pesanan mereka.

Ketiga pria itu pun segera mendekati Jinri--yang terkejut karena ada penambahan anggota dalam acara makan siang mereka. Gadis itu menggulum senyum, menundukkan kepala kepada Scoups secara sopan. Ia juga melihat Vernon yang memilih duduk di samping Woozi.

"Hari ini bukannya kalian ada jadwal pemotretan, ya?" Tanya Woozi sembari menyesap minumannya.

Scoups dan Vernon mengangguk. "Sebentar sore." Kata Scoups.

Woozi menganggukkan kepala. Ada dua majalah yang ingin memotret beberapa anggota Seventeen, edisi yang akan dipasarkan selama masa promosi album mereka kelak. Saat tengah berpikir tentang jadwal, Woozi melirik Jinri yang memandang meja dengan kosong. Gadis itu tampak kikuk menunggu pesananan mereka yang mungkin akan datang sebentar lagi.

"Setelah proyek ini, kau akan melakukan apa, Jinri?" Scoups bertanya, ia berbalik menatap Jinri yang menaikkan kedua alisnya, tidak berharap akan ditanya.

"Hmm... bekerja seperti biasa?" Jawabnya terdengar tidak yakin. Scoups menganggukkan kepala, "kau harus bantu kami promosi di radio, ya!"

"Tentu saja." Kata Jinri mencoba terdengar riang.

Percobaan yang gagal total karena Woozi dan Vernon tahu gadis itu tidak bersemangat memperbincangkan masa depannya. Masalahnya, akhir-akhir ini Jinri terkekang oleh Ayahnya dan kedua orang itu tidak boleh ketahuan mengetahui rahasia itu--bisa-bisa Jinri ngambek luar biasa.

Begitu Vernon ingin mengatakan sesuatu, agar topik bisa berubah, pesanan Woozi dan Jinri datang. Ia jadi sedikit bersyukur. Ditatapnya Jinri yang tersenyum tipis, beberapa hari terakhir ia merasa gadis itu tampak rikuh, aura kuat yang selalu hadir bersamanya seakan tenggelam bersamaan dengan hilangnya nama Jinri dalam daftar pencarian Naver.

"Biar setengah nasinya untukku." Tiba-tiba Vernon melihat Woozi meraih mangkuk Jinri, ia menyendokkan setengah nasi gadis itu, memasukkan ke dalam mangkuknya.

Scoups menendang kaki Vernon di bawah meja. Keduanya bertatapan selama sekilas lalu ia kembali pura-pura sibuk dengan ponsel. Vernon tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara dua orang itu, ia terlalu asyik mengkhayal, terlalu asyik memperhatikan kedua mata Jinri yang tampak sayu.

"Thank you." Kata Jinri sembari tersenyum tipis. Tadi ia mengeluh soal porsi makanan yang terlalu banyak, untung saja Woozi segera bertindak.

"Maaf, aku lupa sudah memesankan porsi nasi yang terlalu banyak untukmu."

Jinri terkekeh. "Perutmu karet juga, ya."

"Tidak." Woozi menggelengkan kepala. "Tapi nasi memang makanan terenak di dunia!!"

 "Tapi nasi memang makanan terenak di dunia!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
High Rises [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang