Keributan hebat itu menimbulkan keramaian di studio Jinri. Beberapa kru radio, produser, bahkan Jinhyuk yang tidak seharusnya berada di sana ikut menahan Mr. Park agar tidak merusak seluruh alat di dalam studio. Woozi yang seharusnya bersiap diri mengikuti jadwal promosi di sebuah acara reality show harus tertahan karena dirinya ketahuan berduaan dengan Jinri, anak seorang laki-laki yang kini mengamuk di hadapannya.
"Oh!? Kau produser yang bekerjasama dengan anakku itu, ya!?"
Woozi mengangguk, tanpa takut ia mengangkat wajah, menatap pria itu dengan tatapan tidak bersalahnya. Hal yang membuat Jinri gemetar karena keberaniannya.
"Iya, saya Lee Jihoon, Pak." Kata Woozi sembari menjulurkan tangannya kepada pria itu.
Ayah Jinri tampak murka. Ia tidak membalas uluran tangan itu dan bersidekap di hadapan Woozi dengan congak. "Karena kau anakku jadi ingin hidup sebagai musisi, kau tahu!?"
"Dia memang musisi yang hebat." Woozi menyeringai. Ponselnya berdering, sang manager tampaknya sudah kewalahan karena acara yang akan diikutinya akan dimulai.
"Saya ada kontrak yang harus dijalani. Kalau anda ingin berbicara lebih lanjut, sebentar malam saya bisa memberikan waktu kepada anda. Ini kartu nama saya." Kata Woozi dengan sangat formal. Ia menyerahkan kartu nama yang diambilnya dari dompet kepada Ayah Jinri lalu pamit untuk syuting di studio 5 yang masih berada di gedung yang sama. Sebelum pergi, Woozi sempat menepuk lengan Jinri, ia tampak enggan untuk pergi tapi kontrak kerjanya tidak bisa dielakkan.
Begitu Woozi menghilang dari pandangannya, fokus Ayah Jinri kini berada pada anak perempuan satu-satunya itu. Sembari menggelengkan kepala, Ayah Jinri melangkah mendekati anaknya.
"Sekarang berhenti bekerja di sini!"
~~~
Terima kasih kepada kru radio, produser radio, dan Jinhyuk, Ayah Jinri hampir saja menariknya keluar gedung itu kalau mereka tidak menahan. Mungkin karena Jinri sudah tidak memiliki Ibu sejak kecil, kecerewetan Ayahnya melebihi segalanya padahal seharusnya pria itu bisa bersikap lebih bijak apalagi ia seorang CEO perusahaan besar. Ya, Jinri paham, Ayahnya seperti itu untuk kebaikan dirinya. Tapi tidak mengamuk di kantornya juga.
Sekarang Jinri dan Ayahnya duduk berdampingan di sebuah restoran di Kawasan Gangnam. Tidak hanya berdua karena Woozi pun datang sesuai janjinya. Pria itu duduk di hadapan Ayahnya dengan raut yang sangat serius.
"Saya sebenarnya tidak perlu berbicara apa-apa kepada anda." Kata Ayah Jinri sembari mengepalkan kedua tangan di atas meja. Kedua matanya tajam seperti pedang yang siap menghunus mangsanya.
"Kalau begitu biar saya yang berbicara kepada anda mengenai putri anda."
"Ada hubungan apa kalian berdua?"
Jinri terhenyak di kursinya. Daritadi ia malas ikut berdebat, tetapi pertanyaan Ayahnya itu membuatnya gelagapan. Ia menggelengkan kepala pelan-pelan kepada Woozi, menyuruh pria itu untuk tidak terpancing.
"Saya menyukai Jinri." Jawab Woozi lugas. Tentu saja ia melihat isyarat Jinri tetapi ia tidak ingin mengelak perasaannya sendiri kepada Ayah Jinri. Biarkan saja pria itu tahu, karena lebih baik jujur daripada berbohong dan ketahuan di lain hari.
Ayah Jinri mendecakkan lidah. Kedua matanya memperhatikan Woozi dari segala sisi, menilai cara berpakaian pria itu. "Kau punya apa!? Jinri tidak akan menikah dengan seorang musisi."
"Tidak banyak." Woozi menyeruput air dalam gelasnya. "Aset saya hanya lagu-lagu yang sudah ter-copy right atas nama saya. Memang tidak banyak, tetapi saya akan membuat lebih banyak lagu di masa mendatang."
Tawa Ayah Jinri menggelegar, agak mencemoh. Hal yang tidak disukai Jinri karena gadis itu segera mendelik kepada Ayahnya.
"Aya--"
Salah satu tangan Ayah Jinri terangkat, menyuruh anaknya diam. "Lagumu tidak menghasilkan banyak uang, kan?"
"Untuk saat ini mungkin begitu, ke depannya saya punya rencana untuk membuka bisnis sendiri."
Dahi Jinri berkerut. Ia tidak paham arah pembicaraan kedua orang di hadapannya kini. Pembicaraan yang menurutnya tidak ada tujuan intinya karena berpusat pada uang. Untuk apa membicarakan soal keuntungan kalau mereka saja tidak sedang bekerjasama.
"Kau mau buka bisnis apa?" Tanya Ayah Jinri tampak tertarik.
"Toko musik dan label sendiri." Jawab Woozi teramat santai. Jinri hanya bisa menepuk jidat, ia meminum air banyak-banyak. Rasanya ingin kabur dari retoran itu, suasananya sudah tidak masuk akal dan membuang-buang waktunya.
"Ck..." Lidah Ayah Jinri berdecak. Pria itu mengempaskan punggung di atas kursi. "Kau tampaknya sangat cocok menjadi pengusaha, kenapa kau tidak coba usaha cargo?"
"Ayah..." Jinri menghela napas. "Kenapa kau selalu menyuruh orang untuk usaha Cargo, sih!?"
"Usaha Cargo itu tidak akan pernah mati. Lagipula suatu saat nanti kau akan duduk menggantikanku di perusahaan, setidaknya kau harus menikah dengan pria yang levelnya sama sepertimu."
"Woozi produser ternama di Korea Selatan, dia produser termuda yang masuk dalam jajaran anggota tetap Asosiasi Hak Cipta Musik. Level dia jauh di atasku."
"Tidak sebagai musisi." Tegas Ayahnya membuat Jinri diam.
"Mungkin di mata anda musisi tidak ada harganya, tapi saya berani jamin Industri ini juga tidak akan ada matinya." Kata Woozi lugas.
Ayah Jinri diam, ia menatap Woozi tepat di matanya. Ia sudah hidup lebih lama dari pria yang mendekati anaknya itu dan bisa menilai seseorang dengan cepat. Woozi di matanya adalah sosok yang kuat, aura yang dimilikinya sangat berbeda dan entah mengapa ia menyukai Woozi meski ia seorang musisi.
"Kalau begitu mari kita lihat, sampai mana kau bisa bertahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
High Rises [Complete]
FanfictionUnderground Rapper dengan nama panggung Gum mencuri perhatian dua Idol asal Korea Selatan, Woozi dan Vernon. Keduanya berusaha mencari tahu Gum untuk bekerja sama dalam pembuatan album Seventeen di masa mendatang. Dan tiba-tiba gadis itu muncul dala...