Mata Jinri tidak bisa lepas dari ponsel sejak sebuah pesan masuk semenit yang lalu. Gadis itu mengecek berkali-kali tulisan yang terpampang pada layar ponselnya. Ada rasa takut yang muncul di dadanya. Takut pesan itu hanya sekadar prank, spam atau paling buruk adalah ada orang yang membencinya yang ingin mengerjainya lewat pesan itu. Tapi di satu sisi ia ingin mempercayai apa yang dibacanya.
+010-98**-****
Hello, Kak!
This is Vernon
Save my number, Please!Karena takut, Jinri tidak kunjung membalas pesan itu. Rencananya ia akan bertanya langsung kepada Vernon apabila hari ini mereka bertemu di Gedung Pledis. Jinri mengakui bahwa dirinya sangat anti dengan nomor baru, tapi siapa sih yang mau membalas pesan atau mengangkat telepon dari nomor yang tidak dikenal di zaman sekarang? Jinri yakin bukan hanya dirinya yang seperti itu.
Setelah meyakinkan dirinya--untuk tidak membalas pesan itu--Jinri kembali fokus ke layar komputer. Hari ini ia harus mengurus dua iklan Peragaan Busana yang harus selesai besok. Bukannya memudahkan, tapi Jinri sudah terbiasa melakukan pekerjaannya jadi ia yakin bisa menyelesaikan sesegera mungkin.
"Kaak!"
Pemiliki suara riang itu membuka pintu studio dan nyelonong masuk untuk duduk di samping Jinri yang tengah memblok suara untuk diedit.
"Apa aku harus memanggilmu, Kak Gum?"
"Taeri." Panggil Jinri terdengar horror di telinga Taeri yang berniat menjahili MD-nya itu.
"Aku masih belum bisa move on dari penampilanmu, Kak! Beberapa temanku bahkan ada yang bertanya tentangmu! Mereka menitip salam untukmu." Taeri bercerita dengan penuh semangat, membuat Jinri agak risih karena ia tidak pernah ingin orang mengingatnya pernah muncul di program musik itu.
"Jadi, tujuanmu ke sini untuk apa?"
Taeri mendecakkan lidah. Jinri memang tidak suka berbasa-basi, padahal ia masih speechless dengan performa gadis itu di TV. Tidak pernah Taeri bayangkan, MD yang kerjaannya cuma di studio itu juga bisa berubah menjadi sosok yang swag di depan khalayak umum, menyanyikan lagu ciptaan sendiri pula! Bagi Taeri, sosok Jinri jadi lebih keren di matanya.
"Tidak apa-apa... aku hanya ingin melihatmu sebentar, Kak."
"Aku tidak akan tanggungjawab kalau kau jatuh cinta padaku, ya." Kelakar Jinri dibalas tepukan pelan di bahunya.
"Kak, lagu Metamorph dan Home-mu menjadi favoritku akhir-akhir ini. Apa tidak ada rencana memasukkannya ke Melon Music atau platform lainnya?" Taeri bertanya dengan cukup serius setelah jeda yang cukup lama di antara mereka.
Napas Jinri terhela panjang. Ia senang Taeri menyukai lagunya, tetapi pertanyaan gadis itu adalah pertanyaan menyebalkan yang selalu ia dapat dari orang-orang yang tahu akan keberadaan lagu-lagu di soundcloud-nya. Padahal hanya perlu menginstal aplikasi itu, mengapa orang-orang mudah sekali terperdaya dengan kehadiran platform music online yang kadang terlalu jahat dengan musisi-musisi kecil sepertinya.
"Aku hanya pakai soundcloud."
"Serius, Kak!?"
Jinri mengangguk. Matanya fokus pada layar komputer.
"Kenapa? Teman-temanku padahal ingin sekali mendengar lagumu secara mudah, loh, Kak. Lagipula platform itu memudahkanmu mendapatkan pendengar."
"Aku membuat musik untuk diriku sendiri--dan orang-orang yang ingin mendengarnya secara sukarela. Aku tidak mencari pendengar, Taeri."
"Sudah ku duga." Taeri menggelengkan kepala. "Pemikiranmu memang ajaib, Kak."
Kedua bahu Jinri bergerak ke atas. Bukan gimana-gimana tapi dari awal niatnya membuat musik hanya untuk menyalurkan hobinya saja. Membuat musik untuk orang-orang yang memang menyukai musiknya, yang tidak perlu mengumbar-umbar lagunya di depan banyak orang.
"Sebentar lagi kau siaran, kan?"
Taeri mengangguk sembari menatap jam tangannya. Dengan lemas gadis itu berdiri dan pamit ke studio siaran. Jinri menahan tawa melihatnya, sikap Taeri mengingatkannya saat-saat ia masih jadi penyiar--begitu jam kerjanya mulai, ia lemas minta ampun berbanding terbalik dengan sekarang dimana ia selalu bersemangat untuk datang ke studionya.
Saat Jinri mulai fokus dengan pekerjaannya, sebuah pesan KakaoTalk masuk ke ponselnya.
Woozi
Vernon minta nomormu.
Maaf, aku lupa minta izin...
Anak itu langsung
mengambilnya dari ponselku~~~
Woozi melipat kedua tangannya di depan dada, ia tampak kesal melihat Jinri dan Vernon tengah mengobrol hal yang sangat seru tentang sesuatu yang tidak ia ketahui. Bukan cemburu, tidak sama sekali, tapi Woozi merasa studionya jadi ribut dan akan lebih baik kalau dua orang itu mengobrol di tempat lain.
"Lebih mirip Bryan Adams, kan?"
"Woah... pantas saja rasanya tidak asing!" Jinri berseru, gadis itu mengenakan headphone Vernon, mendengarkan lagu Bryan Adams yang berjudul I Do It For You.
Lagi, mereka berdebat tentang kemiripan lagu Daniel Sahuleka dengan lagu lain dan secara tidak sengaja Vernon mendengar lagu Bryan Adams yang agak sedikit mirip (lebih mirip dibandingkan Endless Love-nya Lionel Richie). Woozi menggeleng-gelengkan kepala melihat keasyikan dua orang itu lalu berbalik ke arah komputer karena tidak ada yang menyadari tatapan tajamnya.
"Kau dapat dari mana lagu ini!?"
Vernon mendelik. "Rahasia."
"Ya!" Jinri menepuk pundah Vernon gemas. "Jangan-jangan kau searching!?"
"No!"
"Terus?"
"Muncul di rekomendasi Youtubeku." Ujar Vernon sembari mengedikkan bahu. Ia juga bingung kenapa rekomendasi itu tiba-tiba muncul. Memang terkadang media sosial punya algoritma yang aneh.
"Kalian bicara apa, sih?" Woozi yang sudah tidak tahan akhirnya berseru sewot. Kedua matanya tajam melihat Jinri dan Vernon yang tengah tertawa seru tentang pembicaraan mereka.
"Lagu." Jawab Vernon polos. Jinri mengangguk, mengamini jawaban itu.
"Lagu siapa?"
"Bryan Adams?" Jinri berkata retoris.
Woozi mengerutkan dahi. Rasanya ia pernah mendengar nama musisi itu--entah di mana. Bukannya ingin tahu tentang pembicaraan mereka sebenarnya, ia sebenarnya hanya ingin menegur keributan dua orang itu di studionya.
"Apapun itu... boleh kita teruskan pekerjaan kita sekarang?"
Jinri melirik Vernon. Pria itu mempersilahkannya untuk menghampiri Woozi yang wajahnya masam sekali di depan komputer. Dengan kikuk Jinri akhirnya berdiri, duduk di samping Woozi dan bersiap untuk meneruskan proyek yang sempat terhenti karena obrolannya dengan Vernon. Ia tidak ingin mengelak karena Jinri memang merasa agak bersalah karena terlalu asyik bercengkrama dengan rapper Seventeen itu.
"Jadi, coba tunjukkan bagian mana yang kau setujui?"
KAMU SEDANG MEMBACA
High Rises [Complete]
FanfictionUnderground Rapper dengan nama panggung Gum mencuri perhatian dua Idol asal Korea Selatan, Woozi dan Vernon. Keduanya berusaha mencari tahu Gum untuk bekerja sama dalam pembuatan album Seventeen di masa mendatang. Dan tiba-tiba gadis itu muncul dala...