31

154 32 0
                                    

Layar laptop Woozi memperlihatkan wajah Jinri yang tengah fokus menatap aplikasi editing di laptopnya. Gadis itu mengikat rambutnya yang pendek, menggunakan kaos kebesaran yang membuat tubuhnya menciut. Cantik sekali sampai Woozi takut tidak bisa fokus membantu proyek hobi gadis itu. Di tengah kesibukannya mempersiapkan comeback, Woozi menyempatkan waktunya untuk membantu Jinri sesuai janjinya. Tentu saja tidak masalah. Bahkan ia bersyukur bisa melihat Jinri setelah proyek mereka rampung.

"Woozi." Panggil Jinri. "Kau bisa mendengarku?"

Woozi mengangguk. Ia tersenyum kepada Jinri yang mendekatkan wajahnya pada kamera. "Coba, mana Ukulelemu?"

"Eii... lagunya sudah aku record. Kalau aku mainkan di depanmu, suaranya tidak akan oke."

"Coba." Kata Woozi keukeuh.

Jinri menghela napas panjang. Ia mengerucutkan bibir lalu beranjak dari ruangan itu. Tidak lama Jinri kembali dengan sebuah Ukulele di tangannya dan Woozi sudah memangku wajah di depan kamera, menunggu gadis itu untuk memainkan lagu ciptaannya yang kali ini bergenre folk.

"Aku sudah lama tidak bermain Ukulele, jadi ada missing point yang mungkin akan membuatmu meringis." Kata Jinri memperingatkan, berharap Woozi berhenti memintanya memainkan lagunya secara langsung.

"Oke."

Napas Jinri terhela. Usahanya sia-sia dan Woozi hanya bisa menahan tawa. Ia menunggu, memandang Jinri yang sedang mengepalkan kedua tangannya, lalu menggerak-gerakkan jarinya agar lebih luwes.

See the sunshine above us
Shining like your eyes
Blink blink with no worries
Is that love?

Like sun who loves earth
Do you love me too?

"Bagaimana?"

"Hanya segitu?" Woozi bertanya balik. Ia melipat kedua tangan di depan dada.

"Yaa! Masa aku nyanyi full sekarang? Aku punya versi digitalnya yang harus kau dengar." Kata Jinri kesal. Woozi tidak tahan untuk tertawa.

"Ketawa, ya."

Tawa Woozi makin kencang, ia mengusap air mata yang sempat keluar dari pelupuk matanya. "Kau lucu sekali kalau marah-marah, Jinri."

"Terus? Aku harus marah-marah biar selalu lucu di matamu? Begitu?"

"Jangan... nanti aku overdosis."

Kedua mata Jinri melebar. Ia menatap wajah Woozi selama beberapa saat di layar laptopnya, pria itu sedang sibuk dengan kertas yang ada di atas meja. Seakan tidak masalah dengan kalimat yang baru saja ia ucapkan. Jinri pun jadi takut kalau ia salah dengar, apalagi mereka hanya berkomunikasi lewat video call.

"Coba mainkan versi digitalnya." Pinta Woozi berusaha mengindahkan tatapan Jinri yang penuh tanya. Benar saja. Ia hampir mengungkapkan isi hatinya kepada gadis itu.

Jinri lalu memutar lagunya dan Woozi memfokuskan pendengaran. Suara Jinri mengalun lembut, perlahan dan santai. Petikan Ukulele membuat lagu itu makin terdengar santai, seakan Woozi tengah berada di pantai menikmati semilir angin laut yang sepoi-sepoi. Sudah oke.

"Tidak apa-apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak apa-apa. Sudah bagus." Kata Woozi begitu lagu selesai.

"Sudah? Begitu saja? Tidak ada komentar lain?"

Woozi mengerucutkan bibir, menggeleng pelan. "Lagu seperti itu tidak perlu diapa-apakan juga sudah oke. Malah kalau terlalu banyak diutak-atik, jadinya kurang bagus."

"Serius?" Jinri mendelik tidak percaya. Meski sebenarnya ia agak setuju dengan apa yang dikatakan Woozi.

"Ya. Kecuali kalau kamu mau tambahkan rap di tengah-tengah lagu. Mungkin beatnya dinaikkan sedikit."

"Tidak." Kata Jinri. "Ini mau ku masukkan dalam playlist liburanku. Lagu yang bakal aku dengar kalau sedang tiduran di pantai."

"Tiduran?"

Jinri mengangguk. "Jangan tertawa!" Serunya saat melihat Woozi sudah membuka mulut dengan lebar. Pria itu menepuk tangan, tertawa kencang saat membayangkan Jinri berbaring di bawah payung di sebuah pantai antah berantah.

"Ya! Kau mau liburan atau tidur?"

"Terserah aku, dong!"

Kepala Woozi bergerak ke kanan dan ke kiri. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Saat berusaha menyudahi tawanya, pintu studionya terbuka. Vernon masuk bersama Hoshi. Keduanya seperti baru saja bangun dari tidur, kaos yang digunakan pun seperti kaos tidur.

"Woozi, ayo siap-siap! Sebentar lagi kita pemotretan." Sahut Hoshi sembari duduk di atas sofa, ia tidak lagi memperhatikan apa yang Woozi lakukan di depan komputernya.

"Kak Jinri?" Vernon membelalakkan mata. Ia sengaja menghampiri Woozi, ingin tahu apa yang sedang dilakukan pria itu dan malah menemukan Jinri melambaikan tangan kepadanya via layar komputer.

"Hai, Vernon!!" Sapa Jinri riang.

"Kalian lagi apa?" Tanya Vernon menahan rasa kesal di dadanya.

"Yaaa... ngobrolin lagu." Jawab Woozi kikuk, ia bingung juga untuk menjelaskan pekerjaannya sekarang bersama Jinri.

"Kau bisa bermain Ukulele, Kak?" Vernon kembali bertanya seakan tidak memperdulikan jawaban Woozi. Rasa cemburu membakar dadanya sekarang. Ia kesal tidak bisa bekerjasama dengan Jinri, kesal karena tidak bisa bertemu dengan gadis itu untuk sementara waktu.

Jinri mengangguk di balik layar komputer. Ia memperlihatkan Ukulelenya, memetik beberapa senar secara sembarangan.

"Coba mainkan!"

"Tidak! Tidak!" Seru Jinri terkekeh. "Aku malu!"

"Oh! Jadi sama Vernon kau malu?" Woozi berseru merasa keki dan Jinri tertawa kencang.

"Yaa! Diam kau!!" Jinri mendecakkan lidah dan Woozi tertawa.

Melihat perbincangan Woozi dan Jinri membuat Vernon diam. Ia melirik kedua orang itu bergantian lalu menghela napas panjang. Kekesalannya bertambah sedangkan ia harus memgatur mood agar pemotretan nanti berjalan lancar.

"Kak, ayo siap-siap." Kata Vernon pada akhirnya. Ia melambai di depan kamera. "Kak, doakan album kami sukses, ya!!"

"Siap!! Semangat!! Jaga kesehatan buat kalian semua!" Seru Jinri membuat Vernon setidaknya bisa tersenyum tipis.

"Hmm... aku matikan, ya." Kata Woozi pada Jinri begitu Vernon melangkah duduk di sofa, bersisian dengan Hoshi yang kembali tertidur.

Lagi-lagi ia menghela napas yang sangat panjang. Rasanya kalah telak sebelum berperang. Kalau saja Jinri mau bekerjasama dengannya, mungkin kesempatan itu masih bisa didapatkannya.

"Menyerahlah."

Vernon terhenyak. Dengan mata tertutup, Hoshi berbisik. Ia menepuk pipi Kakaknya itu pelan, mengecek apakah Hoshi hanya meracau atau beneran berbisik kepadanya. Karena kesal pipinya ditepuk, Hoshi meremas paha Vernon. "Awas kau, Vernon!"

"Aku kira kau tidur!"

"Tidak!! Aku serius!! Menyerahlah..."

High Rises [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang