Begitu namanya sudah tidak begitu dielu-elukan orang dan perhatian Ayahnya melonggar, Jinri memberanikan diri berkunjung ke Studio Woozi. Ia hanya sisa melakukan sedikit pekerjaan lalu menunggu tanggal pasti pertemuan dengan CEO, Investor, dan Tim Marketing Pledis Entertainment untuk membahas--atau lebih tepatnya memastikan approval mereka agar lagu-lagu buatannya dengan Woozi bisa dimasukkan dalam album terbaru Seventeen. Proyek mereka memang tidak membutuhkan waktu lama, pasalnya lagu Metamorph dan 2 lagu lainnya yang dipilih Woozi dan kawan-kawan sudah jadi, mereka hanya mengubahnya sedikit.
Tak pernah terbesit dalam pikiran Jinri untuk bisa bekerjasama dengan Woozi sebelumnya. Ia pikir proyek itu tidak akan pernah ia lakukan dan sekarang mereka bahkan hampir selesai menyelesaikannya.
"Lusa sebelum jam makan siang, kau bisa, kan?"
Dilihatnya Woozi yang fokus di depan layar komputer. Jinri mengangguk, ia sudah mendapatkan izin dari radionya untuk melakukan meeting yang sudah diberitahu Bumzu kemarin.
"Aku akan berusaha agar lagumu menjadi main track."
"Jadi, ada 3 main track?"
Woozi mengangguk. "Aku maunya begitu. Jadi ada 3 MV dan 3 Koreografi untuk comeback nanti."
"Tapi kalau bicara dari sisi perusahaan, bukankah itu wasting money? Kau tahu, kan, maksudku?"
Bukannya tidak mau berharap lagu-lagunya dijadikan main track--bagaimana pun juga ia sudah terjun ke proyek ini dan berharap yang terbaik. Akan tetapi mendengar keinginan Woozi, Jinri merasa hal itu akan sulit dicapai. Ia tahu apa yang dipikirkan para CEO, Investor dan Tim Marketing sebagaimana ia pernah belajar dunia bisnis saat masih di Chicago. Bisnis itu tentang untung yang banyak dari modal yang sedikit. Memang sekarang dunia berubah, tapi pola pikir para pebisnis ulung selalu mencari celah ke sisi tersebut.
"Tapi aku ingin membuat Album Special kali ini. Kami sudah bertahan selama 5 tahun, akan membosankan kalau apa yang kami berikan ke para fans begitu-begitu saja." Kata Woozi agak lirih. Jinri jadi prihatin.
Kata-kata Woozi mengingatkan Jinri pada seorang Idol yang bekerja sebagai penyiar di radionya. Idol itu pernah mengaku kalau perusahaannya tidak pernah memberikan kesempatan baginya--dan teman-temannya--untuk terjun langsung dalam pembuatan album sehingga apa yang dihasilkan tidak begitu maksimal. Only money oriented tanpa memilirkan keinginan fans dan idolanya. Hal yang akhirnya membuat grupnya tidak begitu terkenal hingga sekarang. Sampai temannya itu memutuskan untuk menjadi penyiar meski grup mereka belum bubar.
Pembicaraan yang kala itu membuat Jinri makin yakin untuk tidak masuk dalam agensi maupun membuat proyek dengan siapa pun. Ia suka uang, tapi kalau karyanya dijadikan ladang uang sampai keorisinalitasnya hilang, uang bukan lagi hal yang menyenangkan.
"Aku bantu doa kalau gitu, tapi aku tidak ingin kau terlalu berharap." Ujar Jinri yang malah balik menenangkan Woozi.
"Harusnya aku yang berkata seperti itu."
Jinri mengedikkan bahu. Mind set Woozi ternyata masih terlalu polos--atau pria itu selalu percaya diri bahwa apapun bisa diraihnya asalkan terus berusaha. Benar juga sebenarnya, tapi terkadang ada usaha yang hasilnya tertunda entah kapan baru bisa terealisasikan.
"Selamat malam, Kak!!"
Pintu studio terbuka, dua orang berseru riang menyapa Woozi. Satu orang lagi masuk dengan senyum yang lebar sampai matanya hanya tampak sebaris. Jinri memperhatikan ketiga orang itu, lalu memgangguk sopan dan berbalik kembali melihat layar komputer begitu melihat Vernon yang ternyata masuk paling akhir.
"Jinri, kenalkan, Dino, Deokyeom, dan Hoshi." Woozi menepuk pundak Jinri agar gadis itu melihat tiga orang yang diperkenalkannya.
Mau tak mau Jinri harus berbalik. Ia berdiri lalu membungkuk sopan kepada ketiga pria di hadapannya. Woozi menunjuk Dino dan Deokyeom, dua pria yang berseru riang tadi sedangkan yang matanya sebaris adalah Hoshi. "Saya Jinri, salam kenal."
"Salam kenal, Kak!" Seru Dino dan Deokyeom penuh semangat.
"Ah... ini Jinri. Salam kenal." Sapa Hoshi santai. "Woozi sering membicarakanmu." Kata pria itu lagi sehingga Woozi menepuk punggungnya lumayan keras.
Jinri menyipitkan mata. "Dia sering marah-marah karena aku, ya?"
Tawa Hoshi menggelegar. Ia menggeleng sembari duduk di sofa, bersebelahan dengan Vernon yang asyik menatap layar ponsel. "Dia selalu khawatir padamu."
Beberapa permen melayang ke arah Hoshi, siapa lagi kalau bukan Woozi yang melemparnya. Pria itu kesal bukan main sampai kedua tangannya terkepal. Jinri hanya bisa tersenyum, ia tidak berani mengartikan kalimat Hoshi barusan karena kata laki-laki terkadang tidak harus dipercaya 100%. Mungkin Hoshi hanya berniat menggoda kawannya.
"Penampilan Kak Jinri di acara TV itu keren sekali! Aku sudah mendengar semua lagumu di Soundcloud, lho, Kak!" Giliran Dino yang berbicara. Ia tampak sangat bersemangat sampai kedua matanya melebar penuh dengan binar-binar kekaguman.
"Betul! Aku suka Metamorph!" Deokyeom ikut menyahut.
"Kau tahu lagunya?" Hoshi menggoda Deokyeom yang segera membuat pria itu memutar topi hitam yang dikenakannya seakan merubah penampilan seperti seorang rapper.
"No more 720! Coolin' it! I did all! Did all!" Deokyeom begitu bersemangat menyanyikan lagunya meski temponya berantakan.
Jinri otomatis tertawa, begitu pula Hoshi, Dino dan Vernon yang ikut bertepuk tangan. Sedangkan Woozi hanya bisa menggelengkan kepala, menahan rasa malu melihat saudara-saudaranya yang mulai berulah abnormal. Untung saja Jinri tertawa. Kalau tidak mampuslah ia.
~~~
"Kak!"
Jinri berjengit. Ia terkejut melihat Vernon tiba-tiba menghampirinya di halte bus. Seperti biasa, pria itu mengenakan masker dan topi untuk memyamarkan penampilannya. Jinri pikir Vernon tidak akan mengikutinya karena saat keluar dari Pledis, ia melihat beberapa fans berkumpul ramai di seberang jalan.
"Eh, hai..."
"Langsung pulang?"
Tentu saja, pikir Jinri. Ia tidak mau menghabiskan waktu di luar rumah, apalagi di malam hari. Besok pun harus kembali bekerja jadi prioritasnya sekarang adalah beristirahat.
"Pasti."
"Mau menemaniku?"
"Tidak." Jinri menggelengkan kepala sembari mendelik kepada Vernon yang belum memberitahu ke mana ia ingin pergi. Meski tidak bisa melihat wajahnya, Jinri yakin pria itu tengah menyeringai.
"Aku mau ke Symphonic Session. Apa kau tidak mau ke sana?" Tanya Vernon menyebutkan salah satu event bagi Underground Rapper yang diadakan tiga bulan sekali di kawasan Itaewon.
Jinri menggelengkan kepala.
"Ayolah, Kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
High Rises [Complete]
FanfictionUnderground Rapper dengan nama panggung Gum mencuri perhatian dua Idol asal Korea Selatan, Woozi dan Vernon. Keduanya berusaha mencari tahu Gum untuk bekerja sama dalam pembuatan album Seventeen di masa mendatang. Dan tiba-tiba gadis itu muncul dala...