24

154 31 0
                                    

Pertemuan Jinri dan para petinggi agensi yang dinaungi oleh Woozi berjalan sangat lancar meski apa yang diprediksi Jinri benar terjadi. Tapi Jinri puas, ia malah ketakutan kalau lagunya menjadi main track seperti apa yang diharapkan Woozi--bisa-bisa Ayahnya menyuruhnya pulang ke Chicago. Seperti yang dikatakan CEO dan Tim Marketing, bagaimana pun juga Seventeen harus tampil bertigabelas di atas panggung dalam comeback kali ini sehingga mereka tetap membutuhkan 1 lagu utama yang sudah dibuat oleh Woozi, Bumzu, Vernon dan Seungkwan. Tiga lagu yang dikerjakan Jinri bersama Woozi tetap masuk tracklist sehingga proyek mereka tidak sia-sia.

Karena sudah tahu hasilnya akan begini, Jinri santai-santai saja. Ia malah bersyukur karena lampu sorot tidak akan terlalu meneranginya. Lagipula ia sebenarnya ingin mengubah nama Gum di credit lagu yang ia buat bersama Woozi, sayangnya Metamorph sudah dikenal banyak orang dan ia tidak mungkin menggunakan nama lain.

Kalau Jinri tampak santai, beda halnya dengan Woozi yang masih menampakkan raut cemberut begitu keluar dari ruang pertemuan. Pria itu uring-uringan di depan komputer ketika Jinri menahan tawa di sofa studionya.

"CEO-mu benar, lho, Woozi. Bagaimana bisa kalian tampil 3 kali di acara panggung untuk promosi? Itu pasti membutuhkan banyak biaya!" Seru Jinri sambil berpangku dagu di pinggir sofa, menatap Woozi yang terus mengeluh.

"Tapi ini album spesial!"

"Ya, tapi dilihat dari sisi marketing bukannya untung malah buntung. Makanya aku tidak suka dengan dunia itu. Memang lebih asyik membuat musik sebebas-bebasnya." Kata Jinri agak membanggakan diri tentang keidealisannya yang memang terdengar lebih baik.

"Tetap saja keidealisanmu tidak bisa membawamu maju, Jinri. Kau akan terus berada di garis yang sama." Woozi berbalik, ia kini berhadapan dengan Jinri, memperlihatkan sorot mata tajam yang pernah diperlihatkannya saat di belakang panggung TvN.

"Tidak juga."

"Tidak bagaimana?"

"Toh, aku masih suka membuat berbagai macam jenis lagu. Dan aku bisa maju dan konsisten--bisa pro dalam membuat lagu dengan genre yang sama."

"Pendengarmu akan bosan!"

"Tapi mereka akan selalu datang ketika mereka ingin mendengar laguku."

Woozi menahan umpatan yang hampir keluar dari mulutnya. Jinri keras kepala sekali, sama sepertinya. Gadis itu punya pendirian yang sangat kuat terhadap apa yang sudah diputuskannya. Meski apa yang dikatakan Jinri benar, tetap saja Woozi tidak setuju karena menurutnya musisi yang baik adalah musisi yang berani bereksperimen dengan kemampuannya. Keidealisan Jinri seakan menjadi kungkungan untuk dirinya sendiri.

"Jadi untuk apa kau buat lagu ber-genre lain kalau ujung-ujungnya kau tetap mengunggah lagu dengan genre yang sama Jinri? Kau buang-buang waktu dan tenaga jadinya!"

"Untuk diriku sendiri." Kata Jinri yang ikut kesal. Ia menatap Woozi dengan pandangan menantang. "Membuat lagu adalah hobiku, jadi katakan saja lagu-lagu itu hanya hasil dari hasratku untuk memuaskan diri."

"Memuaskan diri." Woozi menghela napas panjang. Ia memijit pelipis, berusaha untuk lebih tenang agar tidak menciptakan panggung untuk pertengkaran mereka.

"Kalau kau punya hobi, kau pasti paham maksudku." Ujar Jinri kesal. Gadis itu tiba-tiba berdiri dari sofa, kepalanya sudah mumet dan ia merasa wajahnya memanas karena menahan emosi sehingga ia berniat untuk pulang.

"Mau ke mana!?" Sahut Woozi sama kesalnya.

"Pulang." Jawab Jinri lalu membuka pintu studio tanpa berbalik.

Sebelum Jinri pergi, Woozi sempat berteriak. "JANGAN LUPA SEBENTAR MALAM!!"

 "JANGAN LUPA SEBENTAR MALAM!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

Bumzu bersidekap menatap dua manusia yang duduk berhadapan di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan Jinri dan Woozi. Aura kedua manusia itu sangat berbeda dari hari-hari biasanya, aura sekarang mengingatkannya akan kejadian saat keduanya bertemu pertama kali yang membuat Bumzu agak bergidik karena dua-duanya punya mulut yang tajam kalau sudah emosi.

Vernon, Park Ki Tae, Scoups dan dua orang anggota Prismfilter yang hadir dalam acara 'syukuran' makan malam itu pun merasakan hal yang sama dirasakan Bumzu meski mereka berpura-pura tidak tahu dan tetap menikmati makan malam yang ada. Bahkan Vernon berkali-kali mencoba membuat mood Jinri membaik meski tidak berhasil karena--entah mengapa Woozi selalu menginterupsi yang menimbulkan darah Jinri kembali naik.

"Malam ini kita harus mengucapkan selamat kepada Woozi dan Jinri yang sudah merampungkan proyek mereka. Selamat!!" Seru Bumzu sembari menyikut Woozi di sampingnya, pria itu lalu mengangkat gelas bir diikuti oleh yang lain.

Dengan malas Woozi dan Jinri ikut mengangkat gelas bir mereka. Seharusnya malam ini mereka bersenang-senang, tetapi perseteruan mereka belum juga reda. Jinri masih sakit hati dengan kata-kata Woozi, sedangkan Woozi masih enggan membuang egonya.

"Terima kasih untuk Jinri yang sudah mau bekerjasama dengan Seventeen. Sebagai leader, aku sangat berterimakasih." Tiba-tiba Scoups membungkukkan badan kepada Jinri yang asyik menyantap daging di mangkuknya.

Meski merasa kikuk, Jinri akhirnya ikut berdiri dan membungkuk sopan untuk membalas Scoups. "Terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan padaku. Semoga comeback kali ini sukses besar!"

"Pasti!" Scoups tersenyum lebar. "Pasti akan berhasil!!"

"Makan yang banyak, Kak." Sahut Vernon sembari menggunting daging yang sudah matang ke mangkuk Jinri. "Ini sebagai ungkapan terima kasihku." Katanya tersenyum malu-malu.

"Harusnya kau bilang begitu saat kau yang membayar makan malam ini!" Ki Tae memprotes yang dibalas Vernon dengan tawa kikuk.

Jinri akhirnya ikut tertawa. Ia mengucapkan Terima kasih kepada Vernon dan melahap dagingnya dengan penuh khidmat.

"Ucapan terima kasihmu apa, Woozi? Jinri sudah memberikanmu kesempatan untuk bekerjasama denganmu, ia bahkan memberikan beberapa lagunya untuk proyek kalian." Kata Bumzu lagi-lagi menyikut orang di sampingnya.

Woozi menghela napas. Ia seakan tidak mendengar apa yang dipertanyakan Bumzu dan asyik melahap nasi. Sesekali ia mencoba melihat ke arah Jinri yang emosinya tampak sudah lebih baik darinya. Hal yang membuat Woozi agak malu karena tidak bisa menahan egonya.

"Ak--"

Saat Woozi ingin mengucapkan sesuatu, Jinri tiba-tiba berdiri dari kursi. Ia memberikan isyarat kepada semua orang yang ada di meja mereka, meminta izin karena ada yang menelpon.

Lagi-lagi Woozi kesal. Ia harus menunggu Jinri datang.

Ada sekitar tujuh menit gadis itu menjawab telepon. Sekembalinya ke meja mereka, Woozi bisa melihat wajah Jinri pias sekali. Gadis itu tampak buru-buru membereskan barang-barangnya.

"Ayahku datang dari Chicago. Aku minta maaf harus pulang duluan. Terima kasih buat Bapak Park Ki Tae, Kak Bumzu, anak-anak Prismfilter, Kak Scoups, Vernon.... Woozi. Aku tidak apa-apa, kan, izin duluan?" Tanya Jinri yang sempat tersenyum saat mengucapkan Terima kasih secara tulus kepada teman-temannya.

Park Ki Tae dan Bumzu segera mengangguk. Tentu saja tidak masalah. Bahkan kedua pria itu tahu apa yang terjadi antara Jinri dan Ayahnya. Thanks to Jinhyuk. Vernon jadi ikut gelagapan, ia ikut memastikan barang-barang Jinri masuk semua ke tas sedangkan Woozi, raut wajahnya berubah sedikit lebih lembut.

Cerita Bumzu tentang Ayah Jinri membuat pria itu jadi diam, ia jadi tidak sampai hati melihat Jinri sekarang.

"Terima kasih semuanya. Mohon maaf aku balik duluan." Pamit Jinri dengan sopan, ia membungkuk kepada satu per satu orang di meja mereka lalu berlari kecil keluar restoran.

Woozi hanya bisa menatap punggung Jinri dari jauh. Kali ini ia ingin sekali melakukan sesuatu yang gila untuk merubah situasi Jinri, sehingga tiba-tiba ia berdiri dari kursi, tanpa berkata sepatah kata pun ia berlari keluar restoran disambut tatapan heran teman-temannya.

"Lah? Ke mana Woozi!"

High Rises [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang