Saat Jinri tengah menunggu bus di halte terdekat saat tasnya ditarik secara perlahan oleh seseorang di sampingnya. Dengan was-was Jinri berbalik, ia ingin menegur orang itu atau setidaknya ia bisa melihat seperti apa orang yang menjahilinya tersebut kemudian memikirkan apa yang harus ia lakukan kepadanya. Orang yang menarik ujung tas selempangnya adalah seorang pria ber-beanie hitam, ia menggunakan masker hitam pula sehingga Jinri tidak tahu siapa dia.
"Vernon." Kata pria itu sembari mengangkat kedua jarinya berbentuk 'V'.
Jinri memiringkan kepala. Ia tidak tahu siapa itu Vernon. Kedua matanya menatap pria itu tajam, memperhatikan kedua bola matanya yang bulat--yang tidak seperti orang Korea kebanyakan, bulu matanya juga panjang dan lentik. Selama beberapa saat Jinri merasa terhipnotis melihat kedua mata yang indah itu.
"Vernon Seventeen." Sahut pria itu pelan, memastikan tidak ada orang di sekitar mereka.
Barulah Jinri teringat kejadian di ruang tunggu Gedung TvN setelah mengikuti program Can See Your Swag beberapa waktu lalu. Selain Woozi, Bumzu dan Minseok, ada satu pria bule yang memperkenalkan namanya sebagai Vernon. Lepas itu teringat pulalah Jinri akan beberapa lagu Hip Hop Seventeen yang pernah ia dengar di radio tempatnya bekerja. Lagu yang dinyanyikan oleh pria campuran Korea-Amerika tersebut.
"Ah... h-hai, Vernon." Sapa Jinri kikuk.
"Duduk." Kata Vernon agak bergeser, mempersilahkan Jinri untuk duduk di sampingnya. "Salam kenal lagi, Kak." Sapanya begitu Jinri mengikuti perkataannya.
"S-salam kenal, Vernon."
"Aku memanggilmu Kakak, ya? Soalnya Kak Woozi bilang kalian lahir di tahun yang sama." Ujar Vernon teramat ramah. Jinri jadi kewalahan karena ia tidak bisa cepat dekat dengan orang yang baru dikenalnya.
"Y-ya. Terserah kamu saja."
"Menunggu bus? Kau dari Studio Kak Woozi, ya?"
Jinri mengangguk. Ia melirik jam tangan, sekitar beberapa menit lagi busnya akan tiba. Kawasan apartemennya cukup jauh dari Gedung Pledis, ia harus berganti bus di depan Hotel Crown menuju kawasan Universitas Hongik yang memang menyediakan berbagai macam pilihan apartemen yang lebih murah daripada kawasan lain di Ibu Kota Negara Korea Selatan itu.
Karena respon Jinri yang tidak begitu baik, Vernon berhenti bertanya. Pria itu memperhatikan ke sekeliling halte yang sepi, sesekali ia memperhatikan Jinri yang menatap jalanan yang kosong melompong.
"Kau mau ke mana, Vernon?" Akhirnya Jinri bertanya karena risih dengan keheningan itu.
Dari balik masker, Vernon sebenarnya tersenyum. Ia senang ditanya begitu, setidaknya Jinri tidak mengindahkan kehadirannya di sana. Lalu ia menjawab, "Jalan-jalan malam."
"Oohh... menarik."
"Menarik bagaimana?" Vernon menatap Jinri yang refleks berbalik. Mata perempuan memang tidak bisa berbohong, gadis itu tahu Vernon melihatnya dan ia tidak sanggup berpura-pura sibuk memperhatikan jalanan yang kosong di depan mereka.
"Di tengah musim yang makin dingin ini ternyata ada yang suka jalan-jalan malam." Jawab Jinri sekenanya dan Vernon terkekeh di sampingnya.
"Kau sendiri kenapa pulang larut malam? Tidak izin ke Kak Woozi untuk pulang lebih cepat, Kak?"
Jinri terperangah. Ia menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Aku keasyikan mengaransemen Metamorph dengannya. Lupa waktu."
Kedua alis Vernon terangkat. Pria itu tertawa lagi dari balik maskernya, kali ini sambil menepuk tangan. "Oh ya?"
"Y-ya. Aku memang suka lupa waktu kalau sudah begitu."
"I see. Ter--"
"Busku sudah sampai." Kata Jinri cepat, ia memotong ucapan Vernon begitu melihat busnya melaju cepat dari kiri mereka. Gadis itu berdiri, menatap bus yang makin mendekat.
"Aku pulang duluan, ya, Vernon." Pamitnya sembari tersenyum simpul.
Vernon mengangguk. Dilihatnya Jinri masuk ke dalam bus. Gadis itu memilih kursi bagian kiri bus sehingga Vernon harus berdiri untuk melambaikan tangan kepadanya. Dengan kikuk, Jinri membalas lambaian tangannya, keduanya bertatapan hingga bus beranjak melaju meninggalkan halte itu.
~~~
Bulu kuduk Jinri meremang. Sikap Vernon di halte membuat jantungnya berdegup tidak keruan. Mungkin karena Jinri jarang bersosialisasi secara intens dengan pria selain Jinhyuk, ia jadi merasa sikap Vernon sangat sangat menggemparkan hati. Begitu sampai di apartemen, Jinri buru-buru menaruh tas di atas meja makan. Ia lalu membuka pintu studionya, menyalakan laptop dan mengambil salah satu synthesizer. Menekan beberapa tuts hingga menghasilkan suara piano yang berima.
Kejadian di halte tadi membuat kepalanya penuh dengan irama indah. Seakan ia bisa mendengarkan backsound musik seperti di dalam adegan-adegan film romantis.
Bukan jatuh cinta kepada Vernon. Jinri hanya jatuh cinta pada kejadian itu saja, kejadian yang menciptakan nada indah di kepalanya.
Setelah menekan beberapa tuts pada Synthesizer, Jinri meraih buku yang selalu terletak di samping laptopnya. Buku berisi draft lirik lagu yang ia buat. Dengan penuh semangat, Jinri menulis pada kertas kosong.
You see me on that bus
In the night of 12th August
Waving your big hand
Saying 'Goodbye'
Like we'll never meet againOr is that your sign?
To going far away
Finding another wayLeaving me
Leaving usJinri bergumam, merapalkan lirik itu lalu bernyanyi pelan. Bukan nge-rap seperti biasa. Lalu ia menekan kembali tuts synthesizer, memilih mode drum sehingga nada yang dihasilkan lebih powerful. Draft itu jadi dalam kurun 30 menit. Sebuah lagu yang cocok dibawakan sebuah band pop rock, tentang perpisahan.
Lagu yang mengingatkannya akan lagu-lagu Simple Plan.
KAMU SEDANG MEMBACA
High Rises [Complete]
FanfictionUnderground Rapper dengan nama panggung Gum mencuri perhatian dua Idol asal Korea Selatan, Woozi dan Vernon. Keduanya berusaha mencari tahu Gum untuk bekerja sama dalam pembuatan album Seventeen di masa mendatang. Dan tiba-tiba gadis itu muncul dala...