12

204 33 0
                                    

"Kenapa kau tidak mengunggah lagu-lagumu yang ini?" Woozi bertanya tanpa berbalik dari layar komputer, pria itu tengah mengaransemen lagu Metamorph agar lebih sempurna, sedangkan Jinri berada di atas sofa, mencoba menggunakan Synthesizer milik Woozi dengan teramat fokus.

"Jinri?" Panggil Woozi karena gadis itu tidak menjawabnya.

"Ya?"

"Kenapa lagu-lagumu di Soundcloud genre-nya monoton?"

Pertanyaan Woozi agak nyelekit, Jinri mendengarnya jelas sekali sampai ia mendelik ke arah Woozi. Kalau saja ia tidak sadar tengah meminjam Synthesizer pria itu, ia mungkin sudah mishu-misuh di hadapannya. Memang benar, mungkin, lagunya di Soundcloud sangat monoton, genre-nya sama. Tapi itulah bentuk keidealisan Jinri sebagai Underground Rapper. Ia ingin memiliki lagu yang jenisnya sama.

"Karena aku menyukai genre itu."

"Berarti kau tidak suka dengan demo-demo yang kau berikan padaku?"

"Tidak begitu." Jinri terdengar kesal. "Aku hanya ingin keorisinalitasanku sebagai Rapper di Soundcloud. Makanya aku hanya mengunggah lagu-lagu dengan warna yang sama."

Orisinalitas. Woozi mengangguk-angguk paham meski ia tidak suka dengan pemikiran Jinri yang menurutnya terlalu kaku. Padahal musik itu universial, fleksibel. Tidak harus mempertahankan satu genre, seorang musisi disebut memiliki keorisinalitas. Malah, musisi yang berani menyentuh berbagai genre adalah musisi yang hebat.

"Lagu 09-mu bagus sebenarnya. Tapi tidak cocok dengan warna musik Seventeen." Kata Woozi tiba-tiba.

Jinri menjentikkan jari. "Pernyataanmu sama saja dengan jawabanku tentang isi soundcloud-ku. Warna musikku memang seperti itu."

"Tapi Seventeen berani mencoba banyak genre." Seru Woozi tidak terima sembari berbalik menatap Jinri. Dahinya berkerut dan ia menatap gadis itu tajam.

"Tapi tetap dengan warna yang sama, kan?"

Lidah Woozi terasa kelu. Ia menghela napas panjang lalu kembali menatap layar komputernya dengan kesal. Ia kalah telak. Jinri benar, tapi tetap saja lagu-lagu gadis itu terlalu monoton dibandingkan demo lagu yang diberikan kepadanya. Bahkan Woozi menemukan satu lagu cocok untuk dibawakan sebuah band Pop-rock.

"Kenapa kau terlalu stuck dengan keidealisanmu, Jinri?"

Pertanyaan baru yang mengejutkan. Jinri pikir Woozi akan berhenti bertanya, tetapi ternyata pertanyaan pria itu makin berani mengkoyak-koyaknya. Gadis itu makin yakin hati Woozi terbuat dari besi. Dingin dan tidak peduli apakah pertanyaannya menyindir lawan bicaranya atau tidak.

"Aku nggak stuck." Jinri mendesah. "Itu jalan hidupku sebagai Underground Rapper."

"Terus demo ini untuk apa? Selain untukku?"

"Ya, untuk diriku."

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

Woozi masih terganggu dengan jawaban Jinri beberapa jam lalu saat mereka bicara soal demo lagu dan keorisinalitasannya sebagai musisi. Jawaban itu sangat tidak masuk akal, bagaimana bisa Jinri membuat lagu untuk dirinya sendiri? Apakah gadis itu masih pantas disebut sebagai musisi?

Saat ia kepikiran dengan pernyataan Jinri, pintu studionya terbuka. Vernon masuk dengan gaya Swag-nya, menghampiri Woozi dengan santai. "Hai, Kak!"

"O... hai." Balas Woozi singkat. Ia menggerakkan kursornya ke sembarang arah. Pikirannya masih melayang.

"Kau punya nomornya Kak Jinri, tidak?"

"Hah!?"

"Nomor Kak Jinri." Vernon berkata dengan super santai, ia heran mengapa Woozi harus terperangah seperti itu di depannya.

"Untuk apa?"

"Bisnis."

"Kau masih ingin bekerjasama dengannya?" Tanya Woozi tidak percaya dan Vernon menganggukkan kepala tidak ragu. Ia tentu tahu betapa keras kepalanya Jinri dan Woozi pikir Vernon akan menyerah.

"Kenapa harus dia?"

"Aku suka dengan lagu dan suaranya." Jawab Vernon enteng. Kesantaian Vernon makin membuat Woozi terperangah.

Sifat Woozi dan Vernon memang sangat berbeda. Kalau Woozi tipe orang yang serius, tidak bisa santai dan malas berdebat dengan orang yang ia anggap menyebalkan (tapi kalau dipancing berdebat tidak bisa diam), Vernon kebalikannya. Vernon orang yang santai dan tidak peduli dengan apa pun yang dihadapinya, ia bahkan tidak peduli dengan sikap Jinri yang menyebalkan karena menurutnya gadis itu pasti mau bekerjasama dengannya kelak.

Dahi Woozi masih tertekuk. Ia menatap Vernon dengan heran. "Kau yakin?"

"Ya." Vernon menjawab sembari mengerjapkan kedua mata. "Memangnya kenapa, Kak? Kau tampaknya tidak menyukai keputusanku."

"Sangat tidak setuju."

"Kenapaa!?"

"Dia orangnya complicated. Permintaannya banyak, aku sampai bingung harus mengaransemen lagunya seperti apa." Keluh Woozi sembari memijit pelipisnya. Meski terkadang Jinri tidak seburuk itu pula, tapi tetap saja permintaannya banyak sekali sampai ia harus mengedit ulang irama dan melodi yang tepat untuk gadis itu.

"Hmm... menarik."

"Menarik dari mananya!?"

"Dia tidak terlihat complicated di mataku, Kak. Aku jadi penasaran bagaimana rasanya bekerjasama dengan Kak Jinri. Pasti seru!"

Napas Woozi terhela panjang. Selain Jinri, ia juga tidak bisa memahami jalan pikiran Vernon yang ajaib. "Seru bagaimana!? Adanya kau akan pusing. Lagipula sekarang kau juga tengah bekerjasama dengannya, bukan?"

"Lebih tepatnya kau yang lebih intens bekerjasama dengannya, Kak. Aku, kan, hanya membantu sedikit."

"Tetap saja!" Woozi berseru.

Vernon tertawa. Meski Woozi tampak kesal setiap kali membicarakan Jinri, tidak menutup keinginannya untuk tetap bekerjasama dengan gadis itu. Apalagi kemarin, saat mereka berkunjung ke Vinyl & Plastic, Vernon merasa ada banyak lagu yang ingin ia buat bersama dengannya.

"Jadi, mana nomornya, Kak?" Tanya Vernon setelah puas tertawa.

Woozi menggelengkan kepala tidak percaya, lalu dengan pasrah ia letakkan ponselnya di samping tetikus. "Gum Jinri."

"Thank youuuu ma brooo!"

P.s

While I make this story, October 7th 2020, I listened to Prambors Radio. The announcer recommend me a movie, titled "The-Forty-Year-Old-Version" on Netflix. I got chill because the story is about a Forty-Year-old artist who wanted to be a rapper.

I mean..... aaaaaa.... this story is about Hip Hop! Rapper!

What a coincidence!

High Rises [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang