Beberapa hari terakhir Jinri tidak bisa datang langsung ke studio Woozi untuk mengerjakan proyek mereka. Alhasil mereka hanya bisa bekerja via KakaoTalk, Discord dan studio masing-masing. Meski tetap ke radio, ia rasanya masih takut untuk bertemu orang banyak, lagipula di radio ia bisa bersemedi di studionya sampai waktu pulang kerja. Untung saja Woozi tidak mempermasalahkan, ia seakan memahami apa yang dirasakan Jinri saat ini meski ia tidak tahu alasan pasti mengapa Jinri begitu takut dikenal banyak orang.
"Kak Jinri?"
Suara berat itu membuat Jinri berjengit. Ia baru saja turun dari halte pemberhentian yang dekat dengan apartemennya, bersiap pulang. Jinri agak takut dikenal orang, padahal ia sudah menggunakan masker dan topi untuk menyamarkan diri.
"Kak!"
Saat Jinri mau beranjak, tangannya ditahan oleh si pemilik suara. Agak horor, Jinri berbalik. Makin terkejut saat tahu orang yang memanggilnya adalah Vernon. Pantas suaranya tidak asing--tadi Jinri terlalu takut mengecek siapa pemilik suara itu dan memilih untuk kabur (yang gagal).
"Vernon?" Jinri berbisik. Ia tidak mau orang-orang di sekitar mereka tahu kalau Vernon, seorang idola ternama Korea Selatan berada di sana memegang tangannya.
Vernon mengangguk. Ia menunjuk sebuah taman yang sudah sepi tak jauh dari lokasi halte dan Jinri paham maksud pria itu.
"K-kenapa?" Tanya Jinri kikuk kepada Vernon begitu keduanya duduk bersebelahan di ayunan. Taman itu sepi sekali karena langit mulai gelap, anak-anak pasti sudah disuruh pulang oleh orangtuanya.
"Kau tidak muncul di studio akhir-akhir ini, Kak. Kau baik-baik saja?"
Tenggorokan Jinri tercekat. Ia tidak baik-baik saja dan berkata jujur tentang keadaannya tidak akan membuat Vernon berhenti bertanya. Pria itu meski terlihat pendiam, sebenarnya cerewet juga.
"Baik." Bohong Jinri. "Aku hanya sedang banyak kerjaan di radio jadi tidak bisa ke sana."
"Kau juga tidak membalas pesanku. Kau masih marah, ya?" Cecar Vernon sembari berayun-ayun.
"Aku hanya sedang sibuk saja. Nanti ku balas pesanmu." Kata Jinri diam-diam menghela napas panjang.
Dan Vernon menghentikan ayunan, ia mendelik kepada Jinri. Bukan itu yang diinginkan Vernon. Ia sebenarnya ingin sekali mengembalikan hubungan mereka seperti sedia kala. Saat Jinri asyik diajak ngobrol, saat gadis itu tidak bersikap asing seperti saat ini. Mungkin memang salahnya waktu itu yang terlalu 'memaksa' Jinri untuk bekerjasama dengannya di masa mendatang. Tapi Vernon tidak bisa menyembunyikan rasa excited-nya terhadap lagu 09 milik Jinri.
Ia suka sekali dengan lagu itu.
"Come'n Vernon, I'm quite busy you know."
"No... no..." Elak Vernon. "You were really mad at me, don't you?"
Kedua bola mata Jinri berputar. Ia kesal sekali. "Kau sengaja ke sini hanya untuk bertemu denganku, Vernon?"
"Well, no."
Jinri mengerutkan dahi. "Terus?"
"Aku barusan ke NullPan."
"Ah." Jinri mengangguk-angguk. Rasanya ia sering sekali bertemu dengan Vernon--dan bisa-bisanya hari ini mereka bertemu di halte jauh dari Gedung Pledis.
"Maaf kalau aku terkesan memaksamu, Kak. But I really mean it. Aku suka sekali dengan lagumu itu."
Lagi dan lagi. Jinri mendesah. Ia sudah terlalu lelah membahas perihal itu, apalagi sekarang ia tambah stress dengan amukan Ayahnya yang tidak suka melihatnya muncul di program milik Jinhyuk. Hampir setiap hari Ayahnya itu menelpon hanya untuk memastikan ia tidak membuang waktu dengan membuat lagu.
"Just stop talking 'bout that. Kalau kau mau, ambil saja lagu ini Vernon. Terserah mau kau aransemen seperti apa. Ambil saja dan tidak usah mengajakku bekerjsama." Kata Jinri pada akhirnya. Gadis itu lalu berdiri, akan beranjak dari taman itu sebelum Vernon menahan tangannya--lagi.
"Kenapa, Vernon?"
"I'm sorry, Kak."
"It's ok. Just take it, really." Jinri mencoba untuk tersenyum dengan tulus. Ia menarik tangannya perlahan. "Aku balik duluan, ya."
Sembari berjalan menuju apartemennya, Jinri mendongak, menatap langit yang sudah gelap. Tidak ada bintang di sana seakan bintang-bintang itu tahu kalau impiannya pun sudah tiada. Ia benar-benar serius tentang apa yang ia bicarakan kepada Vernon. Toh, sepertinya cepat atau lambat ia tidak akan membuat lagu lagi.
~~~
Woozi memangku dagunya di atas tangan. Ia menatap Jinri yang tengah sibuk mengetes Synthesizer-nya di balik kamera laptopnya. Karena berbagai hal, Jinri tidak bisa ke studionya, hingga mereka harus mengerjakan proyek secara daring. Woozi mencoba untuk paham, mungkin gadis itu terlalu terkejut dicari ribuan orang yang tidak mengenalnya atau tidak kuat mental menghadapi komentar di Soundcloud tentang lagu-lagunya (meski banyak komentar positif).
"Bagaimana?" Tanya Jinri.
"Ya. Oke oke..." kata Woozi mencoba tersenyum. Sangat jelas di matanya kalau gadis itu terlihat agak lesu.
"Kau, sehat hari ini?" Tanya Woozi mencoba terdengar seperti basa-basi meski ia sebenarnya serius dengan pertanyaan itu.
Jinri meringis. "Apa aku terlihat buruk sekali sekarang?"
Senyum Woozi menguar. Ia mengangguk, memperhatikan Jinri yang tengah memakai kaos kebesaran berwarna biru pudar. Ia memang terlihat lebih santai daripada biasanya. Mungkin karena gadis itu berada di rumah, tapi wajahnya tidak tampak sedemikian rupa.
"Do I?"
Kali ini Woozi tertawa. "Not bad."
"Kata-kata mereka jangan dipikirkan, Jinri. Terkadang netizen tidak tahu apa yang mereka bicarakan." Ujar Woozi bijak dan Jinri bisa merasakan empati dari kalimat itu.
Meski Woozi tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Jinri tetap tersenyum tulus. Ia tahu Woozi hanya mencoba untuk menghiburnya. "Sulit, ya, menjadi artis."
"Memang."
"Kau memang hebat." Jinri memuji agak sarkas dengan tujuan bercanda, tentu saja.
"Baiklah, nona Gum yang trending di Naver, mau dimulai sekarang?"
"Baik, Bapak Produser Woozi, saya sudah siap!"
KAMU SEDANG MEMBACA
High Rises [Complete]
FanfictionUnderground Rapper dengan nama panggung Gum mencuri perhatian dua Idol asal Korea Selatan, Woozi dan Vernon. Keduanya berusaha mencari tahu Gum untuk bekerja sama dalam pembuatan album Seventeen di masa mendatang. Dan tiba-tiba gadis itu muncul dala...