Peringatan Terakhir

240 31 51
                                    

malam, lontong-lontong kesayangan. 

mau lurusin dikit ya buat semuanya yang baca. udah kukasih tau kalau cerita ini cerita yg udah lama dikonsepin dan bab kemarin itu juga diketik jauh-jauh hari sebelum kejadian yg nimpa Irene. 

jadi ini gak ada hubungannya sama kisah di dunia nyata yg baru-baru ini terjadi. di sini aku juga bukan hater malah ngefans Irene. Irene di sini salah satu tokoh utama dan aku gak pernah masukin idol atau artis yg gak kusuka sbg tokoh utama. yg gak suka sama Irene di sini ya udah cukup di sini aja dan gak usah bawa-bawa ke dunia nyata. emang karakter Irene di sini nyebelin jadi wajar kalian kesal. malah aku seneng kalian kesal karena artinya karakter Irene berhasil. 

makasih.

*

*

"Ada apa ini?" Suara Yoona lebih dulu hadir sebelum Irene menyahut. Dia melihat ART membawa pengki menopang serpihan gelas kemudian berganti memandang kedua istrinya. "Aku baru selesai mandi, jadi ada apa ini?"

"Ahh, tadi Kim eonnie senyum-senyum sendiri jadi kami menggodanya, tapi karena terlalu iseng sampai-sampai tak sengapa menjatuhkan gelas," bohong Seohyun memberi sinyal lewat kedipan mata pada ART agar masuk ke lingkaran skenario singkat ini.

"Ohh, jinja? Hahahaha, maafkan mereka, Eonnie. Kadang mereka suka bercanda berlebihan, apalagi hari ini sangat melelahkan jadi butuh sedikit hiburan."

ART itu terperingis memanggut lalu beranjak pergi membuang pecahan gelas. Di sisi Seohyun, Irene berusaha menarik senyum palsu meski matanya melirik kesal. Sebelum ada yang membuka suara lagi, menantu baru rumah ini bergegas angkat kaki ke kamar barunya. Ralat! Kamar baru dia bersama Yoona, tepat di sebelah kamar Yoona sebelumnya yang kini hanya disinggahi Seohyun.

"Langsung istirahat, ne. Muach!" pesan Yoona mengecup kening Seohyun disusul memberi pelukan selamat malam. "Tidurlah selelap mungkin dan jangan bangun terlalu pagi karena kau pasti lelah sekali! Ne?"

"Ne," jawab Seohyun terpejam merasakan napas hangat Yoona. Pelukan di punggung bak enggan terlepas dan ingin Yoona terus memeluknya begini, tapi mustahil karena dia harus berbagi mulai sekarang. "Eonnie juga."

Yoona melepaskan pelukan lebih dulu dan berbalik tanpa menoleh lagi lalu menenggelamkan raga ke kamar. Sedangkan, masih di pijakan yang sama Seohyun terus berdiri menatap sisa-sisa jejak Yoona. Mulai sekarang akan ada sosok yang selalu di sisi Yoona dan mungkin orang itu pula yang terus dalam genggaman. Dia tidak menjadi penting lagi, malam-malam sunyi dan dingin dilewati seorang diri.

"Aku tidak membutuhkan ini lagi," batin Seohyun melihat botol minyak aroma terapi yang tinggal beberapa tetes. Dioleskan minyak tersebut ke perut dan membuangnya. "Bahkan sejak orang tuamu meminta pernikahan kedua, aku tidak membutuhkan wewangian itu lagi."

Seohyun merebahkan tubuh di ranjang yang terlalu besar untuk dirinya sendiri, jumlah bantal-guling pun berlebih. Seharusnya ada seseorang lagi di sanding menempatkan kepala di bantal sambil memeluk guling dan menemani dia mengobrol sampai sama-sama tertidur. Saat hari esok tiba orang tersebut masih di sana, menunggu panggilan dan kecupan pagi sebagai alarm memulai hari. Oh, ya, dan Seohyun tidak bisa melakukan tugasnya lagi karena sudah ada orang lain yang mengambil porsi itu.

"Kau baru meresmikan pernikahanmu dan meninggalkanku malam ini, tapi aku merindukanmu sejak puluhan malam lalu. Apa kau tahu?"

*

Sejak saat itu Yoona tak pernah lagi masuk ke kamar Seohyun baik sekadar menemani tidur atau mengobrol. Seluruh waktu sosok yang dianggap kepala keluarga adalah milik pekerjaan dan Irene semata. Saat perjalanan pergi-pulang kantor pun Seohyun selalu duduk sendiri di belakang sesekali ikut mengobrol, tapi tentu perbincangan ini lebih menjadi milik Yoona dan Irene. Iri? Jangan diragukan lagi, sudah pasti Seohyun merasa iri dan merasa seperti asisten atau penumpang ketimbang istri. Protes?

Sore Itu Lonceng BerbunyiWhere stories live. Discover now